Senin, 31 Desember 2018

(Do'a of the Day) 24 Rabiul Akhir 1440H


Bismillah irRahman irRaheem

In the Name of Allah, The Most Gracious, The Most Kind

Allaahumma ath'amta wa saqaita wa aghnaita wa aqnaita wa hadaita wa ahsanta falakal hamdu 'ala maa a'thaita.

Ya Allah, Engkau telah memberi makan, telah memberi minum, telah mencukupkan, telah memuaskan, telah memberi hidayah, dan telah berbuat baik (kepadaku), maka segala puji hanya bagi-Mu atas sesuatu yang telah Kau berikan.

Dari Kitab Al-Adzkar - Imam An-Nawawi, Bagian 12, Bab 14.

(Buku of the Day) Oase Al-Qur'an: Pencerah Kehidupan


Penyegar Gersangnya Hati dan Pikiran


Judul               : Oase Al-Qur'an: Pencerah Kehidupan
Penulis             : KH Ahsin Sakho Muhammad
Penerbit           : Qaf
Cetakan           : I, Maret, 2018
ISBN               : 9786025547003
Tebal               : 267 halaman
Peresensi         : Syakir NF, santri Pondok Buntet Pesantren

Al-Qur'an merupakan samudera yang tak berdasar. Semakin kita menyelam, semakin kita meyakini kedalamannya. Tak salah jika orang berbeda memahaminya meskipun satu teks sama yang dibacanya. Sebab, beda sudut pandang akan melahirkan beda persepsi yang didapatkannya.

Di masing-masing kedalamannya, ia memiliki keindahan tersendiri. Maka, jika pun seseorang hanya mengerti dalam tataran permukaan, ia akan menikmati keindahan di atas permukannya. Lain halnya jika ia mampu menyelam dengan peralatan keilmuannya yang mumpuni, tentu ia akan mendapatkan keindahan yang berbeda dari sekadar permukaan.

Sebagai samudera, Al-Qur'an tak akan pernah habis dikuras airnya, tak berkurang jika diambil kandungannya. Ia terlalu kaya untuk dimanfaatkan oleh sekelompok manusia.

Bagi segenap masyarakat awam seperti peresensi, KH Ahsin Sakho Muhammad menjadikan bukunya sebagai kacamata yang mampu menembus kedalaman samudera. Kita yang hanya berkemampuan menikmati permukaan, dapat menikmati kedalaman Al-Qur'an melalui bukunya yang berjudul Oase Al-Qur'an: Pencerah Kehidupan.

Sebagaimana pencerah, buku ini mampu menerangi pandangan agar dapat melihat, setidaknya mengintip kandungan Al-Qur'an yang terdapat di dalam samudera tak terhingga itu. Dengan tema-tema tertentu, Kiai Ahsin menghadirkan intisari Al-Qur'an dengan tulisan yang tidak terlalu panjang di setiap babnya. Hal ini tidak membuat pembaca lekas bosan dan langsung mendapatkan pokok paling inti dari tema yang dibahasnya.

Buku ini mengarahkan kepada pemahaman dan penerapan Al-Qur'an dalam keseharian. Tema zikir dan tadabbur mendominasi buku ini. Kiai asal Cirebon itu menguraikan dalam bukunya, bahwa ada dua cara membaca Al-Qur'an, yakni tartil dengan tadabbur, dan tartil dengan cepat. Keduanya memiliki keistimewaan yang berebeda. Pertama, pahalanya tidak terlalu banyak, tetapi berbobot, sedangkan cara membaca kedua menghasilkan pahala banyak meskipun bobotnya tidak lebih baik dari pertama. Pemilihan diksi tadabbur pada buku ini mengindikasikan agar para pembaca lebih meresapi kandungan Al-Qur'an. Hal ini guna diterapkan dalam kesehariannya.

Karena tadabbur mendominasi, maka buku ini juga lebih banyak berisi cerita. Hal ini akan lebih meningkatkan kepekaan dalam menjalani kehidupan. Membaca cerita sama dengan melatih rasa. Dosen saya pernah mengatakan bahwa membaca sastra (baca juga: cerita) memberikan pengalaman tanpa harus mengalaminya sendiri. Artinya, dengan mengetahui kejadian tertentu, kita dapat belajar untuk bersikap atau bertindak seperti apa ketika hal yang sama kita alami sendiri.

Buku ini berisi Oase Qur'ani 101-200. Urutan 1-100 sudah disajikan pada buku sebelumnya, yakni Oase Al-Qur'an: Penyejuk Kehidupan yang terbit pada tahun 2016. Buku tersebut juga menghadirkan catatan-catatan khusus di beberapa halaman tertentu yang berlainan dari isi utamanya. Seolah hal ini menjadi bonus bagi para pembaca.

Di tengah kehidupan yang begitu gerah dan hati yang gersang akibat situasi politik dan problematika kebangsaan dan lingkungan, buku yang lahir dari seorang ahli di bidang Al-Qur'an ini benar-benar menjadi oase. Ia mampu memberikan penyegaran atas dahaga keimanan yang kerap kali terabaikan dan pikiran yang tak sadar mulai kehilangan nalar sehatnya. []

(Ngaji of the Day) Hukum Memakai Atribut Natal


Hukum Memakai Atribut Natal

Bulan Desember memang bulan yang cukup kompleks dalam menerapkan soal batasan-batasan toleransi yang masih dalam ketentuan syara’. Mulai dari hukum mengucapkan selamat Natal, hukum menjaga gereja, hukum membeli barang diskon dalam rangka menyambut hari Natal, sampai pada hukum memakai atribut Natal.

Dalam kesempatan ini, penulis akan sedikit mengulas perihal memakai atribut Natal. Apakah memakai atribut Natal termasuk dalam kategori toleransi yang masih dibenarkan oleh syara’, atau justru merupakan wujud toleransi yang berlebihan?

Seorang Muslim ketika memakai atribut Natal dapat dipastikan ia menyerupai orang non-Muslim dalam hal busana yang menjadi identitas mereka. Meski hal ini di atasnamakan toleransi atau simpati terhadap hari raya mereka, namun jika diekspresikan dengan cara demikian maka hal tersebut tidak diperbolehkan dalam syara’. Sebab berbusana dengan memakai atribut Natal sudah berada di luar ranah toleransi, sebab hal ini menjadi bagian dari larangan tasyabbuh bi al-kuffar (menyerupai non-Muslim) yang diharamkan oleh syara’.

Bahkan dalam memakai atribut Natal dapat berpotensi menjadi kufur jika seandainya terdapat niatan condong terhadap agama yang merayakan hari raya-nya dengan menggunakan atribut yang ia pakai. Penjelasan di atas seperti yang dijelaskan dalam kitab Bughyah al-Mustarsyidin:

حاصل ما ذكره العلماء في التزيي بزيّ الكفار أنه إمّا أن يتزيّا بزيّهم ميلا إلى دينهم وقاصدا التشبه بهم في شعائر الكفر أو يمشي معهم إلى متعبداتهم فيكفر بذلك فيهما وإمّا أن لا يقصد كذلك بل يقصد التشبه بهم في شعائر العيد أو التوصل إلى معاملة جائزة معهم فيأثم. وإما أن يتّفق له من غير قصد فيكره كشدّ الرداء في الصلاة.

“Kesimpulan yang telah dijelaskan oleh para ulama dalam permasalahan berbusana dengan busana orang-orang kafir, bahwa seseorang adakalanya memakai busana mereka karena condong kepada agama mereka dan bertujuan menyerupai mereka dalam syiar kekufurannya atau berangkat bersama mereka pada tempat ibadah mereka maka ia menjadi kafir dengan melakukan hal ini. Adakalanya ia tidak bertujuan seperti itu namun ia bertujuan menyerupai mereka dalam syiar hari raya atau sebagai media agar dapat berkomunikasi dengan baik dengan mereka, maka ia berdosa dengan melakukan hal demikian. Adakalanya pula ia memakai pakaian yang sama dengan orang non-Muslim tanpa adanya tujuan menyerupai mereka maka hal ini dimakruhkan, seperti mengikat selendang dalam shalat.” (Abdurrahman bin Muhammad Ba’lawy, Bughyah al-Mustarsyidin, Hal. 529)

Berdasarkan referensi di atas dapat dipahami bahwa rasanya tidak perlu bagi seorang Muslim–khususnya orang awam—untuk ikut-ikut saudara sebangsa kita yang non-Muslim untuk merayakan hari raya mereka dengan cara memakai atribut-atribut yang menjadi ciri khas mereka, karena hal ini justru akan menggerus terhadap identitas umat Islam yang adaptif terhadap umat lain tapi tetap menjaga prinsip dalam segala sikapnya.

Namun permasalahan lain terjadi ketika memakai atribut Natal ini menjadi keharusan bagi setiap karyawan yang bekerja di pasar swalayan tertentu, dan telah menjadi kebijakan dari pengelola swalayan agar karyawan mengenakan atribut Natal guna menarik perhatian pelanggan yang non-Muslim. Jika perintah demikian tidak dilaksanakan maka karyawan akan dipotong gajinya bahkan dipecat. Dapatkah ketentuan ini melegalkan pemakaian atribut Natal bagi para karyawan yang Muslim, mengingat ancaman dari perusahaan yang akan memotong gaji atau bahkan memecatnya?

Dalam kasus di atas, karyawan tetap tidak diperkenankan untuk mematuhi kebijakan dari pengelola swalayan, sebab ancaman yang disebutkan tidak sampai menjadikan pemakaian atribut Natal menjadi hal yang dilegalkan oleh syara’. Mengingat tasyabbuh bil kuffar (menyerupai non-Muslim) hanya dapat dilakukan dalam keadaan dlarurat atau ikrah, sedangkan ancaman yang disebutkan di atas masih belum mencapai tahapan ini. Kecuali memang ketika dia dipecat, ia sudah tidak dapat mencari pekerjaan di tempat lain, yang akan menyebabkan dirinya menjadi kelaparan dan kebutuhan pokoknya tidak terpenuhi, maka dalam hal ini diperbolehkan. Meskipun kasus demikian sangatlah sedikit ditemukan. 

Dengan demikian, bagi karyawan muslim tetap wajib  untuk menolak memakai atribut Natal, dengan segala resiko yang ditanggungnya. Sebab hal ini sudah bukan dalam ranah toleransi yang dibenarkan oleh syara’. Dan insya Allah nantinya ia akan mendapatkan pengganti yang lebih baik atas ketaatannya dalam menjauhi larangan syara’. Wallahu a’lam. []

Sumber: NU Online

BamSoet: Menjaga Kekondusifan untuk Indonesia yang Solid


Refleksi Akhir Tahun 2018
Menjaga Kekondusifan untuk Indonesia yang Solid
Oleh: Bambang Soesatyo

PEMBERITAAN tentang penangkapan para tersangka kasus korupsi masih sangat marak sepanjang tahun ini. Memang, menurut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), jumlah penindakan korupsi sepanjang tahun ini menurun cukup signifikan. Baik dalam tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan maupun yang sudah inkracht  (berkekuatan hukum tetap) hingga yang tahap eksekusi semuanya mengalami penurunan.

Jumlah penyelidikan turun 38,2% dari 123 kasus pada 2017 menjadi 76 kasus pada 2018. Jumlah penyidikan turun 29,8% dari 121 kasus menjadi 85 kasus. Angka penuntutan juga turun hingga 51,5%.

Kendati diklaim menurun, masyarakat merasakan korupsi masih marak. Apalagi sepanjang tahun ini tersangka koruptor yang terjaring KPK cukup banyak dari unsur atau oknum kepala daerah.

Reformasi birokrasi memang telah mencatat progres yang cukup signifikan. Namun masyarakat merasakan progres reformasi birokrasi itu belum mampu menangkal atau mempersempit ruang gerak oknum birokrat untuk melakukan korupsi.

Sudah sekitar 100 kepala daerah yang ditangkap KPK karena keterlibatan mereka dalam kasus korupsi. Namun fakta-fakta historis itu tidak berhasil menumbuhkan efek jera. Tahun ini pun tercatat sebagai yang terbanyak bagi KPK melancarkan operasi tangkap tangan (OTT), yakni 28 operasi. Reformasi birokrasi akan dinilai gagal jika tidak mampu menangkal korupsi. Karena itu pemerintah bersama institusi penegak hukum harus mulai merumuskan strategi pencegahan korupsi yang efektif.

Kasus Hoaks dan Ujaran Kebencian

Tak kalah maraknya adalah kasus hoaks dan ujaran kebencian. Polri cukup disibukkan oleh kegiatan masyarakat yang melaporkan dua jenis kasus ini. Sudah terbukti juga bahwa informasi atau berita hoaks menjadi ancaman nyata dalam masa kampanye Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.

Menurut data terbaru Divisi Multimedia Humas Mabes Polri, telah termonitor 3.500 berita hoaks per hari. Adapun Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri mengamankan 18 tersangka dugaan SARA dan ujaran kebencian sepanjang 2018. Hoaks dan ujaran kebencian berpotensi merusak keamanan dan ketertiban umum.

Perekonomian Nasional

Ketidakpastian perekonomian global sepanjang 2018 masih akan berlanjut pada 2019. Penyesuaian kebijakan oleh Pemerintah RI menjadi sebuah keharusan. Jika penyesuaian tidak segera dilakukan, Indonesia justru akan terlihat konyol. Sebab ketidakpastian ekonomi global itu akan menghadirkan beberapa dampak, langsung maupun tak langsung, yang akan membuat banyak orang tidak nyaman.

DPR mengapresiasi pemerintah yang telah menginisiasi langkah pertama dari upaya penyesuaian kebijakan itu dengan menaikkan tarif pajak penghasilan (PPh) impor atau PPh Pasal 22 atas 1.147 komoditas atau produk. Sudah barang tentu penyesuaian kebijakan itu tidak asal-asalan. Pemerintah tetap mengalkulasi kebutuhan konsumsi masyarakat serta menjaga kebutuhan dan keberlanjutan aktivitas industri dalam negeri.

Seperti diketahui bersama, Fed masih berencana menaikan FFR hingga paruh pertama 2019. Potensi tekanan terhadap perekonomian nasional bertambah karena ada niat AS mengeskalasi perang dagang.

Dengan begitu, kendati nilai tukar rupiah menguat sejak awal pekan ketiga November 2018, pemerintah dan BI harus tetap antisipatif. Nilai tukar valuta masih akan fluktuatif karena pasar uang terus dibayang-bayangi rencana Fed menaikkan FFR. Antisipasi sangat diperlukan untuk meminimalkan potensi arus keluar dana asing (capital outflow).

Tak kalah penting adalah menyiapkan strategi berkomunikasi yang efektif dengan publik agar depresiasi rupiah berikutnya tidak menimbulkan kegelisahan publik.

Defisit Neraca Perdagangan

Badan Pusat Statistik (BPS)  mencatat neraca perdagangan RI per November 2018 lagi-lagi defisit USD2,05 miliar. Untuk menyehatkan neraca perdagangan, DPR mendorong pemerintah untuk lebih berani mengendalikan impor sejumlah produk elektronik, alas kaki, tas dan koper hingga peralatan rumah tangga dan peralatan kantor.

Neraca perdagangan berpotensi mencatatkan surplus pada akhir 2018 berkat turunnya harga minyak dunia.  Selama ini, bersama produk migas dan bahan pangan, impor produk elektronik, alas kaki hingga peralatan rumah tangga dan kantor tercatat sebagai kontributor terbesar dari total nilai impor sejak tahun 2017. Padahal sebagian dari produk tersebut sudah dibuat di dalam negeri. Karenanya produk-produk impor tersebut patut dibebani PPh Pasal 22 yang lebih besar dari yang ditetapkan sekarang.

Langkah-langkah pengendalian impor yang lebih berani sangat diperlukan guna mengurangi tekanan terhadap neraca perdagangan. Dengan turunnya harga minyak, neraca perdagangan berpotensi surplus pada akhir 2018 dengan catatan jika impor produk lain bisa lebih dikendalikan. Seperti diketahui, harga minyak turun sejak pekan ketiga November 2018.

Utang Luar Negeri

Seperti halnya depresiasi rupiah, besaran utang luar negeri (ULN) juga terus menjadi perhatian masyarakat. Menurut catatan BI yang dipublikasikan pada Selasa (17/12/), ULN pada akhir Oktober 2018 tercatat USD360,5 miliar. Jika dikonversi dengan kurs Rp14.500 per dolar AS, besaran ULN itu sudah mencapai Rp5.227 triliun.

Pemerintah memastikan volume ULN itu masih dalam batas wajar dan aman. Artinya negara masih sangat mampu membayar ULN karena rata-rata pertumbuhan ekonomi 5%, sementara total pinjaman dari luar pada kisaran 2% dari tingkat pertumbuhan. Volume ULN dipastikan akan menurun seiring dengan mulai beroperasinya sejumlah proyek infrastruktur yang telah dibangun.

Ada dua catatan yang akan dikedepankan DPR tentang ULN ini.

Pertama , DPR mendorong pemerintah untuk mengelola ULN dengan baik dan benar, dilandasi aspek kehati-hatian. Kedua , agar tidak menimbulkan tafsir yang liar, pemerintah perlu secara khusus membangun komunikasi yang intens dengan publik guna menjelaskan berbagai aspek tentang ULN.

Kesejahteraan Sosial

Pada bidang kesejahteraan sosial, masalah yang cukup menonjol pada tahun ini adalah kasus defisit BPJS Kesehatan. Hingga 30 November 2018, BPJS Kesehatan masih memiliki tunggakan ke rumah sakit senilai Rp 1,72 triliun. Penyebab terjadinya defisit harus ditelusuri karena klaim rumah sakit yang disetujui untuk tahun 2018 sebesar Rp6,82 triliun.

DPR mendorong Kementerian Kesehatan dan manajemen BPJS Kesehatan terus memperbaiki tata kelola aspek keuangan demi meningkatkan kualitas layanan. Perhatian khusus perlu diberikan pada layanan rumah sakit di daerah-daerah. DPR menerima banyak keluhan tentang buruknya layanan kesehatan di sejumlah daerah.

Rekomendasi

Pertama , dalam konteks merawat stabilitas nasional, pimpinan DPR mendorong TNI, Polri, dan BIN untuk terus mengantisipasi berbagai kemungkinan terburuk yang diakibatkan manuver-manuver politik. Manuver politik oleh siapa pun tidak boleh mengorbankan masyarakat, apalagi mengadu domba kelompok-kelompok masyarakat.

Kedua , akselerasi pembangunan dalam tiga tahun terakhir telah membuahkan banyak keberhasilan. Namun karena perekonomian global selalu dinamis, rentetan keberhasilan pembangunan nasional itu selalu menghadirkan tantangan baru, termasuk pada 2019 mendatang.

Indonesia harus melanjutkan upaya memperkuat fondasi dan sendi-sendi makroekonomi, meningkatkan kualitas sumber daya manusia, meningkatkan dan mengembangkan potensi ekonomi daerah, serta melanjutkan pembangunan infrastruktur dengan memperhatikan aspek pemerataan, efektivitas, serta kemampuan dan kesinambungan fiskal.

Ketiga, menuju pelaksanaan Pilpres-Pileg 2019, semua pihak hendaknya mau menahan diri. Keempat , pada saat bersamaan, politisi pun diberi ruang dan waktu untuk melakukan persiapan melakoni Pilpres-Pileg 2019. Namun persiapan maupun manuver politik dari para kontestan hendaknya tidak merusak kekondusifan. Sebaliknya para kader partai politik berkewajiban memelihara iklim yang kondusif. Jika hal ini terwujud, dunia akan melihat Indonesia yang solid.

Kelima, rangkaian gempa bumi, tsunami, banjir, dan tanah longsor telah terjadi di sejumlah daerah akhir-akhir ini. Berdasarkan kecenderungan itu, pimpinan DPR mendorong semua pemerintahan kabupaten serta kota untuk mulai mengonsolidasi dan menyiagakan semua unsur di dalam Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) untuk segera melakukan mitigasi bencana. Efektivitas mitigasi bencana pada tingkat daerah harus segera ditingkatkan untuk meminimalkan korban dan kerugian.

Sangat penting bagi semua BPBD untuk melakukan komunikasi yang intens dengan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG ) setempat guna mengetahui berbagai kemungkinan. DPR berharap, BPBD di semua kabupaten/kota mampu menjadi kekuatan terdepan ketika warga membutuhkan bantuan, baik akibat gempa bumi, banjir maupun tanah longsor. []

KORAN SINDO, 29 Desember 2018
Bambang Soesatyo | Ketua DPR RI