Hukum Jual Beli Produk KW
Pertanyaan:
Assalamu alaikum.
Saya mau tanya. Apakah boleh kita menjual
barang kw “kawe” (baju, jaket dan lain-lain). Barang kw yang saya maksud adalah
meniru merknya saja, dari segi kualitas bahan, sablon, design mungkin sangat
berbeda dengan yang original, hanya saja barangnya ber-merk sama, rata-rata
merk yang digunakan dari luar negeri seperti dari New York, Rusia dan
lain-lain, seperti baju distroan/toko-toko pada umumnya.
Kualitas barang yang saya jual termasuk
bagus, karena menggunakan bahan pilihan. Saya juga menjelaskan bahwa barang
yang saya jual itu premium (kw dengan kualitas super), baik ketika ada pembeli
yang bertanya ataupun di deskripsi produk saya.
Soalnya mencari yang asli susah sekali, yang
asli harganya juga selangit dan susah tersentuh oleh konsumen. Bagaimana hukum
jual beli barang kw? Mengingat semua barang sekarang ada kw dan tidaknya, susah
sekali untuk mencari ide untuk berdagang karena hampir semua barang itu kw,
hanya beberapa persennya asli, dan itu sangat sulit sekali dicari. Terima
kasih.
Achmad Ashrofi
Jawaban:
Wa’alaikumussalam wr.wb.
Saudara penanya dan pembaca yang budiman,
semoga mendapatkan pemahaman agama yang baik, serta usaha yang lancar dan
berkah.
Jual beli produk kw yang telah memenuhi
syarat dan rukunnya adalah sah, tetapi haram dan berdosa, karena dharar, yakni
dapat menimbulkan kerugian pihak lain, dalam hal ini penjual dan/atau produsen
produk originalnya. Hal ini karena tidak ada izin atau toleransi dari produsen
dan/atau penjual produk original tersebut. Jual beli produk kw demikian termasuk
ke dalam jenis jual beli yang dilarang oleh syara’.
Jual beli yang dilarang oleh syara’ secara
garis besar ada dua macam. Pertama, jual beli yang dilarang syara’ karena sebab
internal (entitas/’ain), yaitu ada larangan syara’ terhadap jual beli tersebut.
Kedua, jual beli yang dilarang syara’ karena sebab eksternal (di luar entitas).
Jual beli yang ada larangan internal, seperti
riba dan jual beli yang mengandung gharar, merupakan jenis jual beli yang
fâsid, yakni rusak atau tidak sah (batal). Adapun jual beli yang ada larangan
sebab eksternal, seperti menimbulkan dharar (kerugian) terhadap orang/pihak
lain, merupakan jenis jual beli yang tidak fâsid (tidak rusak), artinya tetap
sah bila telah memenuhi syarat dan rukunnya, tetapi hukumnya haram.
Ibnur Rusyd (520-595 H) dalam Bidâyatul
Mujtahid wa Nihâyatul Muqtashid mengatakan bahwa:
وأما
التي ورد النهي فيها لأسباب من خارج; فمنها الغش; ومنها الضرر; ...
والجمهور
على أن النهي إذا ورد لمعنى في المنهي عنه أنه يتضمن الفساد مثل النهي عن الربا
والغرر، وإذا ورد الأمر من خارج لم يتضمن الفساد
Artinya, “Adapun jual beli yang ada larangan
syara’ terhadapnya karena sebab-sebab dari luar (sebab eksternal) maka termasuk
dalam jenis jual beli ini adalah jual beli yang mengandung manipulasi,
pemalsuan atau tipu daya ghasysy), dan jual beli yang mengandung dharar, yakni
merugikan terhadap diri sendiri atau orang/pihak lain... Jumhur ulama
menyatakan bahwa larangan terhadap jual beli bila merupakan larangan karena
substansi atau entitas obyek (barang) yang dilarang itu sendiri maka berakibat
hukum fasad, yakni rusak atau tidak sahnya jual beli (batal), seperti larangan
riba dan jual beli obyek gharar (ketidakjelasan, seperti jual beli ikan di
dalam lautan --pen); tetapi bila larangan itu karena ada sebab dari luar (aspek
eksternal), maka jual beli tersebut tidak berakibat hukum rusaknya jual beli.
(Lihat Al-Imâm Al-Qâdhî Abû Walîd Muhammad Ibnur Rusyd ,Bidâyatul Mujtahid wa
Nihâyatul Muqtashid [Beirut, Dârul Ma‘rifah: 1982 M], juz II, halaman 125, dan
167).
Jual beli fâsid misalnya, jual beli najasy,
yaitu seseorang melakukan penawaran harga yang lebih tinggi terhadap suatu
barang, padahal tidak bermaksud untuk membelinya, tetapi untuk aspek memberikan
manfaat (keuntungan) bagi si penjual dan mengakibatkan kerugian si pembeli.
Jual beli ini, menurut mazhab Hanafiyah dan Syafiiyah hukumnya boleh (sah),
tetapi pelakunya berdosa.
Kaidah yang berkaitan dengan masalah jual
beli barang kw adalah kaidah yang dikemukakan oleh kelompok Hanbali dan para
fuqaha yang menyatakan bahwa:
اَلْأَصْلُ
فِي الْعُقُوْدِ وَمَا يَتَّصِلُ بِهَا مِنْ شُرُوْطٍ اَلْإبِاَحَةُ مَا لَمْ
يَمْنَعْهَا الشَّرْعُ أَوْ تُخَالِفْ نُصُوْصَ الشَّرْعِ.
Artinya, ”Prinsip dasar di dalam akad dan
segala hal yang berhubungan dengannya, termasuk syarat, adalah boleh selama
tidak dilarang oleh syara’ atau bertentangan dengan nash-nash syara,’” (Lihat
Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islâmî wa Adillatuhu, [Beirut, Dârul Fikr:
2009 M], juz IX, halaman 194).
Dengan demikian, jual beli barang kw termasuk
ke dalam jual beli yang bertentangan dengan nash-nash syara’, dalam hal ini
nash mengenai larangan berbuat dharar (madharat, merugikan), terhadap diri
sendiri dan/atau orang/pihak lain. Maka jual beli produk kw sedapat mungkin
harus dihindarkan.
Untuk itu kami sarankan kepada setiap orang
yang berbisnis agar bisa kreatif dan inovatif dalam membuat produk dan brand
tersendiri.
Demikian penjelasan ini semoga dapat dipahami
dengan baik. Kami terbuka menerima masukan dari pembaca yang budiman.
Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq
Wassalamu ’alaikum wr.wb.
Ustadz Ahmad Ali MD, Pengurus Lembaga Dakwah
PBNU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar