Politik
Sudah Mulai Makan Korban Konglomerat
Oleh:
Dahlan Iskan
ORANG
terkaya satu ini terpaksa menjual 76 hotelnya. Juga 13 theme park-nya. Dan
entah apalagi. Padahal, dia ingin terus mengembangkan bisnis theme park
tersebut. Sampai bisa mengalahkan Disney-nya Amerika. Sampai-sampai dia sudah
menjadi pemegang saham di Disneyland Shanghai.
Ekspansi
bisnisnya juga lagi dihadang blokade. Bahkan dari dua arah. Sekaligus. Di waktu
yang hampir bersamaan. Kini dia lagi pusing luar biasa. Tapi, Anda tidak perlu
ikut memikirkannya. Itu pusingnya orang kaya.
Semula
Wang Jianlin adalah orang terkaya nomor 1 di Tiongkok. Selama bertahun-tahun.
Melejit terus. Baru tahun lalu posisinya merosot dikit. Ke No 2. Dikalahkan
pengusaha IT, Jack Ma. Dengan grup Ali Baba-nya.
Bisnis
awal Wang Jianlin adalah real estate. Dari situlah dia jadi kaya. Grup bisnis
real estate-nya adalah ini: Wanda Group. Kantor pusatnya di Kota Dalian. Salah
satu kota besar di Provinsi Liaoning. Berbatasan dengan Korea. Itulah kota
pertama di Tiongkok yang dibuat cantik. Untuk percontohan kota lain yang masih
kumuh. Wali kota Dalian saat itu dikenal hebat. Lalu, ditunjuk jadi gubernur
dua periode. Dia pula yang memelopori bangun jalan tol pertama di Tiongkok.
Dari Dalian ke ibu kota provinsi, Shenyang. Yang kemudian dikembangkan sebagai
jaringan jalan tol ke seluruh negeri. Itulah awal mengapa kini Tiongkok
memiliki jalan tol terpanjang di dunia. Setelah jadi gubernur yang hebat selama
10 tahun, dia naik lagi jadi wakil perdana menteri. Dan sekarang, dialah
perdana menteri Tiongkok saat ini: Li Keqiang.
Wang
Jianlin mulai terjun ke bisnis real estate di Dalian tersebut. Saat kota itu
lagi getol-getolnya diremajakan. Lalu berkembanglah real estate-nya ke berbagai
kota lain. Saat kota-kota lain itu meremajakan diri. Mengikuti jejak Dalian.
Grup Wanda tidak terkalahkan. Dialah si raja tanah Tiongkok. Raja perumahan.
Raja apartemen. Raja gedung. Raja mal. Raja hotel.
Kalau di
Surabaya orang seperti itu disebut pengusaha lemah: lemahe uakeh (lemah dalam
bahasa Jawa adalah tanah).
Sepuluh
tahun belakangan Wang Jianlin ekspansi ke luar negeri: Amerika, Inggris,
Spanyol, India, dan ke mana saja. Indonesia juga. Lewat Grup Lippo.
Di AS
Wang Jianlin tidak tanggung-tanggung: masuk ke jantung pusat perfilman dunia.
Membeli Hollywood. Dia beli perusahaan perfilman. Dia beli perusahaan rumah
produksi film. Dia beli perusahaan jaringan bioskop. Akhirnya Wang Jianlin
menjadi pemilik jaringan gedung bioskop terbesar di dunia.
Dia
akhirnya tahu lika-liku bisnis perfilman. Ambi
si
berikutnya adalah membangun Hollywood sendiri. Versi Tiongkok. Lokasinya di
Kota Qingdao. Kota pantai yang terkenal dengan industri bir dan elektronik.
Yang posisi kotanya persis berhadapan dengan Korea. Di kota ini pula dibangun
jembatan di atas laut sepanjang hampir 50 km.
Begitu
high profile Wang Jianlin ini. Saat peletakan batu pertama pembangunan
Hollywood versi Tiongkok ini geger. Yang hadir bintang-bintang film top
Hollywood. Seperti John Travolta, Leonardo DiCaprio, dan Kate Beckinsale.
Lalu...terjadilah
pemilu di Amerika. Donald Trump menang. Antiasing. Termasuk anti-China.
Ekspansi
Wang Jianlin ke Hollywood dianggap berbahaya. Bagi Amerika, Tiongkok dianggap
sudah mulai menyerang jantungnya Amerika. Industri pop culture. Amerika merasa
dapat serangan yang membahayakan. Dengan senjata yang disebut soft power.
Inilah bentuk perang modern. Tidak menggunakan kekuatan bom dan kekerasan.
Sejumlah
anggota DPR Amerika menulis petisi. Mengingatkan berbahayanya senjata soft
power Tiongkok itu. Petisi tersebut sinkron dengan ideologi Donald Trump. Yang
sering menyerang Tiongkok. Sebagai negara manipulator ekonomi, keuangan, dan
perdagangan.
Investasi
Tiongkok di AS memang mencapai rekor tahun lalu: 51 miliar dolar. Hampir Rp 600
triliun. Dalam satu tahun. Bandingkan dengan tahun sebelumnya yang ”hanya” 11
miliar dolar. Naik lima kali lipat.
”Ketakutan
DPR Amerika itu berlebihan,” ujar Wang Jianlin kepada media dunia. ”Kami ini
menghidupi 20.000 karyawan di AS. Investasi kami saja 10 miliar dolar,”
tambahnya.
Rupanya
AS sudah harus ambil tindakan. Senjata soft power yang dulu digunakan AS untuk
menyerang dunia (McDonald, internet, dll) tidak boleh ditiru Tiongkok. Maka,
transaksi terbaru Wang Jianlin untuk membeli Dick&Clark Production
diblokade. Padahal, harga sudah disepakati. Wang akan membelanjakan 1 miliar
dolar untuk membeli perusahaan yang berada di belakang Golden Globe dan
American Music Award itu.
Dan....
Datang juga pukulan lain.
Di tengah
pertempurannya dengan penguasa Amerika itu, tiba-tiba datang bencana dari dalam
negeri. Dari negerinya sendiri. Tiongkok tidak suka pengusahanya terlalu
ekspansif di luar negeri. Belum jelas. Apakah untuk menjaga hubungan dengan AS
atau karena di dalam negeri sendiri lagi butuh investasi.
Memang
bukan hanya Wang Jianlin yang jadi sasaran tembak. Tapi juga lima pemain
agresif lainnya. Termasuk pemilik baru klub sepak bola AC Milan. Wang sendiri
sudah membeli klub Atletico Madrid. Dua tahun lalu.
Intinya:
kini Wanda Group tidak mudah lagi untuk mencari sumber dana di dalam negeri.
Terutama dari perbankan. Padahal, penjualan rumah di real estate-nya tidak
selaris dulu.
Akhir
tahun lalu Wang sendiri mengatakan ekonomi Tiongkok masih sulit. Belum
mendapatkan jalan keluar. Penurunan ekonomi ini, katanya, masih belum mencapai
titik terendahnya. Berarti masih akan berlanjut. Kelebihan pasok rumah luar
biasa besar. Untuk menjual rumah yang sudah dibangun tapi belum laku saat ini
saja, kata Wang, diperlukan waktu lima tahun.
Tidak ada
jalan lain. Kini Wang Jianlin harus menjual aset-asetnya. Yang sudah saya
sebutkan di atas.
Tiga
tahun lalu tidak ada yang membayangkan kesulitan ini bisa menimpanya. Tapi,
Anda tidak perlu ikut memikirkannya. Itu kesulitannya orang kaya. Orang hanya
heran mengapa itu terjadi. Hubungannya dengan pemerintah luar biasa baik.
Ayahnya adalah pengikut long march-nya mendiang Mao Zedong. Wang sendiri umur
15 tahun sudah masuk tentara. Sampai umur 32 tahun. Selama 17 tahun di
kemiliteran dia belajar disiplin. Yang kemudian, katanya, jadi modal sukses
bisnisnya.
Dia
sendiri, di umurnya yang 62 tahun sekarang ini, termasuk jajaran pimpinan pusat
Partai Komunis Tiongkok. Sebagai Deputi Politbiro.
Wang
Jianlin tidak seharusnya sulit. Prinsip bisnisnya dia pegang teguh. Katanya:
kita harus dekat dengan pemerintah, tapi kalau bisa tidak usah dekat-dekat
politik.
Apakah
politik itu yang kini menjadi sandungan pesaing Disney dari Tiongkok ini? (*)
JAWA POS,
17 Juli 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar