Kamis, 07 Juli 2022

(Ngaji of the Day) Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 6

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا سَوَاءٌ عَلَيْهِمْ أَأَنْذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنْذِرْهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ


Innal ladzīna kafarū sawā’un ‘alayhim a’an dzartahum am lam tundzirhum lā yu’minūna.


Artinya, “Sungguh, orang-orang kafir itu–sama saja apakah kauberi peringatan atau tidak–tidak beriman.”


Orang-orang kafir (seperti Abu Jahal, Abu Lahab, dan selain keduanya)–sama saja kauberi peringatan atau tidak–tidak beriman (karena Allah memang telah mengetahui mereka sehingga kau tidak perlu mengharapkan keimanan mereka. Indzār atau peringatan adalah penyampaian pesan yang disertai kabar menakutkan). (Tafsirul Jalalain).

 

Az-Zuhayli dalam At-Tafsirul Munir membahas secara bahasa, kufrun adalah menutup atau menghalangi sesuatu. Siapa saja yang kafir, maka ia adalah orang yang menutupi kebenaran dan nikmat Allah kepadanya. Siapa saja yang tidak beriman kepada Al-Qur’an, niscaya ia adalah kafir. Ayat perihal orang kafir disebutkan setelah penjelasan ayat perihal orang beriman karena terdapat perbandingan antara orang beriman dan orang kafir. Kafir adalah lawan dari iman. Orang beriman selamat. Orang kafir celaka dan kekal di neraka jahanam.


Dua ayat Al-Baqarah ini, berdasarkan riwayat paling shahih yang diriwayatkan At-Thabari dari Ibnu Abbas dan Al-Kalbi, turun perihal pemuka-pemuka agama Yahudi Madinah, salah satunya, Huyay bin Akhthab, Ka’ab bin Asyraf, dan pemuka Yahudi lainnya. (Az-Zuhayli).

 

Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan bahwa ayat ini menerangkan secara teologi perihal orang kafir yang menutupi kebenaran. Sementara Allah telah menetapkan kekufuran mereka sehingga mereka tetap tidak akan beriman meski diperingatkan atau tidak, sebagaimana Surat Al-Baqarah ayat 145 dan Surat Yunus ayat 96-97. Orang yang telah ditetapkan Allah sebagai orang celaka (kafir), niscaya tidak ada yang dapat membahagiakannya (memberi jalan bahagia di akhirat melalui keimanan).


Orang yang telah ditentukan tersesat oleh Allah, niscaya tidak ada yang dapat memberinya petunjuk sehingga kau (Muhammad) jangan bawa dirimu pada penyesalan atas mereka. Cukup sampaikan risalah. Siapa saja yang menerima risalahmu, niscaya dia menerima bagian (karunia Allah) yang melimpah. Siapa saja yang berpaling, jangan kausesali mereka dan jangan juga hal itu membuatmu padam menyampaikan risalah sebagaimana Surat Ar-Ra’du ayat 40 dan Surat Hud ayat 12. (Ibnu Katsir)

 

Ibnu Katsir mengutip Ali bin Abu Thalhah dari Ibnu Abbas perihal Surat Al-Baqarah ayat 6, Rasulullah SAW pernah mengharapkan keimanan semua orang dan mengharapkan mereka semua mengikuti jalan hidayah. Lalu Allah mengingatkannya bahwa tidak ada yang beriman kecuali mereka yang telah ditetapkan sebelumnya oleh Allah sebagai orang bahagia. Tiada yang tersesat kecuali mereka yang telah ditentukan sebelumnya oleh Allah sebagai orang celaka.


Dalam menjelaskan Surat Al-Baqarah ayat 6, Imam Al-Baghowi dalam tafsirnya Ma’alimut Tanzil menyebut empat jenis kufur: kufur ingkar, kufur juhud, kufur inad, dan kufur nifaq.


1. Kufur/kafir ingkar. Kufur ingkar adalah kekafiran orang yang tidak mengenal Allah dan tidak mengakui-Nya sama sekali.


2. Kufur/kafir juhud. Kufur juhud adalah kekafiran orang yang mengenal Allah dengan batinnya, tetapi tidak mau mengikrarkan melalui lisannya. Mereka yang masuk dalam kategori kufur ini adalah Iblis dan sebagian Yahudi Madinah yang mengenal kerasulan Nabi Muhammad lalu mengingkarinya seperti keterangan Surat Al-Baqarah ayat 89.


3. Kufur/kafir inad. Kufur inad adalah kekafiran orang yang mengenal Allah dengan batinnya, mengakui-Nya secara lisan, tetapi enggan memeluk agama-Nya. Mereka yang masuk dalam kategori kufur ini adalah salah satunya adalah Abu Thalib.


Abu Thalib pernah mengatakan, “Aku tahu bahwa agama (yang disampaikan) Muhammad adalah sebaik-baik agama manusia. Kalau tidak ada hinaan dan menghindari cacian, kau akan mendapatiku toleran jelas dengan itu.”


4. Kufur/kafir nifaq. Kufur nifaq adalah kekafiran orang yang mengikrarkan Islam secara lisan, tetapi batinnya tidak mengakuinya. Mereka yang masuk dalam kategori kufur ini adalah sebagian Yahudi Madinah seperti keterangan Al-Baqarah ayat 8 dan seterusnya. 


وَجَمِيعُ هَذِهِ الْأَنْوَاعِ سَوَاءٌ فِي أَنَّ مَنْ لَقِيَ اللَّهَ تَعَالَى بِوَاحِدٍ مِنْهَا لَا يُغْفَرُ لَهُ


Artinya, “Orang yang mati dalam keadaan salah satu dari empat jenis kafir ini tidak akan diampuni.” (Al-Baghowi, Ma’alimut Tanzil).

 

Menurut Al-Baghowi, kufur bermakna harfiah menutup. Oleh karena itu, malam disebut kafir karena malam menutupi segala sesuatu lantaran kegelapannya. Petani juga disebut kafir karena ia menutupi benih dengan tanah. Sementara orang kafir menutupi kebenaran karena keingkarannya. Sebagaimana Ibnu Katsir, Al-Baghowi mengatakan bahwa Surat Al-Baqarah ayat 6 turun perihal kaum yang telah ditentukan sebelumnya sebagai orang celaka (dengan kekekalan mereka di neraka) dalam ilmu Allah yang azali.


Al-Qurthubi dalam Tafsirnya, Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, mengutip contoh jenis kafir nikmat dari hadits riwayat Imam Bukhari. Kafir atau kufur memiliki banyak makna. Tetapi kafir yang dimaksud dalam ayat ini adalah kufur dalam arti lawan kata dari keimanan. Pasalnya, kafir juga bermakna pengingkaran atas kebaikan orang lain sebagaimana hadits riwayat Bukhari. “Aku bermimpi, di neraka melihat pemandangan lebih berat yang belum pernah kusaksikan seperti hari ini. Kulihat kebanyakan penghuninya adalah perempuan.” “Sebab apa ya Rasulullah?” tanya sahabat. “Sebab kekufuran mereka.” “Apakah mereka mengingkari Allah?” tanya sahabat. “Mereka mengingkari suami dan mengingkari kebaikan. Seandainya kau berbuat baik kepada salah satu dari mereka sepanjang waktu, lalu dia melihat sedikit kekuranganmu, niscaya dia akan mengatakan, ‘Aku belum pernah melihat kebaikan sedikit pun.’” (HR Bukhari dan lainnya).

 

Al-Baidhawi dalam Anwarut Tanzil wa Asrarut Ta’wil mengatakan, kufur secara bahasa menutup nikmat. Asalnya al-kafru, yaitu menutup. Kata kafir dapat disematkan pada petani dan malam. Menurut syariat, kufur adalah pengingkaran atas ilmu darurat agama, yaitu kedatangan Rasulullah. Sementara indzar adalah peringatan yang disertai kabar menakutkan akan azab Allah. Sedangkan faidah dari indzār padahal sudah diketahui tidak akan berhasil adalah penetapan hujjah atas mereka dan capaian Rasulullah atas keutamaan iblagh/penyampaian risalah. Wallahu a’lam. []

 

Sumber: NU Online

Tidak ada komentar:

Posting Komentar