Rabu, 13 September 2017

Dahlan: Politik Sudah Mulai Makan Korban Konglomerat



Politik Sudah Mulai Makan Korban Konglomerat
Oleh: Dahlan Iskan

ORANG terkaya satu ini terpaksa menjual 76 hotelnya. Juga 13 theme park-nya. Dan entah apalagi. Padahal, dia ingin terus mengembangkan bisnis theme park tersebut. Sampai bisa mengalahkan Disney-nya Amerika. Sampai-sampai dia sudah menjadi pemegang saham di Disneyland Shanghai.

Ekspansi bisnisnya juga lagi dihadang blokade. Bahkan dari dua arah. Sekaligus. Di waktu yang hampir bersamaan. Kini dia lagi pusing luar biasa. Tapi, Anda tidak perlu ikut memikirkannya. Itu pusingnya orang kaya.

Semula Wang Jianlin adalah orang terkaya nomor 1 di Tiongkok. Selama bertahun-tahun. Melejit terus. Baru tahun lalu posisinya merosot dikit. Ke No 2. Dikalahkan pengusaha IT, Jack Ma. Dengan grup Ali Baba-nya.

Bisnis awal Wang Jianlin adalah real estate. Dari situlah dia jadi kaya. Grup bisnis real estate-nya adalah ini: Wanda Group. Kantor pusatnya di Kota Dalian. Salah satu kota besar di Provinsi Liaoning. Berbatasan dengan Korea. Itulah kota pertama di Tiongkok yang dibuat cantik. Untuk percontohan kota lain yang masih kumuh. Wali kota Dalian saat itu dikenal hebat. Lalu, ditunjuk jadi gubernur dua periode. Dia pula yang memelopori bangun jalan tol pertama di Tiongkok. Dari Dalian ke ibu kota provinsi, Shenyang. Yang kemudian dikembangkan sebagai jaringan jalan tol ke seluruh negeri. Itulah awal mengapa kini Tiongkok memiliki jalan tol terpanjang di dunia. Setelah jadi gubernur yang hebat selama 10 tahun, dia naik lagi jadi wakil perdana menteri. Dan sekarang, dialah perdana menteri Tiongkok saat ini: Li Keqiang.

Wang Jianlin mulai terjun ke bisnis real estate di Dalian tersebut. Saat kota itu lagi getol-getolnya diremajakan. Lalu berkembanglah real estate-nya ke berbagai kota lain. Saat kota-kota lain itu meremajakan diri. Mengikuti jejak Dalian. Grup Wanda tidak terkalahkan. Dialah si raja tanah Tiongkok. Raja perumahan. Raja apartemen. Raja gedung. Raja mal. Raja hotel.

Kalau di Surabaya orang seperti itu disebut pengusaha lemah: lemahe uakeh (lemah dalam bahasa Jawa adalah tanah).

Sepuluh tahun belakangan Wang Jianlin ekspansi ke luar negeri: Amerika, Inggris, Spanyol, India, dan ke mana saja. Indonesia juga. Lewat Grup Lippo.

Di AS Wang Jianlin tidak tanggung-tanggung: masuk ke jantung pusat perfilman dunia. Membeli Hollywood. Dia beli perusahaan perfilman. Dia beli perusahaan rumah produksi film. Dia beli perusahaan jaringan bioskop. Akhirnya Wang Jianlin menjadi pemilik jaringan gedung bioskop terbesar di dunia.

Dia akhirnya tahu lika-liku bisnis perfilman. Ambi

si berikutnya adalah membangun Hollywood sendiri. Versi Tiongkok. Lokasinya di Kota Qingdao. Kota pantai yang terkenal dengan industri bir dan elektronik. Yang posisi kotanya persis berhadapan dengan Korea. Di kota ini pula dibangun jembatan di atas laut sepanjang hampir 50 km.

Begitu high profile Wang Jianlin ini. Saat peletakan batu pertama pembangunan Hollywood versi Tiongkok ini geger. Yang hadir bintang-bintang film top Hollywood. Seperti John Travolta, Leonardo DiCaprio, dan Kate Beckinsale.

Lalu...terjadilah pemilu di Amerika. Donald Trump menang. Antiasing. Termasuk anti-China.

Ekspansi Wang Jianlin ke Hollywood dianggap berbahaya. Bagi Amerika, Tiongkok dianggap sudah mulai menyerang jantungnya Amerika. Industri pop culture. Amerika merasa dapat serangan yang membahayakan. Dengan senjata yang disebut soft power. Inilah bentuk perang modern. Tidak menggunakan kekuatan bom dan kekerasan.

Sejumlah anggota DPR Amerika menulis petisi. Mengingatkan berbahayanya senjata soft power Tiongkok itu. Petisi tersebut sinkron dengan ideologi Donald Trump. Yang sering menyerang Tiongkok. Sebagai negara manipulator ekonomi, keuangan, dan perdagangan.

Investasi Tiongkok di AS memang mencapai rekor tahun lalu: 51 miliar dolar. Hampir Rp 600 triliun. Dalam satu tahun. Bandingkan dengan tahun sebelumnya yang ”hanya” 11 miliar dolar. Naik lima kali lipat.

”Ketakutan DPR Amerika itu berlebihan,” ujar Wang Jianlin kepada media dunia. ”Kami ini menghidupi 20.000 karyawan di AS. Investasi kami saja 10 miliar dolar,” tambahnya.

Rupanya AS sudah harus ambil tindakan. Senjata soft power yang dulu digunakan AS untuk menyerang dunia (McDonald, internet, dll) tidak boleh ditiru Tiongkok. Maka, transaksi terbaru Wang Jianlin untuk membeli Dick&Clark Production diblokade. Padahal, harga sudah disepakati. Wang akan membelanjakan 1 miliar dolar untuk membeli perusahaan yang berada di belakang Golden Globe dan American Music Award itu.

Dan.... Datang juga pukulan lain.

Di tengah pertempurannya dengan penguasa Amerika itu, tiba-tiba datang bencana dari dalam negeri. Dari negerinya sendiri. Tiongkok tidak suka pengusahanya terlalu ekspansif di luar negeri. Belum jelas. Apakah untuk menjaga hubungan dengan AS atau karena di dalam negeri sendiri lagi butuh investasi.

Memang bukan hanya Wang Jianlin yang jadi sasaran tembak. Tapi juga lima pemain agresif lainnya. Termasuk pemilik baru klub sepak bola AC Milan. Wang sendiri sudah membeli klub Atletico Madrid. Dua tahun lalu.

Intinya: kini Wanda Group tidak mudah lagi untuk mencari sumber dana di dalam negeri. Terutama dari perbankan. Padahal, penjualan rumah di real estate-nya tidak selaris dulu.

Akhir tahun lalu Wang sendiri mengatakan ekonomi Tiongkok masih sulit. Belum mendapatkan jalan keluar. Penurunan ekonomi ini, katanya, masih belum mencapai titik terendahnya. Berarti masih akan berlanjut. Kelebihan pasok rumah luar biasa besar. Untuk menjual rumah yang sudah dibangun tapi belum laku saat ini saja, kata Wang, diperlukan waktu lima tahun.

Tidak ada jalan lain. Kini Wang Jianlin harus menjual aset-asetnya. Yang sudah saya sebutkan di atas.

Tiga tahun lalu tidak ada yang membayangkan kesulitan ini bisa menimpanya. Tapi, Anda tidak perlu ikut memikirkannya. Itu kesulitannya orang kaya. Orang hanya heran mengapa itu terjadi. Hubungannya dengan pemerintah luar biasa baik. Ayahnya adalah pengikut long march-nya mendiang Mao Zedong. Wang sendiri umur 15 tahun sudah masuk tentara. Sampai umur 32 tahun. Selama 17 tahun di kemiliteran dia belajar disiplin. Yang kemudian, katanya, jadi modal sukses bisnisnya.

Dia sendiri, di umurnya yang 62 tahun sekarang ini, termasuk jajaran pimpinan pusat Partai Komunis Tiongkok. Sebagai Deputi Politbiro.

Wang Jianlin tidak seharusnya sulit. Prinsip bisnisnya dia pegang teguh. Katanya: kita harus dekat dengan pemerintah, tapi kalau bisa tidak usah dekat-dekat politik.

Apakah politik itu yang kini menjadi sandungan pesaing Disney dari Tiongkok ini? (*)

JAWA POS, 17 Juli 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar