KHOTBAH JUM'AT
Dua Hal Menentukan bagi Kebaikan Manusia
Khutbah I
الحَمْدُ
للهِ الّذِي لَهُ مَا فِي السمَاوَاتِ وَمَا فِي اْلأَرْضِ وَلَهُ الحَمْدُ فِي
الآخرَة الْحَكِيمُ الْخَبِيرُ يَعْلَمُ مَا يَلِجُ فِي الْأَرْضِ وَمَا يَخْرُجُ
مِنْهَا وَمَا يَنزِلُ مِنَ السَّمَاءِ وَمَا يَعْرُجُ فِيهَا وهو الرّحِيم
الغَفُوْر. . أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ ،
وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى بِقَوْلِهِ
وَفِعْلِهِ إِلَى الرَّشَادِ. اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَاِبهِ الهَادِيْنَ لِلصَّوَابِ وَعَلَى
التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ اْلمَآبِ.
اَمَّا
بَعْدُ، فَيَااَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، اِتَّقُوْااللهَ حَقَّ تُقَاتِه
وَلاَتَمُوْتُنَّ اِلاَّوَأَنـْتُمْ مُسْلِمُوْنَ فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي
كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: الْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلَى أَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَا
أَيْدِيهِمْ وَتَشْهَدُ أَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
Dalam kitab an-Nawâdir, Syekh Syihabuddin Ahmad ibn Salamah al-Qalyubi
menyuguhkan sebuah renungan dalam kisah Luqman an-Naubi al-Hakim bin Anqa’ bin
Baruq. Ia adalah penduduk asli Ailah, sebuah kota Islam kuno yang sekarang
masuk kota bernama Aqaba, sebelah selatan Yordania, dekat perbatasan Israel.
Cerita dimulai ketika Luqman al-Hakim menerima seekor kambing dari tuannya.
Sang tuan meminta Luqman menyembelih kambing tersebut dan mengantarkan bagian
paling buruk, paling kotor, dari tubuh kambing itu.
Ya. Luqman menggorok leher kambing, mengulitinya, dan mengiris-irisnya sesuai
kebutuhan. Ia pun secara khusus mengambil bagian lidah dan hati kambing lalu
mengantarkannya kepada sang tuan.
Tuannya memberinya kambing lagi. Tugasnya sama: kambing harus menyembelih.
Namun kali ini sang tuan menginginkan Luqman membawakannya bagian yang paling
bagus, paling menyehatkan.
Luqman menjalankan tugasnya lagi dengan baik. Kambing disembelih, lantas dibawakannya
lagi bagian lidah dan hati. Luqman menyodorkan hal yang sama untuk dua
permintaan yang saling berlawanan.
Tuannya pun bertanya-tanya tentang apa yang dilakukan Luqman. Jawab Luqman,
“Wahai tuanku, tak ada yang lebih buruk ketimbang lidah dan hati bila keduanya
buruk, dan tidak ada yang lebih bagus dari lidah dan hati bila keduanya bagus.”
Jama’ah shalat Jumat hadâkumullâh,
Kisah ini mengungkap pesan bahwa hal paling krusial dalam hidup ini adalah
terjaganya hati dan lidah. Lebih dari sekadar daging fisik, keduanya adalah
kiasan dari nurani dan perkataan manusia. Keduanya memberi pengaruh yang amat
menentukan bagi orang lain dan lingkungan sekitar, entah dalam wujud yang
manfaat atau merugikan.
Penjelasan tersebut selaras dengan sabda Nabi bahwa hati merupakan pangkal dari
kebaikan seluruh anggota badan. Sebagaimana tertuang dalam hadits:
Dari An Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
أَلاَ
وَإِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ ،
وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ . أَلاَ وَهِىَ الْقَلْبُ
“Ingatlah bahwa di dalam jasad ada segumpal daging. Apabila ia baik maka
baiklah seluruh jasad. Jika ia rusak maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah
bahwa ia adalah hati (jantung)” (HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599).
Hadits ini juga bisa dimaknai secara luas, bukan semata hati atau jantung dalam
pengertian fisik. Hati memiliki sifat yang demikian menentukan. Rusaknya hati
berakibat pada rusaknya amal-amal kebaikan yang datang dari semua anggota
tubuh. Di dalam hati terkandung niat, tujuan, keinginan, dan hal-hal lain yang
tak terjangkau secara indrawi. Namun, justru karena tak tampak inilah amal
perbuatan menjadi sulit dinilai apakah ia benar-benar baik atau tidak.
