Belakangan ini beredar video orang mengumandangkan azan dengan menyisipkan seruan jihad “Hayya alal jihād” karena kecewa, tidak puas pada keadaan, atau entah karena apa. Lafal azan yang tidak lazim ini menarik untuk dibahas secara keagamaan.
Ulama fiqih dalam hal ini memang tidak menyebut seruan jihad atau “Hayya alal jihād.” Tetapi, ulama membahas seruan lain baik penambahan maupun penggantian lafal setelah “hay‘alatain” pada azan.
Ulama fiqih bersepakat bahwa lafal azan sudah terbakukan berdasarkan riwayat-riwayat hadits. Pengurangan terhadap lafal azan akan membuat rusak bangunan azan sehingga azan tidak sah. Sedangkan penambahan atas lafal azan seperti seruan jihad “Hayya alal jihād” merupakan bentuk bid’ah atau mengada-ada dalam beragama.
الحيعلتين للأمر به في خبر الصحيحين ويكره أن يقول حي على خير العمل لأنه بدعة لكنه لا يبطل الأذان بشرط أن يأتي بالحيعلتين أيضا
Artinya, “Pelafalan hay‘alatain dianjurkan pada hadits riwayat Bukhari dan Muslim. (Muazin) dimakruh melafalkan ‘Hayya ‘alā khairil amal’ karena pelafalan itu terbilang bid’ah. Tetapi azan tetap tidak batal dengan syarat muazin melafalkan juga hay‘alatain” (Syekh Ibnu Hajar, Al-Minhajul Qawim, juz I, halaman 161).
Syekh M Nawawi Banten mengatakan, penambahan “Hayya ‘alā khairil amal” setelah seruan ajakan shalat “hayya alas shalāh dan hayya alal falāh” pada lafal azan dimakruh karena tidak ma’tsur atau bersumber pada riwayat hadits. Kecuali itu, penambahan “Hayya ‘alā khairil amal” pada azan merupakan syiar kelompok Syi’ah Zaidiyyah, salah satu varian syiah.
وأن يقال فيهما حي على خير العمل كما قد يقع ذلك بعد الحيعلتين لأنه شعار الزيدية
Artinya, “(Muazin) dimakruh melafalkan ‘Hayya ‘alā khairil amal’ pada azan dan iqamah sebagaimana hal itu dilafalkan setelah hay‘alatain karena pelafalan itu merupakan syiar kelompok Syiah Zaidiyah,” (Syekh M Nawawi Banten, Nihayatuz Zain, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah: 2002 M/1422 H], halaman 97).
Adapun Syekh Abu Zakaria Al-Anshari dalam Kitab Asnal Mathalib mengatakan, ulama memakruhkan penambahan “Hayya alā khairil amal” pada lafal azan karena penambahan itu dinilai mengada-ada dalam syariat atau bid’ah.
وَيُكْرَهُ أَنْ يَقُولَ حَيَّ عَلَى خَيْرِ الْعَمَلِ لِخَبَرِ مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمَرْنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
Artinya, “(Muazin) dimakruh melafalkan ‘Hayya alā khairil amal’ karena hadits Rasulullah SAW mengatakan, ‘Siapa saja yang mengada-adakan hal baru (bid’ah) dalam urusan (agama) kami, maka apa yang berasal darinya tertolak’” (Abu Zakariya Al-Anshari, Asnal Mathalib: juz II, halaman 281).
Lalu bagaimana dengan seruan jihad “Hayya alal jihād” pada azan? Sunnah siapakah yang diikuti oleh mereka yang mengumandangkan azan dengan seruan jihad pada azan tersebut? Sementara kita memiliki kaidah yang menjadi patokan dalam beragama. Wallahu a’lam. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar