إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا سَوَاءٌ عَلَيْهِمْ أَأَنْذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنْذِرْهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ
Innal ladzīna kafarū sawā’un ‘alayhim a’an dzartahum am lam tundzirhum lā
yu’minūna.
Artinya, “Sungguh, orang-orang kafir itu–sama saja apakah kauberi peringatan
atau tidak–tidak beriman.”
Orang-orang kafir (seperti Abu Jahal, Abu Lahab, dan selain keduanya)–sama saja
kauberi peringatan atau tidak–tidak beriman (karena Allah memang telah
mengetahui mereka sehingga kau tidak perlu mengharapkan keimanan mereka. Indzār
atau peringatan adalah penyampaian pesan yang disertai kabar menakutkan).
(Tafsirul Jalalain).
Az-Zuhayli dalam At-Tafsirul Munir membahas secara bahasa, kufrun adalah menutup atau menghalangi sesuatu. Siapa saja yang kafir, maka ia adalah orang yang menutupi kebenaran dan nikmat Allah kepadanya. Siapa saja yang tidak beriman kepada Al-Qur’an, niscaya ia adalah kafir. Ayat perihal orang kafir disebutkan setelah penjelasan ayat perihal orang beriman karena terdapat perbandingan antara orang beriman dan orang kafir. Kafir adalah lawan dari iman. Orang beriman selamat. Orang kafir celaka dan kekal di neraka jahanam.
Dua ayat Al-Baqarah ini, berdasarkan riwayat paling shahih yang diriwayatkan
At-Thabari dari Ibnu Abbas dan Al-Kalbi, turun perihal pemuka-pemuka agama
Yahudi Madinah, salah satunya, Huyay bin Akhthab, Ka’ab bin Asyraf, dan pemuka
Yahudi lainnya. (Az-Zuhayli).
Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan bahwa ayat ini menerangkan secara teologi perihal orang kafir yang menutupi kebenaran. Sementara Allah telah menetapkan kekufuran mereka sehingga mereka tetap tidak akan beriman meski diperingatkan atau tidak, sebagaimana Surat Al-Baqarah ayat 145 dan Surat Yunus ayat 96-97. Orang yang telah ditetapkan Allah sebagai orang celaka (kafir), niscaya tidak ada yang dapat membahagiakannya (memberi jalan bahagia di akhirat melalui keimanan).
Orang yang telah ditentukan tersesat oleh Allah, niscaya tidak ada yang dapat
memberinya petunjuk sehingga kau (Muhammad) jangan bawa dirimu pada penyesalan
atas mereka. Cukup sampaikan risalah. Siapa saja yang menerima risalahmu,
niscaya dia menerima bagian (karunia Allah) yang melimpah. Siapa saja yang
berpaling, jangan kausesali mereka dan jangan juga hal itu membuatmu padam
menyampaikan risalah sebagaimana Surat Ar-Ra’du ayat 40 dan Surat Hud ayat 12.
(Ibnu Katsir)
Ibnu Katsir mengutip Ali bin Abu Thalhah dari Ibnu Abbas perihal Surat Al-Baqarah ayat 6, Rasulullah SAW pernah mengharapkan keimanan semua orang dan mengharapkan mereka semua mengikuti jalan hidayah. Lalu Allah mengingatkannya bahwa tidak ada yang beriman kecuali mereka yang telah ditetapkan sebelumnya oleh Allah sebagai orang bahagia. Tiada yang tersesat kecuali mereka yang telah ditentukan sebelumnya oleh Allah sebagai orang celaka.
Dalam menjelaskan Surat Al-Baqarah ayat 6, Imam Al-Baghowi dalam tafsirnya
Ma’alimut Tanzil menyebut empat jenis kufur: kufur ingkar, kufur juhud, kufur
inad, dan kufur nifaq.
1. Kufur/kafir ingkar. Kufur ingkar adalah kekafiran orang yang tidak mengenal
Allah dan tidak mengakui-Nya sama sekali.
