Fiqih Transaksi: Sertifikat
sebagai Jaminan Transaksi dan Efek
Saat ini kepemilikan atas suatu barang tidak
hanya berwujud sebagai klaim kepemilikan, klaim pembelian, dan klaim-klaim yang
lain. Seiring pesatnya kemajuan teknologi, klaim ini memerlukan bukti sebagai
sebuah jaminan atas legalnya kepemilikan tersebut. Sudah pasti Anda pernah
melihat wujud kuitansi pembayaran, nota bukti transfer, sertifikat tanah,
sertifikat-sertifikat yang lain, bukan? Pernahkah Anda bertanya, untuk apa
semua sertifikat itu?
Semua orang sudah tahu dan punya pemahaman yang sama. Semua sertifikat tadi,
baik bukti pembayaran (kuitansi), bukti transfer, sertifikat tanah, dan
sejenisnya, adalah diperuntukkan tidak hanya sebagai bukti kepemilikan dan
transaksi muamalah, melainkan juga sebagai jaminan keamanan (sekuritas) resmi
dan diakui oleh negara. Keberadaan jaminan keamanan aset dan kepemilikan inilah
yang menjadi prinsip dasar diperlukannya ia dalam praktik muamalah. Nota yang
berisi jaminan keamanan ini—dalam fiqih transaksi— selanjutnya disebut sebagai
“efek” (sekuritas).
Karena sebuah efek selalu menyatakan hak atas suatu aset (mâl), maka dalam
dunia keuangan dikenal istilah Efek Beragun Aset (EBA), artinya adalah sebuah
surat jaminan kebolehan mendapatkan hak serta memiliki kewajiban atas suatu
aset (mâl). Dengan demikian, berdasarkan definisi ini, maka EBA senantiasa
memiliki dua peran:
1. Sebagai jaminan mendapatkan hak, yang berarti adalah hak memanfaatkan dan
hak mengelola atas suatu aset (mâl).
2. Sebagai jaminan adanya kewajiban pemegang atas suatu aset, yang berarti
adalah pemegang memiliki kewajiban melaksanakan ketentuan terhadap aset (mâl).
Contoh dari “efek” sebagai jaminan mendapatkan hak misalnya adalah ijazah,
Bukti Pembelian Kendaraan Bermotor (BPKB), saham, cek (syukuk), dan sebagainya.
Orang yang memiliki ijazah pada dasarnya memiliki hak untuk berperan sebagai
tenaga ahli di bidang sebagaimana tertulis dalam ijazahnya. Demikian pula, BPKB
secara tidak langsung menyatakan bahwa orang yang memegangnya memiliki hak
untuk mendapatkan manfaat dari kendaraan yang dibelinya. Saham merupakan bukti
bahwa pemegangnya berhak untuk mendapatkan bagi hasil atau bagi untung rugi
atas suatu usaha yang dilakukan oleh perusahaan. cek/syukuk merupakan bukti
bahwa pemegangnya memiliki hak atas suatu keuangan yang dititipkannya pada sebuah
bank. Selebihnya, pembaca bisa mengembangkan sendiri dalam memaknai sebuah
sertifikat atau nota lain.
Efek dengan jaminan pemegang bisa mendapatkan hak manfaat atas suatu aset ini
dikenal sebagai efek unjuk. Sekarang, coba bayangkan bahwa pembaca tengah
memegang sebuah sertifikat saham. Saat dilakukan rapat tahunan oleh sebuah
badan usaha, lalu saudara tidak dipanggil untuk mendapatkan jatah bagian
pembagian hasil tersebut. Apa yang akan saudara lakukan? Pasti saudara akan
melakukan “unjuk rasa” ke jajaran direksi atau komisaris perusahaan bahwa Anda
memiliki hak mendapatkan bagi hasil dan sisa hasil usaha (deviden) dari
perusahaan namun hak saudara tengah diabaikan oleh mereka. Keberadaan bisanya
saudara menggunakan hak melakukan unjuk rasa (protes) dengan disertai bukti
kepemilikan saham, menjadikan efek berupa saham ini disebut sebagai efek unjuk
atau sertifikat unjuk.
Adapun efek yang berperan sebagai jaminan bahwa pemegang memiliki kewajiban
atas suatu aset contohnya adalah nota tagihan, buku tabungan, buku deposito,
buku reksadana, giro, obligasi, dan lain sebagainya. Nota tagihan, dalam dunia
keuangan, sering disebut dengan istilah obligasi, yaitu surat berharga yang
diperuntukkan bahwa pemegang memiliki hak untuk menagih suatu manfaat dari aset
(mâl) yang berada di pihak ketiga. Dengan demikian, maka di dalam obligasi dan
nota tagihan ini bisa berlaku akad hawalah, yaitu pengalihan tanggung jawab
utang kepada pihak lain selaku pemegang obligasi/nota tagihan. Karena sifatnya
adalah pengalihan, maka nota pengalihan tagihan ini sering disebut juga dengan
istilah nota tagihan atas nama. Dalam dunia ekonomi keuangan, nota tagihan atas
nama ini dikenal dengan istilah “sertifikat atas nama.”
Sebuah gambaran dari akad hawalah ini, adalah misalnya Pak Tono memiliki
tagihan utang kepada Pak Toni sebesar 1 juta rupiah. Pak Tono punya utang
kepada Pak Roni, juga sebesar 1 juta rupiah. Agar Pak Tono tidak pusing-pusing
lagi menagih kepada Pak Toni, maka dia bilang ke Pak Roni dan Pak Roni: “Pak
Roni, utang saya ke Anda adalah sebesar 1 juta rupiah. Pak Toni punya utang ke
saya juga sebesar 1 juta rupiah. Nah, saya ingin mengalihkan tanggung jawab
penagihan utang saya ke Pak Toni kepada Pak Roni. Apakah Pak Roni menerima?”
Pak Roni menjawab: “Iya, saya terima.” Akad sebagaimana yang Pak Tono lakukan
dengan Pak Roni dan Pak Toni ini disebut akad hawalah atau pengalihan
tanggungan. Untuk menjaga agar Pak Toni tidak mangkir dari akad yang sudah
dilakukan tersebut maka dibutuhkan saksi (syuhud) dan bukti (bayyinah). Bukti
inilah yang selanjutnya disebut sebagai obligasi atau nota tagihan. Apakah akad
seperti ini bertentangan dengan syariat?
Dalam kitab tafsirnya, Syekh Muhammad bin Jarir Al-Thabary meriwayatkan dari
shahabat Ibnu Juraih, bahwasannya:
عن
ابن جريج قوله (يا أيها الَّذِين آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلى أجَلٍ
مُسَمّى فَاكْتُبُوْهُ) قال : فمن أَدَانَ دَيْنًا فَلْيَكْتُب , ومن باع فليشهد
Artinya: Dari Ibnu Juraih, Firman Allah: “Wahai orang-orang yang beriman,
ketika kalian saling berutang sampai batas suatu tempo tertentu, maka
catatlah”. Maksud dari ayat ini adalah barangsiapa yang memberikan utang suatu
aset (kepada orang lain), maka sebaiknya ia mencatat, dan barang siapa
melakukan jual beli, maka sebaiknya mengambil saksi. (Lihat Muhammad bin Jarir
Al-Thabary, Jami’ul Bayan ‘An Ta’wili al-Qur’an, Beirut: Muassasah al-Risalah,
1994, hal: 48)
Berdasarkan bunyi ibarat dari kitab tafsir di atas, Allah subhanahu wata’ala
memerintahkan pentingnya:
1. Pencatatan transaksi. Catatan transaksi ini dalam dunia ekonomi modern
dikenal sebagai efek.
2. Pentingnya mengambil saksi dalam jual beli. Dalam obligasi maka akad hawalah
ini bisa berupa lembaga resmi dan diakui oleh negara.
Demikian, sekelumit ulasan mengenal efek dalam dunia transaksi keuangan. Semoga
ulasan singkat ini bermanfaat sebagai dasar kita memasuki kajian yang lebih
mendalam dan rumit kelak di kemudian hari! Wallahu a’lam. []
Muhammad Syamsudin, Pegiat Kajian Fiqih Terapan dan Pengasuh Pondok Pesantren
Hasan Jufri Putri, P. Bawean, Jatim