Mengkhatamkan Al-Qur’an merupakan salah satu amal yang sangat besar nilai pahala dan barakahnya. Besarnya keutamaan mengkhatamkan Al-Qur’an ini, salah satunya terdeskripsikan dalam hadits:
إِذَا خَتَمَ الْعَبْدُ القُرْآنَ صَلَّى عَلَيْهِ عِنْدَ خَتْمِهِ سِتُّوْنَ أَلـْفِ مَلَكٍ
“Apabila seseorang mengkhatamkan Al Qur’an, maka pada saat khatamannya 60.000 malaikat memohonkan rahmat untuknya” (HR. Ad-Dailami).
Dengan mengkhatamkan Al-Qur’an, seorang muslim berarti telah meneladani amal para salafus shalih yang senantiasa menjadikan Al-Qur’an sebagai bacaan yang istiqamah dibaca hingga selesai khatam dan hal demikian mereka lakukan secara terus menerus sepanjang hidup mereka.
Lantas berapa kali idealnya mengkhatamkan Al-Qur’an dalam satu tahun?
Imam Abu al-Laits dan Imam Abu Hanifah memberikan patokan mengenai hal ini, bahwa umat Islam setidaknya dapat mengkhatamkan Al-Qur’an sebanyak dua kali dalam satu tahun. Bahkan menurut Imam Ahmad bin Hanbal, makruh hukumnya tidak mengkhatamkan Al-Qur’an lebih dari 40 Hari. Keterangan demikian seperti dijabarkan dalam kitab Fath al-Mu’in berikut:
قال أبو الليث في البستان: ينبغي للقارئ أن يختم القرآن في السنة مرتين إن لم يقدر على الزيادة. وقال أبو حنيفة: من قرأ القرآن في كل سنة مرتين: فقد أدى حقه .وقال أحمد: يكره تأخير ختمة أكثر من أربعين يوما بلا عذرلحديث ابن عمر
“Imam Abu al-Laits dalam kitab al-Bustan berkata: ‘Hendaknya bagi seseorang yang dapat membaca Al-Qur’an untuk mengkhatamkan Al-Qur’an satu tahun sebanyak dua kali, jika ia tak mampu untuk mengkhatamkan lebih’. Imam Abu Hanifah berkata: ‘Barang siapa yang mengkhatamkan Al-Qur’an pada setiap tahun sebanyak dua kali, maka sungguh ia telah memenuhi haknya’. Imam Ahmad berkata: “Makruh mengakhirkan mengkhatamkan Al-Qur’an lebih dari 40 Hari tanpa adanya uzur, berdasarkan hadits Ibnu Amr” (Syekh Zainuddin al-Maliabari, Fath al-Mu’in, Hal 275)
Meski demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa para ulama cenderung berbeda-beda dalam menetapkan durasi waktu minimal mengkhatamkan Al-Qur’an bagi mereka, sebagian ada yang mengkhatamkan Al-Qur’an dua bulan sekali, satu bulan sekali, sepuluh hari sekali, delapan hari sekali, bahkan ada yang satu hari sekali, dan satu hari bisa sampai dua kali khataman. Namun mayoritas ulama lebih memilih untuk mengistiqamahkan mengkhatamkan Al-Qur’an satu minggu sekali.
Berpijak pada berbagai perbedaan tersebut, pendapat yang lebih dipilih (al-mukhtar) dalam merangkum perbedaan amaliah yang ada dalam mengkhatamkan Al-Qur’an, bahwa durasi minimal mengkhatamkan Al-Qur’an relatif berbeda-beda bagi masing-masing individu. Orang yang memiliki banyak waktu luang tentu anjuran mengkhatamkan Al-Qur’an dalam satu tahun lebih banyak jika dibandingkan orang yang waktunya banyak tercurahkan untuk mengurusi kemaslahatan umat atau bekerja guna menafkahi keluarga.
Selain itu, sebaiknya mengkhatamkan Al-Qur’an sebisa mungkin diupayakan beriringan dengan merenungkan kandungan makna yang terdapat dalam lafadz-lafadz Al-Qur’an. Seseorang yang dapat meresapi makna Al-Qur’an dengan bacaan pelan meski khatam relatif lama lebih baik dibandingkan ia membaca Al-Qur’an dengan terburu-buru tanpa meresapi makna Al-Qur’an. Cepatnya khatam tak menjamin kualitas ibadah khataman itu sendiri. Dalam kitab Hasyiyah I’anah at-Thalibin dijelaskan:
والمختار أن ذلك يختلف باختلاف الأشخاص، فمن كان يظهر له بدقيق الفكر لطائف ومعارف، فليقتصر على قدر يحصل له معه كمال فهم ما يقرأ، وكذا من كان مشغولا بنشر العلم، أو فصل الحكومات بين المسلمين، أو غير ذلك من مهمات الدين والمصالح العامة للمسلمين، فليقتصر على قدر لا يحصل بسببه إخلال بما هو مرصد له، ولا فوات كماله، ومن لم يكن من هؤلاء المذكورين فليستكثر – ما أمكنه – من غير خروج إلى حد الملل أو الهذرمة في القراءة
“Pendapat yang dipilih adalah bahwa anjuran mengkhatamkan Al-Qur’an setiap individu relatif berbeda-beda. Seseorang yang dapat tercerahkan dengan pemikiran mendalamnya wujud kelembutan dan kemakrifatan Al-Qur’an, maka ia hendaknya mencukupkan dengan kadar yang sekiranya hasil kesempurnaan dalam memahami apa yang ia baca. Sama halnya bagi orang yang tersibukkan dengan menyebarkan ilmu, memutuskan putusan hukum diantara orang muslim atau kesibukan yang lain berupa kepentingan agama dan kemaslahatan umat islam secara umum, hendaknya bagi mereka untuk mencukupkan membaca Al-Qur’an sekiranya tidak mengganggu kesibukan yang menjadi tanggung jawabnya dan tidak menghilangkan keoptimalan menjalankan kesibukannya. Barang siapa yang tidak termasuk golongan di atas, maka hendaknya memperbanyak membaca Al-Qur’an sebisa mungkin, sekiranya tidak sampai merasa bosan atau terburu-buru dalam membaca” (Syekh Abu Bakr Muhammad Syatha, Hasyiyah I’anah at-Thalibin, juz 2, hal. 285).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa anjuran mengkhatamkan Al-Qur’an bagi seorang Muslim yang sudah dapat membaca Al-Qur’an dengan baik cenderung berbeda-beda, tergantung kesibukan serta penyerapannya atas kandungan makna Al-Qur’an. Namun setidaknya sesibuk apa pun seseorang, hendaknya dapat meluangkan waktunya untuk dapat mengkhatamkan Al-Qur’an dua kali dalam waktu satu tahun. Ini merupakan batas minimal.
Untuk merealisasikannya, perlu manajemen waktu yang baik, terjadwal, dan dilakukan secara istiqamah. Misalnya untuk mengkhatamkan dua kali dalam satu tahun, setidaknya seseorang membaca Al-Qur’an sebanyak empat halaman mushaf Al-Qur’an setiap harinya.
Di samping itu, patut dipahami mengenai anjuran mengkhatamkan Al-Qur’an ini hanya terkhusus pada orang yang sudah baik bacaan Al-Qur’annya, sekiranya sudah dapat melafalkan dengan makhraj huruf dan bacaan tajwid yang benar. Jika masih belum dapat membaca Al-Qur’an dengan baik, sebaiknya seseorang tidak memfokuskan diri pada kuantitas mengkhatamkan Al-Qur’an, tapi lebih pada perbaikan bacaan serta kualitas membaca Al-Qur’annya. Wallahu a’lam. []
Ustadz M. Ali Zainal Abidin, pengajar di Pondok Pesantren Annuriyyah, Kaliwining, Rambipuji, Jember
Tidak ada komentar:
Posting Komentar