Jumat, 29 Juli 2022

(Do'a of the Day) 29 Dzulhijjah 1443H

يارب خلني أشتاق للصلاة لدرجة أن أنتظر قبل سماع الأذان.

 

Yaa Tuhan... Izinkanlah aku merindu dengan shalat, sampai tingkatan dimana aku menantikannya hadir sebelum mendengarkan suara adzan.

 

Al Faatihah...

(Khotbah of the Day) Haji Wada’ Rasulullah dan Pesan Persatuan

KHUTBAH JUMAT

Haji Wada’ Rasulullah dan Pesan Persatuan

 

Khutbah I

 

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ أَنْعَمَنَا بِنِعْمَةِ الْإِيْمَانِ وَالْإِسْلَامِ. وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ خَيْرِ الْأَنَامِ. وَعَلٰى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْكِرَامِ. أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ الْمَلِكُ الْقُدُّوْسُ السَّلَامُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَحَبِيْبَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَاحِبُ الشَّرَفِ وَالْإِحْتِرَامِ


أَمَّا بَعْدُ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. اِتَّقُوْ اللهَ، وَاعْمَلُوا الصَّالِحَاتِ وَاجْتَنِبُوا الْمُنْكَرَاتِ وَاذْكُرُوا اللهَ فِي أَيَّامٍ مَعْلُوْمَتٍ وَاشْكُرُوْا لِلّٰهِ الَّذِيْ بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ، قَالَ اللهُ تَعَالَى: فِيْهِ اٰيٰتٌۢ بَيِّنٰتٌ مَّقَامُ اِبْرٰهِيْمَ ەۚ وَمَنْ دَخَلَهٗ كَانَ اٰمِنًاۗ وَلِلّٰهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ اِلَيْهِ سَبِيْلًاۗ وَمَنْ كَفَرَ فَاِنَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعٰلَمِيْنَ

 

Ma’asyiral muslimin a’azzakumullah,

 

Takwa merupakan bekal terbaik untuk meraih kebahagiaan abadi di dunia dan akhirat. Oleh sebab itu, khatib mengawali khutbah Jumat ini dengan wasiat takwa. Marilah kita semua selalu meningkatkan ketakwaan kepada Allah swt dengan melaksanakan semua kewajiban dan meninggalkan segala larangan-Nya.

 

Ma’asyiral muslimin a’azzakumullah,

 

Sejak beberapa waktu lalu jamaah haji Indonesia mulai kembali ke Tanah Air setelah menyelesaikan serangkaian ibadah haji di Tanah Suci. Kini, umat Muslim yang telah diberi anugerah agung bersimpuh di hadapan Ka’bah ini sudah menjadi pribadi yang lebih mapan secara religius karena telah menyempurnakan semua rukun Islam yang ada lima sebagaimana ditegaskan Rasulullah saw,

 

بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ: شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ، وَ إِقَامِ الصَّلَاةِ، وَ إِيْتَاءِ الزَّكَاةِ، وَ حَجِّ الْبَيْتِ، وَ صَوْمِ رَمَضَانَ . رواه البخاري و مسلم

 

Artinya: "Islam dibangun di atas lima perkara, yaitu persaksian bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, pergi haji, dan puasa di bulan Ramadhan” (HR Al-Bukhari dan Muslim).

 

Semoga saudara-saudara kita atau mungkin kita sendiri yang telah menunaikan ibadah haji tahun ini diberi predikat mabrur. Sungguh, tidak ada pahala yang lebih layak bagi Muslim yang mendapatkan haji mabrur kecuali meraih surga Allah ta’ala.

 

Ma’asyiral muslimin a’azzakumullah,

 

Momen pemulangan jamaah haji yang sedang berlangsung akhir-akhir ini mengingatkan kita pada peristiwa bersejarah Haji Wada’ di zaman Rasulullah. Dinamakan Haji Wada’ karena haji ini merupakan yang terakhir dilakukan oleh Nabi Muhammad saw. Tidak lama setelah itu, Baginda Nabi berpamitan untuk selamanya meninggalkan umat yang begitu ia cintai.

 

Sejumlah sejarawan Muslim mencatat begitu detail rangkaian haji yang pertama sekaligus terakhir bagi Nabi ini, dari mulai mempersiapkan pembekalan sampai kembali lagi ke kota Madinah. Dikisahkan bahwa Rasulullah begitu menikmati momen ibadah haji terakhir beliau tersebut. Hal itu dibuktikan dengan kesengajaan Nabi memperlambat laju kendaraan dari Madinah ke Makkah.

 

Ma’asyiral muslimin a’azzakumullah,

 

Peristiwa Haji Wada’ merupakan simbol kesuksesan Rasulullah dalam menyebarkan agama Islam di tengah-tengah bangsa Arab. Hanya butuh waktu 23 tahun Rasulullah mampu mengubah masyarakat Arab dari kehidupan jahiliyah menjadi lebih mapan secara moral dan religius.

 

Syekh Mushtafa as-Siba’i dalam As-Sîrah an-Nabawiyah Durus wa ‘Ibar mencatat sebanyak 114.000 umat Islam dari Jazirah Arab dan sekitarnya turut serta menunaikan rukun Islam yang kelima itu. Pada versi lain, Safyurrahman al-Mubarakfuri dalam Ar-Raḫîqul Makhtûm melaporkan jumlah jamaah Haji Wada’ sebanyak 124.000 atau 140.000. Jumlah yang sangat fantastis untuk dakwah Nabi yang relatif singkat, 23 tahun.

 

Sungguh pencapaian yang luar biasa. Masyarakat yang dulu acuh tak acuh bahkan mencoba menghalang-halangi dakwah Nabi dengan beragam upaya, kini menjadi pengikut setia ajaran orang yang sebelumnya sangat dimusuhinya. Diduga kuat, di luar jumlah jamaah yang fantastis itu masih banyak orang yang sudah menjadi Muslim tapi tidak sempat ikut serta dalam Haji Wada’ karena beberapa alasan.

 

Ma’asyiral muslimin a’azzakumullah,

 

Haji Wada’ juga merupakan simbol kemantapan iman umat Musilm. Sebab, momen tersebut menjadi hari-hari terakhir Nabi bersama umatnya karena tidak lama setelah itu beliau wafat. Dalam potongan khutbah haji yang beliau sampaikan di tengah lautan manusia Nabi berpesan,

 

أَيُّهَا النَّاسُ، اسْمَعُوا قَوْلِي، فَإِنِّي لَا أَدْرِي لَعَلِّي لَا أَلْقَاكُمْ بَعْدَ عَامِي هَذَا بِهَذَا الْمَوْقِفِ أَبَدًا

 

Artinya, “Wahai sekalian manusia, dengarkanlah perkataanku! Aku belum tahu secara pasti, boleh jadi aku tidak akan bertemu kalian lagi setelah tahun ini dengan keadaan seperti ini.”

 

Belum selesai pidato itu, turun ayat Al-Qur’an yang semakin memperkuat bahwa tidak lama lagi Nabi akan tutup usia.

 

اَلْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَاَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ الْاِسْلَامَ دِيْنًاۗ فَمَنِ اضْطُرَّ فِيْ مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِّاِثْمٍۙ فَاِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

 

Artinya, “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Al-Maidah [5]: 3).

 

Ma’asyiral muslimin a’azzakumullah,

 

Peristiwa Haji Wada’ ini merupakan momen bersejarah yang menjadi teladan penting bagi persatuan umat dan peningkatan kualitas keimanan setiap Muslim. Sehingga, bertepatan dengan pemulangan jamaah haji ke Tanah Air seperti sekarang ini penting kiranya peristiwa tersebut menjadi bahan renungan bersama.

 

Setelah rampung menunaikan rukun Islam yang kelima, sudah seharusnya umat Muslim lebih kompak dalam menjaga persatuan. Kita menyaksikan sendiri, saat momen haji ada jutaan umat Muslim dari berbagai negara berkumpul menjadi satu dalam niat yang sama untuk beribadah. Mereka terdiri dari ragam bangsa, bahasa, ras, suku, dan budaya. Ini merupakan simbol persatuan Muslim global yang sempurna.

 

Sekembalinya ke Tanah Air masing-masing, semoga kekompakan itu membekas dan mewarnai pada pribadi tiap-tiap Muslim.

 

Selain itu, sudah semestinya sepulang dari Tanah Suci umat Muslim memiliki kualitas iman yang lebih kuat. Haji Wada’ telah mengajarkan kemapanan iman umat Nabi, maka pada kesempatan haji-haji yang lain juga seharusnya menjadi kesempatan bagi seluruh umat Islam untuk lebih meningkatkan kualitas amal ibadah.

 

Dalam sejumlah kesempatan para ulama menyampaikan, tanda seseorang mendapat predikat haji mabrur adalah semangat ibadahnya mengalami peningkatan dibanding sebelum haji. Selain itu, ia juga menyudahi perbuatan-perbuatan maksiat yang dulu sering diperbuatnya.

 

Ma’asyiral muslimin a’azzakumullah,

 

Demikian khutbah singkat pada siang hari yang penuh keberkahan ini. Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat dan dapat kita amalkan bersama.

 

 أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

 

Khutbah II

 

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ


أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

 

 

Muhamad Abror, penulis keislaman NU Online, alumnus Pondok Pesantren KHAS Kempek Cirebon dan Ma'had Aly Saidusshiddiqiyah Jakarta

(Ngaji of the Day) Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 9

يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَالَّذِينَ آمَنُوا وَمَا يَخْدَعُونَ إِلَّا أَنْفُسَهُمْ وَمَا يَشْعُرُونَ


Yukhādi‘ūnallāha wal ladzīna āmanū. Wa mā yakhda‘ūna illā anfusahum wa mā yasy‘urūn.


Artinya, “Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang beriman. Mereka tidak menipu kecuali diri mereka sendiri dan mereka tidak menyadarinya.”


Ragam Tafsir

 

Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini bahwa orang-orang munafik menyatakan keimanan dan menyembunyikan kekufuran pada saat yang bersamaan. Mereka mengira karena kebodohan telah menipu Allah dan hal itu mendatangkan manfaat untuk mereka. Mereka dengan perbuatan itu tidak memperdaya dan menipu siapapun kecuali diri mereka sendiri. Sedangkan mereka tidak sadar sebagaimana penjelasan Surat An-Nisa ayat 142.


Ibnu Katsir dalam Tafsirul Qur’anil Azhim mengutip Ibnu Abi Hatim dari Juraij yang mengatakan bahwa orang munafik mengucapkan “Lā ilāha illallāh” dengan maksud mengamankan jiwa dan harta mereka. Sebenarnya di dalam hati mereka tidak ada keyakinan demikian.


Ibnu Katsir juga mengutip Sa‘id dari Qatadah yang mengatakan, sifat orang munafik dalam banyak kasus memiliki kecenderungan untuk membenarkan dengan ucapan, mengingkari dengan hati, dan berbuat sesuatu yang berlainan dengan ikrar. Pagi hari mereka bersikap A. Sore hari mereka bersikap B. Sore hari mereka bersikap A. Besok paginya sikap mereka berubah menjadi B. Mereka berlayar seperti sampan ke mana saja embusan angin laut bertiup.


Al-Baghowi mengatakan, kata “al-khada‘” secara bahasa berarti menyembunyikan. Kata ini juga dapat disematkan pada rumah karena rumah menyembunyikan perhiasan di dalamnya. Kata ini dapat juga disematkan pada lemari. (Al-Baidhawi). Tetapi al-mukhadi‘ adalah orang yang menyatakan apa yang tersembunyi. (Al-Baghowi, Ma‘alimut Tanzil fit Tafsir wat Ta’wil, [Beirut, Darul Fikr: 2002 M/1422 H], juz I, halaman 25-26).


Kata “al-khada‘” oleh Allah pada Surat An-Nisa ayat 182 berarti menyatakan dan menyegerakan nikmat di dunia untuk mereka yang berbeda dari siksa akhirat yang tidak tampak oleh mereka. Ada ulama memberikan arti kerusakan untuk terjemahan kata “al-khada‘”. Jadi maknanya adalah orang munafik merusak keimanan yang mereka nyatakan dengan kekufuran yang mereka sembunyikan. Dengan ucapan “kami beriman kepada Allah dan hari akhir” saat berjumpa, orang munafik menipu orang beriman. Padahal, mereka sejatinya tidak beriman. (Al-Baghowi, 2002 M: 26).


“Mereka tidak menipu kecuali diri mereka sendiri” karena tindakan penipuan itu akan berpulang kepada mereka sendiri. Allah memberitahukan kemunafikan mereka kepada Nabi Muhammad SAW sehingga rahasia mereka terkuak dan mereka berhak menerima siksa di akhirat. “Mereka tidak menyadarinya” mereka tidak tahu bahwa mereka hanya menipu diri sendiri dan dampak atas penipuan mereka akan berpulang kepada mereka sendiri. (Al-Baghowi, 2002 M: 26).


Al-Baidhawi mengatakan, penyamaran orang munafik bertujuan untuk menyelematkan diri dari ekses seperti yang dialami oleh orang kafir selain mereka. Mereka juga melakukan hal itu untuk mendapatkan kemuliaan dan pemberian sebagaimana yang didapatkan oleh orang beriman. Mereka dapat bergaul bebas dengan orang beriman, mengetahui rahasia mereka, dan menyebarkan rahasia tersebut kepada lawan perang serta berbagai maksud dan tujuan lain. (Al-Baidhawi, Anwarut Tanzil wa Asrarut Ta’wil, [Beirut, Darul Fikr: tanpa tahun], juz I, halaman 79-80).


Penipuan orang munafik akan menjadi senjata makan tuan. Mudharatnya berpulang kepada mereka sendiri. Mereka menipu diri sendiri karena terpedaya oleh tindakan tersebut. Nafsu telah membutakan mereka karena membisikkan angan-angan kosong dan membawa mereka untuk menipu Allah, Zat yang bagi-Nya tiada yang tersembunyi. “Mereka tidak menyadarinya” maksudnya mereka tidak merasakannya karena terus-menerus dalam kelalaian. (Al-Baidhawi, tanpa tahun: 80).


“Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang beriman” dengan menyatakan sikap yang berbeda dengan kekufuran yang mereka sembunyikan agar mereka dapat terbebas dari hukum duniawi. (Al-Jalalain, Tafsirul Qur’anil Azhim). Wallahu a’lam. []

 

Sumber: NU Online