Catatan Penistaan
ISIS Terhadap Hadits
Judul
Buku : Bid'ah Ideologi ISIS: Catatan
Penistaan ISIS Terhadap Hadits
Penulis
: M. Najih
Arromadloni
Tebal
: 202 halaman
Cetakan
: Pertama, Maret
2017
Penerbit
: Daulat Press
Jakarta
ISBN
: 9786021813157
Peresensi
: Fathoni Ahmad
Perilaku dan tindakan
ekstrem atas nama agama kerap menjadi stigma bagi masyarakat dunia (baca:
Barat) untuk menjustifikasi bahwa Islam adalah agama teroris. Brand ini bukan
tanpa alasan karena yang seringkali melakukan teror mematikan dengan
menggunakan bom, dan lain-lain tidak lain adalah seorang Muslim.
Tentu tindakan
tersebut hanya dilakukan oknum, baik dalam bentuk kelompok, organisasi, maupun
individu. Namun, sebagian orang Barat nampaknya memmukul rata (generalisir)
untuk menjustifikasi orang Islam sehingga mereka pun terkadang mengalami
diskriminasi di negara-negara Barat atas perbuatan segelintir oknum yang
nyata-nyata membuat wajah Islam tidak baik di mata dunia.
Pada prinsipnya,
kelompok-kelompok ekstrem (tatharruf) kerap menggunakan ayat-ayat pedang
(qital) untuk melegitimasi aksi kejinya atas nama jihad menegakkan agama Allah,
perjuangan mendirikan negara Islam, dan sejumlah argumentasi utopia
lainnya.
Kelompok paling nyata
yang sering mempropagandakan kekejaman teror atas nama agama adalah Islamic
State of Iraq and Syria (ISIS) dengan mendeligitimasi ayat-ayat Al-Qur’an dan
Hadits. Kajian serius tentang ISIS yang keliru dan melenceng dalam menggunakan
Hadits dikupas secara mendalam oleh M. Najih Arromadloni dalam bukunya, Bid’ah
Ideologi ISIS: Catatan Penistaan ISIS Terhadap Hadits.
Awalnya buku ini
merupakan penelitian Tesisnya yang berhasil ia pertahankan di depan para
penguji di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya. Buku setebal
202 halaman ini juga bukan hanya mengkaji penistaan ISIS terhadap hadits,
tetapi juga berupaya mengenalkan lebih jauh tentang ISIS kepada para pembaca.
Seperti apa sepak terjang ISIS semenjak dideklarasikan pada tahun 2014 lalu,
namun jauh sebelum itu, yakni ketika veteran perang Afghanistan mulai menciptakan
embriologinya di tahun 1990-an.
Dalam pandangan
penulis buku, ISIS sebagaimana organisasi radikal lain yang berlabel agama
tidak lebih dari sekadar organisasi politik yang menggunakan dan menyajikan
ayat-ayat pedang dengan dalih menegakkan agama Allah untuk tujuan pendirian
Daulah Islamiyah. Gerakan ini secara berkelindan membuat ISIS sering memahami
hadits secara politis atau dengan kata lain melakukan politisasi hadits.
Buku ini juga
menerangkan secara jelas mana hadits-hadits yang sering terpolitisir oleh paham
ekstrem-radikal Abu Bakar Al-Baghdadi dan kroni-kroni kejinya di ISIS. Mereka
bukan hanya melenceng jauh dari konteks diturunkannya nash, tetapi juga tidak
mampu memahami bahwa keberadaan Al-Qur’an maupun Hadits tidak berdiri sendiri melainkan
saling bertautan. Tautan antara ayat satu dengan yang lain dan hadits satu
dengan hadits lain mewujudkan pemahaman agama secara mendalam, tidak dangkal
dan radikal seperti tampak dalam nalar kelompok ISIS.
Salah satu yang
disebut dalam buku ini mengenai ISIS adalah merupakan kelompok takfiri radikal.
Artinya mereka tidak hanya mudah mengafirkan dengan hadits-hadits yang
dieksploitir secara politis, tetapi juga berlaku brutal dengan cara kekerasan,
merampas, hingga membunuh orang lain yang dianggap kufur oleh mereka. Bahkan
sampai menghalalkan seorang perempuan untuk dijadikan budak seks dan dijual
bebas.
Di era teknologi
informasi yang terbuka bebas dan serba cepat, ISIS memanfaatkan betul
kecanggihan tersebut, utamanya melalui media sosial. Tercatat pada tahun 2014
lalu, mereka menciptakan sekitar 50.000 akun lebih di media sosial untuk
melakukan propaganda radikalnya. Nampaknya, mereka sengaja menciptakan
keresahan dan ketakutan di tengah masyarakat dunia lewat aksi kejinya seperti
memberondong dengan tembakan kepada sejumlah orang secara hidup-hidup,
membakar, hingga menggorok secara tidak berperikemanusiaan dan diunggah di
media sosial You Tube.
Lebih keji lagi,
korban mereka tidak hanya dari kalangan Muslim, tetapi juga dari agama dan
kelompok-kelompok lain seperti Yahudi, Kristen, Katolik, Sunni, Syiah, dan
kelompok serta suku-suku lainnya. Artinya, keberadaan mereka seperti
tanda-tanda akhir zaman dengan hadirnya fitnah kubro (fitnah besar untuk
seluruh manusia), seseorang atau sekelompok orang yang tidak sepaham dan tidak
mau mengikuti ISIS, maka jaminannya adalah nyawa yang siap melayang dengan cara
keji. Wallahu a’lam bisshowab.
Dalam buku tersebut
juga dijelaskan, pada awal April 2014 lalu, salah seorang juru bicara ISIS Abu
Muhammad al-‘Adnani menyatakan, Nabi Muhammad adalah seorang yang diutus untuk
mengemban pedang sebagai Rahmat bagi alam semesta. (Halaman 18)
Ia mendasarkan
pendapatnya itu pada sebuah hadits berikut: Nabi SAW bersabda, “Aku diutus
dengan pedang, menjelang datangnya hari kiamat, sampai Allah disembah secara
esa bayang-bayang busurku dan akan ditimpakkan kehinaan dan kerendahan atas
orang yang menyalahi aturanku, dan barang siapa menyerupai suatu kaum, maka ia
merupakan bagian dari mereka.” (HR Ahmad dalam al-Musnad dari Ibnu Umar dan
dijadikan Shahid oleh al-Bukhori)
Hadits di atas bukan
hanya dieksploitir untuk melegalkan aksi keji mereka, tetapi mereka juga tidak
berupaya memahami konteks diturunkannya (asbabul wurud) hadits tersebut. Di
titik ini, ISIS atau kelompok ekstrem sejenis hanya menghadirkan ayat-ayat
pedang atau perang, padahal ayat-ayat al-Qur’an dan Hadits yang menyatakan
bahwa Islam adalah agama kedamaian, rahmat, dan toleran tidak kalah banyaknya.
Lantas, mengapa mereka hanya memilih ayat-ayat perang dalam memanifestasikan
keagamaan mereka?
Sebetulnya ISIS
merupakan salah satu kelompok yang mewujudkan ekstrem radikalnya melalui
tindakan langsung secara keji yang berawal dari radikalisme. Jika digambarkan
secara jelas, radikalisme bisa dibagi menjadi tiga, bertindak secara radikal
(melakukan teror), radikalisme pemikiran, dan radikalisme secara pemahaman.
Konteks Indonesia sendiri, saat ini eskalasi penguatan radikalisme ada pada
aspek pemikiran dan pemahaman. Yang jelas, muara dari semua itu adalah tindakan
teror.
Kajian holistik yang
dilakukan oleh penulis buku ini membawa pembaca untuk menyelami ISIS hingga ke
akar-akarnya. Pembaca dapat memahami ISIS secara historis, geneologis, dan
ideologis. Tokoh-tokoh utama beserta jaringan organisasinya juga dapat pembaca temukan
di dalam buku yang banyak menghadirkan rujukan kitab-kitab secara otoritatif
ini.
Kajian buku yang
mendasarkan diri dari Majalah Dabiq yang disebarluaskan ISIS di internet ini,
penulis buku berupaya menganalisis penistaan Hadits yang dilakukan oleh ISIS
tentang khilafah, jihad, hijrah, Iman, dan al-Malahim. Review buku secara
singkat ini tentu belum menghadirkan semua informasi dan gagasan penulis buku
secara utuh sehingga pembaca dapat memahami lebih jauh lagi dengan membaca
bukunya secara langsung. Selamat membaca! []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar