Rabu, 20 September 2017

(Ngaji of the Day) Waktu dan Besaran Nafkah Anak kepada Orang Tua



Waktu dan Besaran Nafkah Anak kepada Orang Tua

Pertanyaan:

Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Redaksi Bahtsul Masail NU Online, saya ingin bertanya. Ayah saya berusia 65 tahun dan memiliki beberapa anak. Sebagian anaknya sudah menikah. Selama ini ayah dan ibu saya hidup cukup dari usaha pensiunan. Tetapi ayah saya kadang masih mengharapkan bantuan finansial dari anak-anaknya sebagai bentuk balas budi kepada orang tua. Mohon penjelasannya. Terima kasih. Wassalamu ‘alaikum wr. wb.

Aisyah – Bogor

Jawaban:

Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Penanya yang budiman, semoga Allah SWT menurunkan rahmat-Nya untuk kita semua. Allah memerintahkan manusia untuk berbakti kepada kedua orang tua. Perintah ini disebutkan langsung antara lain di dalam Surat Luqman ayat 14-15.

Dalam Surat Luqman ayat 14-15, Allah meminta manusia untuk berbakti kepada orang tua dalam segala hal. Manusia diperintahkan untuk membantu kedua orang tua baik selagi hidup maupun ketika keduanya sudah wafat.

Adapun kebaktian anak terhadap orang tua dalam bentuk nafkah berupa makanan pokok adalah wajib selagi anak itu mampu membantu orang tuanya.

وإنما تجب نفقة الوالدين بشروط منها يسار الولد والموسر من فضل عن قوته وقوت عياله في يومه وليلته ما يصرفه إليهما فإن لم يفضل فلا شيء عليه لإعساره

Artinya, “Kedua orang tua wajib dinafkahi oleh anaknya dengan syarat antara lain kelapangan rezeki anak yang bersangkutan. Batasan kelapangan rezeki adalah mereka yang memiliki kelebihan harta setelah menutupi kebutuhan makanan pokok dirinya dan anak-istrinya sehari-semalam itu di mana kelebihan itu dapat diberikan kepada kedua orang tuanya. Jika anak itu tidak memiliki kelebihan harta, maka ia tidak berkewajiban apapun atas nafkah kedua orang tuanya lantaran kesempitan rezeki yang bersangkutan,” (Lihat Taqiyudin Abu Bakar Al-Hushni, Kifayatul Akhyar, Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah, 2001 M/1422 H, halaman 577).

Meski demikian, tidak setiap orang tua memerlukan bantuan nafkah dari anaknya. Orang tua yang berhak menerima bantuan nafkah dari anak adalah mereka yang memenuhi dua syarat mustahik nafkah.

فَأَمَّا الْوَالِدُونَ فَتَجِبُ نَفَقَتُهُمْ) عَلَى الْفُرُوعِ (بِشَرْطَيْنِ) أَيْ بِأَحَدِ شَرْطَيْنِ (الْفَقْرُ وَالزَّمَانَةُ) وَهِيَ بِفَتْحِ الزَّايِ الِابْتِلَاءُ وَالْعَاهَةُ (أَوْ الْفَقْرُ وَالْجُنُونُ) لِتَحَقُّقِ الِاحْتِيَاجِ حِينَئِذٍ فَلَا تَجِبُ لِلْفُقَرَاءِ الْأَصِحَّاءِ، وَلَا لِلْفُقَرَاءِ الْعُقَلَاءِ، إنْ كَانُوا ذَوِي كَسْبٍ لِأَنَّ الْقُدْرَةَ بِالْكَسْبِ كَالْقُدْرَةِ بِالْمَالِ فَإِنْ لَمْ يَكُونُوا ذَوِي كَسْبٍ وَجَبَتْ نَفَقَتُهُمْ عَلَى الْفُرُوعِ. عَلَى الْأَظْهَرِ فِي الرَّوْضَةِ. وَزَوَائِدِ الْمِنْهَاجِ. لِأَنَّ الْفَرْعَ مَأْمُورٌ بِمُعَاشَرَةِ أَهْلِهِ بِالْمَعْرُوفِ وَلَيْسَ مِنْهَا تَكْلِيفُهُ الْكَسْبَ مَعَ كِبَرِ السِّنِّ

Artinya, “(Adapun orang tua wajib dinafkahi) oleh keturunannya (dengan dua syarat) atau salah satunya, yaitu ([pertama] kefakiran dan penyakit kronis) tertimpa musibah atau bencana [yang mencegahnya berusaha-pen], ([kedua] kefakiran dan kegilaan) karena riil hajat mereka ketika itu. Dari sini anak-keturunannya tidak wajib menafkahi orang tua yang fakir dan sehat; atau fakir dan waras meskipun mereka memiliki usaha/pekerjaan karena kemampuan berusaha/bekerja setara dengan potensi memiliki harta. Jika mereka tidak memiliki usaha, anak-keturunan mereka wajib menafkahinya, menurut pendapat lebih zhahir di Raudhah dan tambahan di Minhaj. Anak-keturunan diperintahkan bergaul dengan orang tuanya secara baik. Bukan termasuk kategori pergaulan baik kalau anak-keturunan membiarkan orang tua yang sudah renta/kakek-neneknya berusaha/bekerja,” (Lihat Muhammad bin Ahmad As-Syarbini, Al-Iqna’ pada Hasyiyatul Bujairimi alal Khatib, Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah, 1996 M/1417 H, juz IV, halaman 439-440).

Secara rinci kedua orang tua yang berhak menerima nafkah anaknya adalah mereka yang tidak kaya, tidak sehat, dan tidak waras.

الْفَقْر وَالزَّمَانَة) فالزمن الغني او الفقير القوي لا تجب نفقته (أَوْ الْفَقْر وَالْجُنُون) فالمجنون الغني او الفقير العاقل لا تجب نفقته

Artinya, “[Adapun orang tua wajib dinafkahi keturunannya dengan dua syarat atau salah satunya, yaitu (pertama kefakiran dan penyakit kronis) penderita penyakit kronis yang kaya atau orang fakir yang sehat-gagah tidak wajib dinafkahi, (atau kedua kefakiran dan kegilaan), orang gila yang kaya atau orang fakir yang waras tidak wajib dinafkahi,” (Lihat KH Afifuddin Muhajir, Fathul Mujibil Qarib, Situbondo, Al-Maktabah Al-As‘adiyah, cetakan pertama, 2014 M/1434 H, halaman 169).

Tetapi bagaimanapun, manusia tetap diharuskan untuk berbakti kepada kedua orang tuanya sesuai dengan kondisi keuangannya, tidak perlu memaksakan diri secara rutin dengan besaran tertentu.

ونفقة القريب لا تقدر، بل هي بقدر الكفاية وتختلف بالكبر والصغر والزهادة والرغبة... فلو ترك الإنفاق على قريبه حتى مضى زمان لم تصر دينا سواء تعدى أم لا لأنها شرعت على سبيل المواساة بخلاف نفقة الزوج لأنها عوض والله أعلم

Artinya, “Nafkah untuk kerabat (baik usul yaitu ayah-ibu dan kakek-nenek ke atas maupun furu’ yaitu anak-cucu ke bawah) tidak ditentukan batasannya, tetapi sewajarnya. Nafkah untuk kerabat itu berbeda ukurannya sesuai dengan usia dewasa atau di bawah dewasa, kezuhudan atau kekurangzuhudannya... Kalau seseorang tidak menafkahi kerabatnya hingga beberapa waktu baik karena kelalaian atau bukan, maka tidak dihitung utang karena nafkah kerabat disyariatkan untuk membantu saja sifatnya, berbeda dari nafkah istri karena nafkah istri merupakan semacam imbalan. Wallahu a‘lam,” (Lihat Taqiyudin Abu Bakar Al-Hushni, Kifayatul Akhyar, Beirut, Darul Fikr, 1994 M/1414 H, juz II, halaman 115).

Melihat kondisi kecukupan kedua orang tua seperti deskripsi pada pertanyaan di atas, dapat disimpulkan bahwa anak-anaknya tidak wajib menafkahi kedua orang tuanya. Tetapi tentu saja anak dianjurkan untuk memperlakukan kedua orang tuanya dengan baik dan sedikit-sedikit membantu keperluan kedua orang tuanya sesuai dengan kelonggaran kondisi keuangan anaknya.

Demikian jawaban singkat kami. Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka dalam menerima kritik dan saran dari para pembaca.

Wallahul muwaffiq ila aqwathih thariq,
Wassalamu ’alaikum wr. wb.

Alhafiz Kurniawan
Tim Bahtsul Masail NU

Tidak ada komentar:

Posting Komentar