Sebagai contoh, orang yang demikian gemar mengeluarkan sedekah namun punyak
maksud terselubung meraup keuntungan duniawi, entah itu citra sebagai pribadi
yang dermawan di mata masyarakat, dukungan politik, atau keinginan untuk
menaikkan kelas sosial tertentu. Secara lahiriah, perbuatan sedekah adalah
positif, namun karena diiringi dengan getaran hati yang serbapamrih, amalan
tersebut bisa jadi tak mengandung pahala apa-apa di sisi Allah. Ini sekadar
contoh rusaknya amal akibat rusaknya hati.
Jamaah shalat Jumat hadâkumullâh,
Yang kedua adalah pentingnya memperhatikan aktivitas lisan. Ungkapan populer
bahwa lidah tak bertulang menggambarkan mudahnya organ tubuh yang satu ini
meluncurkan kata-kata, dan sering kali menggelincirkan mereka yang tidak
waspada menggunakannya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ
الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ اللهِ لَا يُلْقِي لَهَا
بَالًا يَرْفَعُهُ اللهُ بِهَا دَرَجَاتٍ وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ
بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللهِ لَا يُلْقِي لَهَا بَالًا يَهْوِي بِهَا فِي
جَهَنَّمَ
“Sungguh ada seorang hamba benar-benar berbicara dengan satu kalimat yang Allah
ridhai, dia tidak menganggapnya penting; dengan sebab satu kalimat itu Allah
menaikkannya beberapa derajat. Dan sungguh ada seorang hamba benar-benar
berbicara dengan satu kalimat yang Allah murkai, dia tidak menganggapnya
penting; dengan sebab satu kalimat itu dia terjerumus ke dalam neraka
Jahannam.” [HR al-Bukhâri]
Menurut Ibnu Hajar al-‘Asqalani rahimahullah, “tidak menganggap penting” itu
bisa berarti tidak memikirkan kandungan perkataan, serta dampak, serta risiko
yang ditimbukannya. Ini merupakan peringatan bahwa berbicara bukan semata
mengeluar kata-kata tapi juga merupakan proses berpikir dan menimbang-nimbang.
Ketika proses tersebut tidak dilalui maka hal terbaik yang dilakukan manusia
adalah diam.
وَمَنْ
كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَــقُلْ خَــــيْرًا أَوْ
لِيَـصـــمُــتْ
“Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia berkata yang
baik atau diam.” [HR Bukhari]
Menarik ketika kita perhatikan hadits ini. Rasulullah menggunakan “Siapa yang
beriman kepada Allah dan hari akhir” untuk memulai pesan agar manusia berkata
yang baik. Hal ini menunjukkan betapa vitalnya lisan hingga ia dikaitkan dengan
keimanan kepada Allah dan hari akhir. Seolah-olah orang yang tidak berkata baik
adalah orang-orang yang tidak sadar akan kehadiran Allah dan tidak percaya akan
balasan di akhirat kelak atas mulut kotornya itu.
Di zaman modern ini perkataan manusia tak hanya keluar melalui lisan tapi juga
tulisan yang tersebar di media sosial. Dampaknya pun sama besarnya dengan
kat-kata lidah. Melalui media sosial, seseorang bisa menghina, menghujat,
menyebar berita bohong, membuka aib orang lain, mengadu domba, memfitnah, atau
membualkan sesuatu yang tidak berguna.
Dengan demikian, perkataan yang semula dimonopoli lidah kini kita temukan pula
diproduksi oleh jari-jari tangan, bahkan dalam persebaran dan jangkauan yang
lebih luas. Karena itu, penting pula bagi kita untuk tidak hanya memikirkan apa
saja yang hendak kita omongkan tapi juga apa saja yang ingin kita tuliskan.
Jamaah shalat Jumat hafidhakumullâh,
Kalau hati merupakan pangkal dari kebaikan dan keburukan suatu perbuatan maka
lidah menjadi pintu keluar paling boros kebaikan dan keburukan itu. Karena itu
menjaga hati agar bersih dari niatan buruk merupakan hal yang pokok.
Dilanjutkan kemudian untuk mengontrol lidah agar tidak membuat kerugian bagi
diri sendiri dan orang lain atau lingkungan di sekitarnya.
Semoga kita semua terhindar dari berbagai iktikad dan tindakan buruk dari
seluruh anggota badan kita karena sesungguhnya tiap organ yang ada dalam tubuh
kita kelak akan dimintai pertangungjawaban. Wallahu a’lam.
بَارَكَ
الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ
بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ
تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا
فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم
Khutbah II
اَلْحَمْدُ
للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ.
وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ
رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ
وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
أَمَّا
بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا
عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ
بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ
وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا
صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ
وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ
عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ
بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ
بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا
أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ
اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ
اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ
وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ
اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ
اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ
الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ
وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ
عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ
عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى
اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا
وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ
! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ
وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ
نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ
Sumber: NU Online