2. Kufur/kafir juhud. Kufur juhud adalah kekafiran orang yang mengenal Allah
dengan batinnya, tetapi tidak mau mengikrarkan melalui lisannya. Mereka yang
masuk dalam kategori kufur ini adalah Iblis dan sebagian Yahudi Madinah yang
mengenal kerasulan Nabi Muhammad lalu mengingkarinya seperti keterangan Surat
Al-Baqarah ayat 89.
3. Kufur/kafir inad. Kufur inad adalah kekafiran orang yang mengenal Allah
dengan batinnya, mengakui-Nya secara lisan, tetapi enggan memeluk agama-Nya.
Mereka yang masuk dalam kategori kufur ini adalah salah satunya adalah Abu
Thalib.
Abu Thalib pernah mengatakan, “Aku tahu bahwa agama (yang disampaikan) Muhammad
adalah sebaik-baik agama manusia. Kalau tidak ada hinaan dan menghindari
cacian, kau akan mendapatiku toleran jelas dengan itu.”
4. Kufur/kafir nifaq. Kufur nifaq adalah kekafiran orang yang mengikrarkan
Islam secara lisan, tetapi batinnya tidak mengakuinya. Mereka yang masuk dalam
kategori kufur ini adalah sebagian Yahudi Madinah seperti keterangan Al-Baqarah
ayat 8 dan seterusnya.
وَجَمِيعُ
هَذِهِ الْأَنْوَاعِ سَوَاءٌ فِي أَنَّ مَنْ لَقِيَ اللَّهَ تَعَالَى بِوَاحِدٍ
مِنْهَا لَا يُغْفَرُ لَهُ
Artinya, “Orang yang mati dalam keadaan salah satu dari empat jenis kafir ini
tidak akan diampuni.” (Al-Baghowi, Ma’alimut Tanzil).
Menurut Al-Baghowi, kufur bermakna harfiah menutup. Oleh karena itu, malam disebut kafir karena malam menutupi segala sesuatu lantaran kegelapannya. Petani juga disebut kafir karena ia menutupi benih dengan tanah. Sementara orang kafir menutupi kebenaran karena keingkarannya. Sebagaimana Ibnu Katsir, Al-Baghowi mengatakan bahwa Surat Al-Baqarah ayat 6 turun perihal kaum yang telah ditentukan sebelumnya sebagai orang celaka (dengan kekekalan mereka di neraka) dalam ilmu Allah yang azali.
Al-Qurthubi dalam Tafsirnya, Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, mengutip contoh jenis
kafir nikmat dari hadits riwayat Imam Bukhari. Kafir atau kufur memiliki banyak
makna. Tetapi kafir yang dimaksud dalam ayat ini adalah kufur dalam arti lawan
kata dari keimanan. Pasalnya, kafir juga bermakna pengingkaran atas kebaikan
orang lain sebagaimana hadits riwayat Bukhari. “Aku bermimpi, di neraka melihat
pemandangan lebih berat yang belum pernah kusaksikan seperti hari ini. Kulihat
kebanyakan penghuninya adalah perempuan.” “Sebab apa ya Rasulullah?” tanya
sahabat. “Sebab kekufuran mereka.” “Apakah mereka mengingkari Allah?” tanya
sahabat. “Mereka mengingkari suami dan mengingkari kebaikan. Seandainya kau
berbuat baik kepada salah satu dari mereka sepanjang waktu, lalu dia melihat
sedikit kekuranganmu, niscaya dia akan mengatakan, ‘Aku belum pernah melihat kebaikan
sedikit pun.’” (HR Bukhari dan lainnya).
Al-Baidhawi dalam Anwarut Tanzil wa Asrarut Ta’wil mengatakan, kufur secara bahasa menutup nikmat. Asalnya al-kafru, yaitu menutup. Kata kafir dapat disematkan pada petani dan malam. Menurut syariat, kufur adalah pengingkaran atas ilmu darurat agama, yaitu kedatangan Rasulullah. Sementara indzar adalah peringatan yang disertai kabar menakutkan akan azab Allah. Sedangkan faidah dari indzār padahal sudah diketahui tidak akan berhasil adalah penetapan hujjah atas mereka dan capaian Rasulullah atas keutamaan iblagh/penyampaian risalah. Wallahu a’lam. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar