Jumat, 29 Oktober 2021

(Do'a of the Day) 22 Rabiul Awwal 1443H

Wa in tardud faman na'tii,

Binaili jamii'i haajaati.

Ayaa jaalil mulimmaati,

Bi ahlil badri yaa Allaah.

 

Ilaahighfir wa akrimnaa,

Binaili mathaalibim minnaa.

Wa dafi' masaa-atin 'annaa,

Bi ahlil badri yaa Allaah.

 

Ya Allah, jika Engkau tolak kami,

Maka kepada siapakah kami akan mengadu dan meminta semua kebutuhan kami.

Ya Allah Yang Maha Menghapus semua bencana dan musibah,

Lantaran tawassul kami dengan Ahlul Badr (yang dijamin Allah masuk surga).

 

Ya Allah Tuhan kami, ampunilah dan muliakanlah kami,

Dengan memperoleh semua permohonan kami.

Ya Allah Tuhan kami, selamatkanlah kami dari kejahatan,

Lantaran tawassul kami dengan Ahlul Badr (yang dijamin Allah masuk surga).

 

Allaahumma shalli wa sallim wa baarik 'alaihi.

 

[]

 

Dari Kitab iqdl al-Jawahir ditulis oleh Syekh Jafair Al-Barzanji bin Husin bin Abdul Karim

(Ngaji of the Day) Cara Pemulasaraan Jenazah Tak Utuh karena Musibah

Bagaimanakah cara pemulasaraan jenazah yang meninggal akibat kecelakaan atau bencana, di mana tubuhnya seringkali rusak, tidak utuh, atau bahkan musnah? Bagaimana pula dia menghadapi alam barzakh?

 

AqibSugihan Pulo Rembang

 

Jawaban:

 

Dalam perspektif akhlak tasawuf, kematian syahid dibuat dalam 3 kategori; yaitu syahid dunia sekaligus akhirat, syahid dunia (saja) dan syahid akhirat (saja). Kategori ini baru efektif kelak di akhirat karena di sanalah masing-masing baru bisa dipastikan hakikat yang sesungguhnya.

 

Syahid dunia sekaligus akhirat adalah orang yang meninggal dunia akibat peperangan melawan musuh dengan motivasi ikhlas demi Allah subhanahu wata'ala. Syahid dunia meninggal dunia akibat peperangan melawan musuh yang motivasinya duniawi, misalnya demi mendapat rampasan perang atau demi popularitas.

 

Karena sulit membedakan antara kategori pertama dan kategori kedua maka secara syariat keduanya diperlakukan sama dalam hal pemulasaraan.

 

Dari empat macam unsur kewajiban (fardhu) kifayah atas umat Islam kepada jenazah Muslim, kedua kategori syahid tersebut hanya wajib dikafani dan dikubur, dan haram untuk dimandikan dan dishalatkan.

 

Sedangkan syahid akhirat adalah orang yang meninggal bukan akibat perang, melainkan meninggal dalam kondisi tertentu atau sebab-sebab khusus;, yaitu saat melahirkan, akibat tenggelam, tertimbun, terbakar, terisolir, akibat penganiayaan, meninggal dalam kandungan, dan meninggal saat wabah.

 

Termasuk syahid akhirat juga adalah orang yang meninggal dalam status mencari ilmu dan meninggal akibat memendam rindu dengan tanpa sepengetahuan yang dia rindukan. Para syuhada akhirat ini wajib dipulasara sama dengan orang bukan syahid, yaitu dimandikan, dikafani, dishalatkan dan dikuburkan.

 

Beberapa dari syahid akhirat yang meninggal disebabkan bencana atau kecelakaan seringkali jasadnya rusak, tidak utuh bahkan habis atau tidak ditemukan. Selama masih ditemukan jasadnya, jenazah tetap wajib dipulasara secara lengkap. Hanya saja jika memandikannya bisa mengakibatkan kerusakan baru atau bertambah parah, maka digantikan dengan ditayamumkan. (Sayyid Bakri, I’anah at Thalibin, 2: 108).

 

Sedangkan jika yang ditemukan berupa potongan anggota tubuh maka potongan tersebut tetap dimandikan dan dishalatkan, dengan maksud menyalatkan jenazah seutuhnya, lalu dikuburkan. Jenazah yang tidak ditemukan hanya dishalatkan. Di mana pun diperkirakan posisi jenazah, orang yang menyalatkan tetap menghadap kiblat. (Imam Nawawi, al-Majmu’ 'ala Syarhil Muhadzdzab, 5: 254)

 

Dalam keadaan normal haram hukumnya menguburkan dua jenazah dalam satu liang kubur. Sedangkan dalam keadaan darurat—misalnya jumlah jenazahnya banyak sekali dan sulit menguburkan secara terpisah satu persatu—maka boleh menguburkan mereka secara masal sesuai kebutuhan, sebagaimana dulu dilakukan oleh Rasulullah SAW terhadap korban Perang Uhud (Al-Khâtib As-Syirbini, al-Iqnâ’ fî Halli Alfâdzi Abî Syujâ’, 1: 194).

 

Fitnah kubur berupa ujian pertanyaan oleh Malaikat setelah kematian berlaku bagi seluruh mayit mukallaf, bagaimanapun dan dimana pun dia meninggal. Termasuk yang hilang, tenggelam, terbakar, dimakan hewan buas, dan lain sebagainya. Mereka juga akan menerima nikmat atau siksa kubur (Syekh Sulaiman bin Manshur al-Ijaili al-Jamal, Hasyiyah al-Jamal, 7: 202).

 

Penggunaan istilah “fitnah kubur” (ujian dalam kubur, red) didasarkan pada umumnya orang mati yang ‘ditanam’ di area kuburan. Di samping itu, perlu diingat kembali bahwa area pekuburan hanyalah bagian dari alam dhahir yang kasat mata. Sedangkan alam kubur tempat fitnah itu terjadi adalah bagian dari alam ghaib yang tidak terjangkau oleh indra dan kemampuan manusia untuk mengetahuinya. Dan jika alam tersebut bisa dijangkau atau diketahui manusia maka bukan lagi alam ghaib namanya. []

 

KH Umar Farouq, Pengasuh Ma’had Aliy Institut Pesantren Mathaliul Falah (IPMAFA) Kajen Pati

(Khotbah of the Day) Cara Memperingati Maulid Nabi

KHUTBAH JUMAT

Cara Memperingati Maulid Nabi


Khutbah I

 

اَلْحَمْدُ لِلّهِ اَلذِي بَعَثَ رَسُـوْلَهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِتَتْمـِيْمِ مَكَارِمَ اْلأَخْـلاَقِ. اَشْـهَدُ اَنْ لآ اِلهَ اِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَشَـرِيْكَ لَهُ اَلْمَلِكُ الْخَلاَّقُ, وَاَشْـهَدُ اَنَّ سَـيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُـوْلُهُ شَـهَادَةً تُنْجِى قَائِلَهَا مِنْ عَذَابِ يَوْمِ التَّلاَقِ. اَللَّهُمَّ صَـلِّ وَسَـلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدٍ سَيِّدِ الْعَرَبِ وَالْعَجَمِ عَلَى اْلإِطْلاَقِ, وَعَلَى آلِهِ وَصَـحْبِهِ وَمَنْ آمَنَ بِهِ وَاَحَـبَّهُ وَاشْـتَاقْ.

 

أَمَّا بَعْدُ: أُوْصِيْكُمْ وَاِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ وَهُوَ رَبُّ الْفَلَقِ إِلَى يَوْمِ التَّلاَقِ. قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا

 

Hadirin Jama’ah Jumat Rahimakumullah…

 

Alhamdulillah pada kesempatan Jum’ah yang mulia ini, kita masih senantiasa diberikan rahmat hidayah serta inayah oleh Allah swt sehingga kita diberikan kemudahan untuk mengungkapkan rasa syukur dengan melaksanakan rangkaian ibadah shalat Jumat di masjid ini dalam keadaan sehat wal ‘afiat.

 

Sebagai wujud rasa syukur kita kepada Allah swt, marilah kita senantiasa meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah swt dengan sebenar-benar keimanan dan sebaik-baik ketakwaan. Minimal dengan jalan imtitsalu awamirillah wajtinabu nawahi yaitu menjalankan apapun yang diperintahkan oleh Allah swt dan berupaya dengan sungguh-sungguh untuk menjauhi apapun yang dilarang-Nya, sebab dengan jalan takwa inilah Allah menjanjikan kemuliaan bagi hamba-hambaNya sebagaimana termaktub dalam al-Qur’an:

 

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ

 

Artinya: Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. (QS. Al-Hujurat: 13)

 

Hadirin Jama’ah Jumat Rahimakumullah…

 

Saat ini kita berada di bulan Rabi’ul Awwal, bulan di mana manusia termulia akhlaknya dilahirkan, yaitu Rasulullah saw. Maka sebagai ummatnya, wajib kiranya kita mengungkapkan syukur yang tak terhingga sebab kelahiran baginda Rasulullah SAW adalah termasuk nikmat yang agung.

 

Dalam buku berjudul Cahaya karya al Imam al Habib Abu Bakar bin Hasan Al Athas Azzabidi, disebutkan pernah terjadi dialog antara Allah ta’ala dengan Nabiyullah Daud Alaihissalam. Nabi Daud bertanya kepada Allah ta’ala: “Ya Allah, nikmat apakah yang kecil di sisi-Mu?”. Allah ta’ala menjawab, “Napas yang kamu hirup sehari-hari adalah nikmat yang kecil di sisi-Ku”. (Bayangkan, napas yang kita hirup sehari-hari, yang menjadi oksigen bagi kita, bagi Allah ta’ala adalah nikmat terkecil.) “Lalu nikmat apakah yang paling terbesar di sisi-Mu?” Tanya Nabi Daud lagi. “Diciptakannya Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam” jawab Allah ta’ala.

 

Tak heran, jika dalam hadist Qudsi dikatakan:

 

لَوْلَاكَ لَوْلَاكَ يَا مُحَمّد لما خَلَقْتَ الأَفْلَاك

 

Artinya: “Jika bukan karena engkau wahai Muhammad, tidak akan aku ciptakan alam semesta ini”.

 

Hadirin Jama’ah Jumat Rahimakumullah…

 

Diantara cara mensyukuri atas hadirnya Rasulullah SAW di muka bumi ini, sebagaimana termaktub dalam al-Qur’an adalah dengan cara bergembira. Allah ta’ala berfirman:

 

قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ

 

Artinya: "Katakanlah dengan karunia Allah dan rahmat-Nya hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmatNya itu adalah lebih baik dari pada apa yang mereka kumpulkan". (Yunus: 58)

 

Lalu apakah yang dimaksud dengan rahmat dalam ayat ini? Apakah bentuk rahmat itu? Abdullah Ibnu Abbas menfasirkan ayat tersebut dengan cukup jelas:

 

وأحرج أبو الشيخ عن ابن عباس فى الأية قال: فضل الله العلم ورحمته محمد صلى الله عليه وسلم : قال الله (وما أرسلنك إلا رحمة للعالمين)

 

Bahwa yang dimaksudkan dengan karunia Allah swt sekaligus ilmu dan rahmat-Nya adalah Nabi Muahammad saw. Allah swt telah berfirman (Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam) (al-Anbiya: 107)

 

Maka menjadi jelas bahwa Rasulullah saw memang diciptakan oleh Allah sebagai rahmat bagi alam jagad raya. Maka kalimat selanjutnya dalam Surat Yunus di atas yang berbunyi ‘hendaklah mereka bergembira’ secara otomatis memerintahkan kepada umat muslim menyambut gembira atas rahmat tersebut.

 

Demikian pentingnya merasa bergembira menyambut kelahiran Rasulullah saw sehingga Imam Imam al-Suyuthy (849-910 H/ 1445-1505 M) dalam Husnul Maqshad fi Amalil Maulid memberikan petunjuk cara merayakan maulid nabi yang benar:

 

أنَّ أصْلَ عَمَلِ الْمَوْلدِ الَّذِى هُوَ اِجْتِمَاعُ النَّاسِ وَقِرَاءَةُ مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآنِ. وَرِواَيَةُ الأخْبَارِ الوَارِدَة فِى مَبْدَءِ أمْرِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَا وَقَعَ فِى مَوْلِدِهِ مِنَ الآيَاتِ ثُمَّ يَمُدُّ لَهُمْ سِمَاطٌ يَأكُلُوْنَهُ وَيَنْصَرِفُوْنَ مِنْ غَيْرِ زِيَادَةٍ عَلَى ذَلِكَ مِنَ الْبِدَعِ الْحَسَنَةِ الَّتِى يُثَابُ عَلَيْهَا صَاحِبُهَا لِمَا فِيْهِ مِنْ تَعْظِيْمِ قَدْرِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاِظْهَارِ الْفَرَحِ وَالاِسْتِبْشَارِ بِمَوْلِدِهِ الشَّرِيْفِ.

 

Artinya: "Bahwa asal perayaan Maulid Nabi Muhammad, yaitu manusia berkumpul, membaca al-Qur’an dan kisah-kisah teladan kemudian menghidangkan makanan yang dinikmati bersama, setelah itu mereka pulang. Hanya itu yang dilakukan, tidak lebih. Semua itu termasuk bid’ah hasanah. Orang yang melakukannya diberi pahala karena mengagungkan derajat Nabi, menampakkan suka cita dan kegembiraan atas kelahiran Nabi Muhammad yang mulia". (Al-Hawy Lil Fatawa, Juz I, h. 189-197)

 

Hal pertama yang harus ada dalam perayaan, sebagai bukti kegembiraan umat muslim atas kelahiran Rasulullah adalah membaca al-Qur’an karena al-Qur’an adalah mukjizat Rasulullah saw sekaligus pedoman hidup bagi umat Islam.

 

Hal kedua yang tidak boleh terlewatkan adalah bercerita tentang kisah Rasulullah saw yang penuh keteladanan. Teladan bagi pemuda, bagi pedagang, bagi seorang suami, bagi seorang pemimpin dan juga bagi segenap umatnya.

 

Dan hal ketiga adalah mensedekahkan makanan untuk dinikmati bersama-sama dengan niatan membahagiakan mereka yang hadir pada majelis maulid.

 

Hadirin Jama’ah Jumat Rahimakumullah…

 

Rasa gembira akan kedatangan Rasulullah saw merupakanpertanda kita mencintainya. Biasanya orang yang cinta akan selalu berharap berjumpa dengan yang dicinta. Ada beberapa rambu-rambu yang dapat digunakan sebagai alat penimbang kecintaan kita kepada Rasulullah saw.

 

Pertama, siapa yang cinta Rasulullah saw dia pastilah orang yang taat kepada Rasulullah saw. artinya orang itu pasti akan menjalankan segala peraturan syariatnya.

 

فمن أحب أن ينال رؤية النبي عليه الصلاة والسلام فليحبه حبا شديدا وعلامة الحب الإطاعة فى سنته السنية

 

Artinya: "Barang siapa menginginkan dapat melihat Rasulullah saw, hendaklah ia mencintai beliau dengan kecintaan yang menggebu. Adapun tanda cinta kepada beliau adalah adalah mengikuti sunnahnya yang mulia."

 

Kedua, tanda para pecinta Rasulullah saw adalah seringnya membaca shalawat. Sebuah hadits Aisyah ra. menerangkan hal ini:

 

من أحب النبي عليه الصلاة والسلام أكثر من الصلاة عليه وثمرته الوصول الى شفاعته وصحبته فى الجنة

 

Artinya: "Barang siapa mencintai Rasulullah saw maka ia akan memperbanyak baca shalawat kepadanya. Adapun buahnya adalah memperoleh syafa’at beliau dan menyertainya di surga."

 

Tanda ketiga, adalah barang siapa yang mencintai Rasulullah saw pasti ia akan memperbanyak mengingat beliau. Mengingat berbagai kisah hidupnya, mengingat kepahlawanannya dan mengingat kebijaksanaannya. Dan tidak lupa meneladaninya,

 

من أحب شيئا أكثر من ذكره

 

Artinya: "Barang siapa mencintai sesuatu pastilah ia akan banyak menyebutnya."

 

Hadirin Jama’ah Jumat Rahimakumullah…

 

Inilah saatnya kita membuktikan cinta kita kepada Rasulullah saw dengan meneladani beliau sebagai penolong yang lemah. Yang selalu mendahulukan kepentingan orang lain (umatnya) dari pada kepentingan pribadi atau golongan. Marilah kita jadikan kehadiran Rasulullah di bulan maulid ini sebagai rahmat bagi kita semua. Rahmat karena kita memiliki peluang untuk membuktikan cinta kita dengan bersedekah dan beramal saleh kepada yang membutuhkan. Dan bantuan itu benar-benar merupakan rahmat bagi mereka yang membutuhkan.

 

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإيَّاكُمْ ِبمَا ِفيْهِ مِنَ اْلآياَتِ وَالذكْر ِالْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ

 

Khutbah II

 

الْحَمْدُ الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا ، وأَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وأشهدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدنَا مُحَمَّد مَنْ اَثْنَى اللهُ عَلَيْهِ بِخُلُقٍ حَسَن، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَان .فَيَا عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْنِيْ نَفْسِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ. فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ .يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ أَمَّا بَعْدُ؛ فَقَالَ اللَّهُ تَعَالَى : إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا

 

اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ،. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خَآصَّةً وَعَنْ سَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ

 

عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَالْمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ

 

 

Burhan Ali Setiawan, Wakil Ketua Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama PCNU Kota Semarang

(Ngaji of the Day) Surat Al-Baqarah

Jumlah Ayat pada Surat Al-Baqarah Surat Al-Baqarah, dalam Tafsirul Jalalain, terdiri atas 286 atau 287 ayat karena ulama berbeda pendapat perihal peritungannya. Surat Al-Baqarah tergolong Madaniyah atau surat yang turun di Kota Madinah. Menurut Ali As-Shabuni, tanpa khilaf ulama surat ini seluruhnya Madaniyah. Ia termasuk ayat yang awal mula turun. Ia berisi 287 ayat. (As-Shabuni, 1999: 29).

 

Adapun At-Tafsirul Munir mengatakan, surat ini tergolong Madaniyah kecuali ayat 281 yang turun di Mina pada Haji Wada. ia terdiri atas 286 ayat. Ia surat pertama yang turun di Madinah. (Az-Zuhayli, 1418 H).

 

Sebagian ulama mengatakan, surat ini terdiri atas 1000 kabar, 1000 perintah, dan 1000 larangan. Ulama penghitung mengatakan, surat ini terdiri atas 287 ayat, 6121 kata, dan 25500 huruf. (Ibnu Katsir, 1999).

 

Nama Surat Al-Baqarah

 

Ia dinamai Surat Al-Baqarah untuk mengenang peristiwa penyembelihan sapi yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil di zaman Nabi Musa untuk menyingkap pelaku pembunuhan. Pelaku pembunuhan diketahui setelah jenazah dihidupkan kembali melalui pukulan salah satu organ tubuh sapi tersebut. Kisah ini dapat ditemukan pada Surat Al-Baqarah ayat 67 dan seterusnya. (As-Shabuni, 1999: 30).

 

At-Tafsirul Munir menyebut, ia dinamai Surat Al-Baqarah karena di dalamnya mengandung kisah sapi yang menyingkap peristiwa gelap pembunuhan seseorang di zaman Nabi Musa yang pelakunya tidak lain adalah kerabat korban. (Az-Zuhayli. 1418 H).

 

Keutamaan Surat Al-Baqarah

 

Surat Al-Baqarah mengandung keutamaan yang besar. Orang yang membacanya juga akan mendapatkan pahala yang besar. Ia juga disebut Fusthathul Qur’an atau kemah besar Al-Qur’an. Dalam beberapa riwayat, Rasulullah menyebut keutamaan Surat Al-Baqarah.

 

قال رسول اللّه صلّى اللّه عليه وسلّم: لا تجعلوا بيوتكم مقابر، إن الشيطان ينفر من البيت الذي تقرأ فيه سورة البقرة

 

Artinya, “Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda, ‘Jangan jadikan rumah kalian sebagai kuburan (tanpa lantunan Al-Qur’an) karena setan akan lari dari rumah yang dibacakan Surat Al-Baqarah,’” (HR Ahmad, Muslim, At-Tirmidzi, dan An-Nasa’I dengan matan serupa).

 

وقال أيضا: اقرؤوا سورة البقرة، فإن أخذها بركة، وتركها حسرة، ولا يستطيعها البطلة

 

Artinya, “Dari Abu Umamah Al-Bahili, Rasulullah SAW bersabda, ‘Bacalah Surat Al-Baqarah karena memegang(membaca)nya berkah dan meinggalkannya penyesalan. Dan ahli sihir tidak mampu memasukinya,’” (HR Muslim).

 

Pada riwayat lain Rasulullah bersabda, “Setiap hal memiliki punuk. Punuk Al-Qur’an adalah Surat Al-Baqarah. Siapa saja yang membaca surat ini pada malam hari di rumahnya, niscaya setan tidak akan memasukinya selama tiga malam. Sedangkan Siapa saja yang membaca surat ini pada siang hari, niscaya setan tidak akan memasukinya selama tiga siang.” (HR Ad-Darimi dan Ibnu Hibban).

 

Kandungan Surat Al-Baqarah

 

Al-Baqarah, dalam At-Tafsirul Munir, merupakan surat terpanjang dalam Al-Qur’an. Ia tergolong madaniyah, artinya ia seperti surat madaniyah lainnya yang berbicara perihal tata cara kehidupan umat Islam pada masyarakat baru di Kota Madinah dalam kehidupan beragama dan berbangsa. Kehidupan beragama dan berbangsa tidak dapat terpisah. Keduanya saling terkait sebagaimana jiwa dan raga. (Az-Zuhayli, 1418 H).

 

Surat ini membicarakan aqidah, amal saleh, shalat, infaq/zakat sebagai jaminan sosial, ciri orang beriman, orang kafir, dan orang munafiq, awal mula penciptaan manusia, kemuliaan anak manusia melalui sujud malaikat, masalah ghaib, cerita nabi Musa, Firaun, Bani Israil, sapi, pembunuhan para nabi, pengingkaran janji, kelenturan syariat Islam dalam situasi darurat, shalat, puasa, haji, sanksi kejahatan pembunuhan, muamalah atas harta anak yatim, larangan riba, larangan judi, larangan minum khamar, larangan memakan harta orang lain dengan batil, aturan nikah, talak, iddah, pengharaman sihir, larangan pembunuhan atas nyawa manusia, larangan berhubungan badan saat istri haid, dan larangan hubungan badan dari dubur perempuan. (Az-Zuhayli, 1418 H).

 

Surat ini juga mengandung ayat agung, Ayat Kursi. Surat ini juga membicarakan soal pencatatan utang, saksi, peradilan antara suami dan istri, gadai, perintah penyampaian amanah, larangan penyembunyian kesaksian. Surat ini diakhiri dengan peringatan untuk bertobat dan kembali kepada Allah melalui doa yang agung. Surat ini diakhiri dengan doa untuk memohon pertolongan, kemudahan, dan keringanan, dan mengatasi musuh Allah dan musuh kemanusiaan. (Az-Zuhayli, 1418 H).

 

Surat ini mengarahkan bahwa inti kebahagiaan dunia dan akhirat terletak pada ketaatan seseorang pada agama. Adapun pokok atau ushul dari agama adalah keimanan kepada Allah dan rasul-Nya, keimanan kepada hari akhir, dan amal saleh. Hanya orang beragama dan istiqamah yang berhak mengatur masyarakat. Tetapi pemaksaan beragama tetap dilarang dalam Islam. (Az-Zuhayli, 1418 H).

 

Surat ini juga, dalam Shafwatut Tafasir, mengandung tata cara kehidupan rumah tangga seorang Muslim karena rumah tangga merupakan inti dari kehidupan masyarakat yang lebih besar. (As-Shabuni, 1999: 30). Wallahu a‘lam. []

 

Sumber: NU Online

Kamis, 28 Oktober 2021

(Do'a of the Day) 21 Rabiul Awwal 1443H

Bismillah irRahman irRaheem

 

In the Name of Allah, The Most Gracious, The Most Kind

 

Wa kam aghnaita dzal 'umri,

Wa kam aulaita dzal faqri.

Wa kam 'aafaita dzal wizri,

Bi ahlil badri yaa Allaah.

 

Laqad dhaaqat 'alal qalbi,

Jamii'ul ardhi ma'-rahbi.

Fanju minal balash sha'bi

Bi ahlil badri yaa Allaah.

 

Ya Allah Tuhanku, telah banyak orang yang Engkau beri kecukupan (kekayaan),

Dan banyak pula orang tidak mampu yang Engkau tolong.

Demikian pula banyak orang berbuat dosa yang Engkau ampuni,

Lantaran tawassul kami dengan Ahlul Badr (yang dijamin Allah masuk surga).

 

Sungguh hati (kehidupan) ini terasa sempit,

Padahal dunia ini sangatlah luas.

Maka selamatkanlah kami dari ujian yang sulit ini,

Lantaran tawassul kami dengan Ahlul Badr (yang dijamin Allah masuk surga).

 

Allaahumma shalli wa sallim wa baarik 'alaihi.

 

[]

 

Dari Kitab iqdl al-Jawahir ditulis oleh Syekh Jafair Al-Barzanji bin Husin bin Abdul Karim

(Ngaji of the Day) 30 Juz Diselesaikan Berjamaah, Dapatkah Keutamaan Khataman Al-Qur’an?

Kesadaran masyarakat akan pentingnya memanfaatkan media sosial untuk hal-hal yang positif rupanya betul-betul dirasakan saat ini. Kita dapat melihat di berbagai platform media sosial begitu banyak konten-konten keagamaan yang dibagikan para netizen, seperti ceramah keagamaan, majelis dzikir, dan berbagai aktivitas lain yang membuat media sosial bisa memberi manfaat dan bernuansa religius.

 

Realitas demikian tak lain disebabkan animo masyarakat untuk menjadikan media sosial sebagai ladang ibadah. Salah satu di antara ikhtiar tersebut adalah dengan mengagendakan khataman Al-Qur’an secara daring atau online. Hal ini biasanya dilakukan di grup-grup Whatsapp, di mana masing-masing anggota grup ditugaskan untuk membaca satu atau dua juz, hingga jika dijumlah semuanya mencapai 30 juz Al-Qur’an.

 

Apakah tradisi khataman Al-Qur’an dengan model demikian mendapatkan fadhilah (keutamaan) khatmil Qur’an? Pahala apa saja yang didapatkan dengan melakukan khataman Al-Qur’an via online ini?

 

Mengkhatamkan Al-Qur’an merupakan salah satu ibadah yang besar nilai pahala dan barakahnya. Salah satu fadhilahnya secara tegas dijelaskan dalam hadits:

 

إِذَا خَتَمَ الْعَبْدُ القُرْآنَ صَلَّى عَلَيْهِ عِنْدَ خَتْمِهِ سِتُّوْنَ أَلـْفِ مَلَكٍ

 

“Apabila seseorang mengkhatamkan Al-Qur’an, maka 60.000 malaikat memohonkan rahmat untuknya pada saat khatamannya” (HR Ad-Dailami).

 

Dalam memaknai hadits di atas, para ulama cenderung mengartikan fadhilah tersebut didapatkan secara perseorangan, bukan bersifat kolektif. Sehingga fadhilah mengkhatamkan Al-Qur’an hanya diperuntukkan bagi orang yang membaca Al-Qur’an mulai dari awal surat al-Fatihah sampai akhir surat An-Nas secara sempurna. Pemaknaan ini salah satunya seperti yang disebutkan dalam kitab as-Siraj al-Munir Syarh al-Jami’ as-Shagir:

 

ـ(إذا ختم العبد القرآن) أي كلّما قرأه من أوّله إلى آخره (صلى عليه عند ختمه ستون ألف ملك) أي استغفروا له. قال المناوي يحتمل أنّ هذا العدد يحضرون عند ختمه والظاهر أنّ المراد بالعدد التكثير لا التحديد

 

“Ketika seseorang mengkhatamkan Al-Qur’an, maksudnya ketika ia membaca Al-Qur’an dari awal sampai akhir, maka 60.000 malaikat memohonkan rahmat untuknya, maksudnya memintakan ampun untuknya. Imam al-Munawi berkata: ‘Maksud dari jumlah malaikat yang hadir saat khatam Al-Qur’an, secara jelas hanya sebatas menunjukkan arti banyak, bukan bilangan tertentu” (Syekh Ali bin Ahmad al-Azizi, as-Siraj al-Munir Syarh al-Jami’ as-Shagir, juz 1, Hal. 111)

 

Pemaknaan tersebut tak lain berdasarkan kandungan ‘urf dari lafadz dalam hadits yang hanya terkhusus pada perseorangan yang menyempurnakan membaca Al-Qur’an dari awal sampai akhir. Dalam kitab at-Tanwir Syarh Jami’ as-Shagir disebutkan:

 

ـ (ومن ختم القرآن) أي تمّه إلى آخره إذ هو عرف هذا اللفظ

 

“Barang siapa yang mengkhatamkan Al-Qur’an, maksudnya menyepurnakan membaca Al-Qur’an sampai akhir/khatam, sebab makna ini merupakan ‘urf dari lafadz hadits tersebut” (Muhammad bin Isma’il al-Hasani, at-Tanwir Syarh Jami’ as-Shagir, juz 10, hal. 295)

 

Maka dapat disimpulkan bahwa tradisi khataman Al-Qur’an secara daring tidak termasuk kategori mengkhatamkan Al-Qur’an yang dimaksud dalam beberapa hadits, sehingga tidak betul jika dipahami bahwa khataman via online mendapatkan fadhilah khatmil Qur’an.

 

Meski tidak mendapatkan fadhilah khatmil Qur’an, mengkhatamkan Al-Qur’an secara berjamaah via online bukan berarti tak bermanfaat dan tak berpahala sama sekali. Di zaman ini, cara khataman daring bisa memotivasi orang lain untuk membaca atau mendengarkan Al-Qur’an, serta mendapatkan fadhilah berkumpul dalam majelis Al-Qur’an.

 

Mengenai fadhilah berkumpul dalam majelis Al-Qur’an, salah satunya disebutkan dalam hadits:

 

وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللهِ، وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ، إِلَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِمْ السَّكِينَةُ، وَغَشِيَتْهُمْ الرَّحْمَةُ، وَحَفَّتْهُمُ الْمَلَائِكَةُ، وَذَكَرَهُمُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ فِيمَنْ عِنْدَهُ رواه أحمد

 

“Tidak berkumpul suatu kaum di rumah dari rumah-rumah Allah (masjid) sembari melantunkan Al-Qur’an dan saling mempelajari Al-Qur’an di antara mereka, kecuali turun pada mereka ketenangan, rahmat Allah menaungi mereka, malaikat mengelilingi mereka dan Allah menyebut mereka dalam golongan orang yang ada di sisi-Nya” (HR Ahmad).

 

Maksud dari redaksi “rumah Allah” dalam hadits di atas adalah masjid. Namun, para ulama berpandangan bahwa penyebutan kata “rumah Allah” yang berarti masjid dalam hadits di atas bukanlah sebuah pengkhususan, sebab fadhilah berkumpul dalam majelis Al-Qur’an juga didapatkan bagi orang yang berkumpul di tempat-tempat yang lain, termasuk via Online. Pandangan ini seperti yang dijelaskan Imam an-Nawawi dalam kitab Syarh an-Nawawi li al-Muslim:

 

ويلحق بالمسجد في تحصيل هذه الفضيلة الاجتماع فى مدرسة ورباط ونحوهما إن شاء الله تعالى ويدل عليه الحديث الذي بعده فإنه مطلق يتناول جميع المواضع ويكون التقييد في الحديث الأول خرج على الغالب لا سيما في ذلك الزمان فلا يكون له مفهوم يعمل به

 

“Disamakan dengan masjid dalam hasilnya fadhilah yaitu berkumpul di madrasah, pondok dan tempat-tempat sesamanya, Insya Allah. Hal ini ditunjukkan dengan hadits setelahnya yang berlafalkan mutlak, sehingga mencakup semua tempat. Maka memberi batasan makna dalam hadits pertama keluar dari pemahaman umum, terlebih pada zaman tersebut. Maka tidak ada mafhum yang dapat diamalkan” (Syekh Yahya bin Syaraf an-Nawawi, Syarh an-Nawawi li al-Muslim, juz 17, hal. 22)

 

Dengan demikian, tradisi mengkhatamkan Al-Qur’an via online layak kita dukung dan apresiasi setinggi-tingginya dalam rangka menjadikan media sosial sebagai sarana yang positif, sebab dalam tradisi ini terdapat pahala yang amat besar, seperti membiasakan diri kita membaca Al-Qur’an, mendorong orang lain membaca Al-Qur’an dan berkumpul dalam majelis Al-Qur’an. Namun meski begitu, tradisi ini tidak perlu dipromosikan dengan iming-iming yang terlalu berlebihan dan tidak benar menurut pandangan para ulama salafus shalih, seperti menganggap tradisi ini mendapatkan fadhilah khatmil Qur’an, sehingga dianggap sama dengan mengkhatamkan Al-Qur’an secara keseluruhan yang dilakukan oleh satu orang. Dengan memberikan pemahaman yang benar tentang tradisi ini, masyarakat akhirnya dapat lebih ikhlas dalam beramal dan lebih mengerti tentang batasan fadhilah yang didapatkan dalam tradisi khataman via online ini. Wallahu a’lam. []

 

Ustadz M. Ali Zainal Abidin, Pengajar di Pon. Pes. Annuriyyah, Kaliwining, Rambipuji, Jember

(Ngaji of the Day) Memahami Hadits Anjuran Memilih Pasangan secara Adil Gender

Masihkah sahabat sekalian mengingat penggalan lirik lagu sang raja dangdut, Rhoma Irama yang berjudul ‘Salehah’ itu? Iya, tentunya masih begitu melekat sekali. Nyaris setiap lirik lagunya habis kita hafalkan di luar kepala, terutama bagi pecinta dangdut. Memang, sosok Rhoma Irama bagi lagu dangdut, tak ubahnya bagai Soekarno-Hatta dalam sejarah kepemimpinan Indonesia. Semua orang tak akan melupakannya. Lirik lagunya berbunyi, ‘Hanya istri yang beriman bisa dijadikan teman, dalam setiap kesusahan selalu jadi hiburan. Hanya istri yang salehah yang punya cinta sejati, yang akan tetap setia dari hidup sampai mati, bahkan sampai hidup lagi’.

 

Pertanyaannya, mengapa hanya istri yang salehah? Mengapa bukan suami yang saleh juga? Akankah keluarga sakinah yang tenteram, nyaman, lagi membahagiakan itu dapat terwujud bila hanya istrinya yang saleheh, sementara suaminya bejat dan biadab? Mengapa kita hanya diperdengarkan lagu tentang istri salehah? Dalam hal ini saya tidak bermaksud mengkritik lagu tersebut. Karena saya yakin Bung H Rhoma Irama tidak menciptakannya dengan maksud demikian. Tetapi, setidaknya lagu ini telah menghipnotis banyak orang bahwa kebahagiaan terbesar dalam relasi rumah tangga tergantung apakah ibu dalam rumah tersebut salehah atau tidak. Tanpa peduli dirinya lelaki saleh atau bejat.

 

Sekali lagi, saya tidak bermaksud menyalahkan lagunya secara khusus. Tidak sekali pun. Saya hanya ingin bilang bahwa masyarakat kita terlalu polos dalam menafsirkan hal-hal semacam ini. Saya paham betul bahwa lagu di atas menyimpan spirit yang sama dengan Hadits riwayat imam Muslim dan Ahmad yang terkenal itu. Yaitu, Ad-Dunya kulluha mata’(un) wa khairu mata’iha al-mar’ah as-shalihah, “Dunia seluruhnya adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah perempuan salehah”.

 

Sejak lama, kita memang banyak dicekoki oleh hal-hal yang bias gender, termasuk urusan memilih pasangan. Faktor pendorongnya juga tak kalah banyak, tapi yang paling berpengaruh adalah budaya patriarki. Faktor ini, bahkan bisa mengubah objektivitas seseorang dalam menafsirkan teks-teks agama (Al-Qur’an dan hadits). Salah sebuah hadits yang kerap dipahami bias gender adalah riwayat Abu Hurairah ra, Rasulullah bersabda:

 

تنكح المرأة لأربع: لمالها ولحسبها وجمالها ولدينها فاظفر بذات الدين تربت يداك

 

Artinya, “Perempuan (biasannya) dinikahi karena empat hal; banyak hartanya, bagus nasabnya, elok rupanya, dan kokoh agamanya. Curahkanlah atensi lebih pada perempuan yang kokoh agamanya, kalau tidak mau celaka.”

 

Teks hadits di atas memang tegas menyebut al-mar’atu (perempuan), tapi pemaknaannya tidak lantas menyasar perempuan saja, dan tidak memasukkan laki-laki di dalamnya. Mengingat, maksud dari frasa al-‘alaqah az-zaujiyyah (relasi suami-istri) adalah kedua-duanya, bukan istri saja atau suami saja. Jadi, yang sangat ditekankan oleh agama di antara empat kebiasaan dalam memilih pasangan—karena harta, nasab, kecantikan atau ketampanan, dan kualitas keberagamaan—adalah menaruh atensi besar terhadap yang terakhir, yakni kualitas keberagamaanya.

 

Bicara terkait kualitas keberagamaan, tentu tak pandang bulu, siapa pun orangnya dan apa pun jenis kelaminnya. Bahkan, Imam al-Bukhari (256 H) dalam Shahih al-Bukhari (hal. 964) menulis satu bab tentang kebolehan perempuan ‘menawarkan dirinya’ untuk dinikahi oleh seorang lelaki saleh. Tak hanya boleh, justru syariat mengapresiasinya. Inilah bukti bahwa dalam memilih pasangan, agama tak hanya menekankan agar lelaki menikahi perempuan salehah. Tetapi juga mendorong perempuan agar memilih lelaki yang saleh sebagai pasangannya.

 

Kiai Faqih Abdul Qodir dalam kitab Manba’ussa’âdah (hal. 18) menjelaskan:

 

ومثل ذلك بالمبادلة بنسبة الرجل للمرأة، عليها أن تظفر بصاحب الدين أي صاحب خلق حسن، تربت يداها أي إبتعدت عن سيئات الحياة الزوجية واقتربت بخيراتها على مدى حياتها معه

 

Artinya, “Hadits di atas harus dikaji dengan asas kesetaraan (mubadalah), di mana, perempuan ditekankan agar memilih lelaki saleh dan berakhlak mulia, sehingga dia akan selamat dari kehidupan rumah tangga yang kelam, dan dapat merasakan kenyamanan dalam rumah tangga tersebut seumur hidupnya.”

 

Ada sebuah analogi menarik menyangkut persoalan ini. Yakni, bahwa relasi antara suami-istri bagaikan wadah dan air. Suami kita ibaratkan sebagai air, sedangkan istri adalah wadahnya. Kemudian, mari kita berasumsi seandainya punya wadah yang bagus, terbuat dari permata yang indah, bentuknya cantik, warna dan motifnya mempesona mata, sudikah kita menuangkan air selokan yang kotor nan bau lagi menjijikkan itu ke dalamnya? Tentu bagi orang yang berakal sehat dan memiliki naluri yang waras akan enggan melakukannya.

 

Demikian sebaliknya, tegakah kita bila mewadahi air zam-zam, misalnya, air bersejarah nan mulia itu ke sebuah wadah yang kotor, berbau busuk dan tak terurus? Jawabannya sama, hanya orang ‘sakit’ dan bodoh yang tak mengacuhkan hal semacam ini. Kecuali setelah air kotor tersebut kita suling terlebih dahulu, sampai benar-benar bersih, atau wadah yang kotor tadi kita cuci sampai benar-benar layak pakai.

 

Beginilah kurang-lebih substansi dari asas kesetaraan dalam relasi rumah tangga yang dimaksud oleh teks-teks syariat yang kita baca.

 

Sebetulnya, analogi di atas terinspirasi dari sebuah hadits yang dikutip Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz al-Malibri dalam Fathul Mu’in bi Syarhi Qurratil ‘Ain (hal. 99) yang berbunyi:

 

تخيروا لنطفكم ولا تضعوها لغير الأكفاء

 

Artinya, “Selektiflah dalam memilih tempat bagi benih keturunanmu, dan jangan letakkan benih-benih itu di tempat yang tak layak.” Dengan redaksi lain dalam kitab al-Bujairami disebutkan:

 

تخيروا لنطفكم فإن العرق دسّاس

 

Artinya, “Selektiflah dalam memilih tempat bagi benih keturunanmu, karena baik dan tidaknya keturunan, tak akan jauh dari ibu-bapaknya.”

 

Hadits yang pertama, walaupun dalam kitab Mugni al-Muhtaj ila Ma’rifati Ma’ani Alfadhzil Minhaj (juz 4, hal. 206) karya imam Syamsuddin Muhammad bin Ahmad al-Khathib as-Syirbini (977 H) diklaim oleh imam Abu Hatim ar-Rozi sebagai hadits yang tak berdasar, namun hal itu ditentang oleh imam Ibnu as-Sholah, dan menyatakan bahwa ia memiliki beberapa dasar yang jelas. Pendapat ini juga dibenarkan oleh imam al-Hakim.

 

Penting ditegaskan sekali lagi bahwa dua hadits di atas, jangan pernah juga dipahami secara bias gender. Melainkan harus dimaknai berdasarkan asas kesetaraan (mubadalah atau musyarakah). Alhasil, kita adalah makhluk yang diciptakan berpasang-pasangan untuk melahirkan keturunan dan generasi-generasi terbaik (khaira ummah). Dari itu, mari sama-sama memperbaiki diri, karena diri ini adalah cerminan pasangan dan keturunan.

 

Terakhir, kita tutup dengan doa, Rabbana hablana min azwajina wa dzurriyatina qurrata a’yun wa ij’alna lil muttaqina imama. Amin. Wallahu a’alam bisshawab. []

 

Ustadz Ahmad Dirgahayu Hidayat, alumni sekaligus pengajar di Ma’had Aly Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo, Situbondo, Jawa Timur.

Rabu, 27 Oktober 2021

(Do'a of the Day) 20 Rabiul Awwal 1443H

Bismillah irRahman irRaheem

 

In the Name of Allah, The Most Gracious, The Most Kind

 

Ilaahii naffisil kuraba,

Minal 'aashiina wa 'athba.

Wakulli baliyyatiw wawaba,

Bi ahlil badri yaa Allaah.

 

Fa kam min ni'matiw hashalat,

Wa kam min dzillatin fashalat.

Wa kam min ni'matiw washalat,

Bi ahlil badri yaa Allaah.

 

Ya Allah Tuhanku, hapuskanlah semua duka,

Hindarkanlah kami dari kebiasaan yang diakibatkan oleh orang-orang durhaka.

Ya Allah Tuhanku, selamatkanlah kami dari bala dan penyakit yang menular,

Lantaran tawassul kami dengan Ahlul Badr (yang dijamin Allah masuk surga).

 

Banyak sekali rahmat yang Engkau berikan,

Dan banyak sekali kehinaan yang Engkau hilangkan.

Dan banyak sekali nikmat yang Engkau berikan,

Lantaran tawassul kami dengan Ahlul Badr (yang dijamin Allah masuk surga).

 

Allaahumma shalli wa sallim wa baarik 'alaihi.

 

[]

 

Dari Kitab iqdl al-Jawahir ditulis oleh Syekh Jafair Al-Barzanji bin Husin bin Abdul Karim

Gus Im dan NU Online (Bagian 2-Habis)

Pekan-pekan Terakhir Gus Im Kamis siang 20 Juli 2020 pukul 11.00, saya dan Hengki, salah satu kru islami.co, tiba di kediaman Savic Ali ("Mas Savic," kami menyebutnya). Kamis merupakan jadwal senggang di mana tim redaksi islami.co membicarakan apa saja. Saya kadang ikut nimbrung.

 

“Emang ada orangnya?” tanya petugas keamanan di muka perumahan yang mengerti Savic lebih banyak di rumah sakit.

 

“Ada pak, kita sudah janjian,” jawab saya.

 

Tiba di rumahnya, saya dan Hengki disambut dengan ingar bingar musik lawas Barat yang keluar dari sound system di dekat teve. Dengan rambut agak basah ia membukakan pintu dan mempersilakan masuk.

 

Suara perbincangan kami harus berlomba keras dengan alunan musik yang memenuhi ruangan. Kami membahas apa saja mulai dari temuan saya atas metode cepat belajar nahwu, gramatika Arab, sampai pengalaman estetis ketika menonton konser besar Kantata Takwa di Parkir Timur Senayan dengan kualitas sound system-nya berkekuatan 300.000 watt yang tidak pernah mengecewakan penonton dan konser solo Iwan Fals pada medio awal 2000an.

 

Kita bercerita bagaimana kita saat itu dimanjakan dengan acara MTV atau M 97 FM, radio yang memutar full seri-seri classick rock yang memperdengarkan lagu-lagu rock, rock n roll, blues dari tahun 1960-an hingga 1990-an.

 

Di tengah suara ingar bingar musik classic rock, saya menceritakan pengalaman nge-band saat MTS-SMK pada 1998-2004, termasuk tarif sewa studio musik di tepi Jakarta mulai dari harga Rp.5000-Rp.21.000 pada masa itu.

 

Saya juga membahas karakter khas suara gitar Les Paul, SG dari Gibson, Ibanez, dan terutama Fender yang umumnya dipakai studio musik ketika itu. Saya menunjuk kekhasan suara Les Paul di tangan Mick Taylor (gitaris Rolling Stone 1969-1974, pasca-Brian Jones) dan di tangan Slash, "eks" gitaris Guns N Roses.

 

Adapun Savic Ali menceritakan kualitas sound system dan memperkenalkan alat kecil sejenis amplifier mini yang baru dibelinya yang mempengaruhi kejernihan dan kualitas suara musik. Ia juga mengabarkan audio cenverter, alat kecil yang mengubah audio dalam satu format ke format audio lainnya.

 

Kita membahas perkembangan classic rock dari 1960-1990an dan musisi idola serta koleksi kaset masing-masing selain perubahan teknologi dari medium analog ke digital melalui beberapa tahapan. Terakhir saya menanyakan kondisi terkini Gus Im.

 

Senin siang 20 Juli 2020, saya memimpin rapat rutin redaksi di Kantor NU Online. Juli 2020 merupakan jadwal piket bulanan koordinator liputan NU Online. Direktur NU Online Savic Ali membuka pintu kantor dan nimbrung dalam rapat tersebut yang sebenarnya diselenggarakan secara daring.

 

Selesai rapat dan peserta rapat undur diri, Savic Ali (Pemred NU Online 2010-2015) bercerita aktivitas terakhirnya dan juga terkait kesehatan Gus Im yang terus menurun. Ia bercerita bahwa ia dan beberapa orang saja menunggui Gus Im yang sudah dirawat di rumah sakit sejak beberapa pekan.

 

“Dirawat di Lebak Bulus,” kata Savic Ali.

 

Ketika seorang kru redaksi bertanya “Rumah Sakit Fatmawati?” Savic menjawab, “Bukan.” Saya hanya mengangguk-angguk dan tidak mencoba menyebutkan rumah sakit lain yang saya ketahui di sana.

 

Kepada kita, ia mengatakan kesehatan dan kesadaran Gus Im terus menurun. Meski demikian, ia masih dapat berdiskusi banyak hal. Gus Im juga masih berdiskusi tentang musik. Sebagaimana diketahui, Gus Im berselera pada musik klasik Eropa Abad Ke-18 dan juga musik kontemporer seperti band Metallica dan Guns N Roses.

 

Savic Ali selama satu bulan terakhir lebih banyak di rumah sakit daripada di rumah menulis, “Pernah aku puterin Metallica, Janis Joplin maupun Beethoven, karena ia sempat ngomongin Beethoven. Juga pernah, saat kondisi sangat lemah, aku bilangin, ‘Wis, la haula wala quwwata Illa billah aja.’ Dan, ia menirukan dan meneruskan ‘aliyyil adzim.’”

 

Kamis 23 Juli 2020, saya dan kru redaksi NU Online Abdullah Alawi (per 1 Agustus 2020 menjadi Pemred NU Online Jabar) mengunjungi kediaman Savic Ali di pinggiran Jakarta. Kami bertukar kabar tentang perkembangan terkini terkait NU dan lain sebagainya.

 

“Aku bawa sound kecil untuk Gus Im dan beberapa seri classic rock,” kata Savic.

 

Di rumahnya, saya mencoba menebak rumah sakit di Lebak Bulus tempat Gus Im dirawat karena hampir setiap hari saya melewatinya. Saya pun menyebut nama rumah yang dimaksud.

 

“Jangan bilang-bilang ke yang lain,” pesan Savic.

 

Tidak ingin ramai-ramai adalah khasnya Gus Im. Oleh karena itu, betapa terkejutnya Savic Ali ketika pada 28 Juli 2020 saya kabarkan di grup redaksi sebuah selebaran medis dengan keterangan pasien atas nama lengkap Gus Im sedang memerlukan darah golongan B.

 

“Yah, gimana sih orang-orang. Tapi ya sudah lah,” kata Savic.

 

Senin 27 Juli 2020, kita mengelar rapat redaksi. Savic Ali datang sebagaimana biasa, bermasker. Ia datang sekira 20 menit sebelum rapat selesai. 5 menit rapat selesai, Wakil Direktur NU Online H Syaifullah Amin datang. Mereka kemudian menuju rumah sakit tempat Gus Im dirawat.

 

“Kosong Min, ayok nginep di rumah sakit,” kata Savic kepada H Syaifullah Amin di meja redaksi.

 

Rabu 29 Juli 2020, Savic Ali datang ke kantor NU Online lebih pagi. Wajahnya menampakkan wajah orang kurang tidur. Ia duduk sebentar, makan, lalu menandatangani sejumlah berkas yang diajukan tim manajemen NU Online.

 

“Mas, saya minta profil umum Gus Im,” kata saya.

 

“Kamu ambil saja dari buku puisi (Bunglon, buku puisi yang pernah dia kasih ke saya pada akhir November 2014),” jawabnya.

 

“Wah itu terlalu singkat dan umum mas,” kata saya.

 

“Ya nanti kutulis,” katanya.

 

Dia ambil minum sebentar kemudian meninggalkan kantor.

 

Sabtu subuh, 1 Agustus 2020, kita semua dikabarkan bahwa Gus Im meninggal. Selamat jalan Gus. Pandanganmu terkait khittah keredaksian NU Online yang mengintegrasikan diaspora orang NU, menyediakan bahan keislaman-ke-NU-an, dan mewakili ortodoksi (sikap organisasi) NU masih terngiang di benak kami hingga hari ini. []

 

(Alhafiz Kurniawan)