Refleksi
Akhir Tahun 2018
Menjaga
Kekondusifan untuk Indonesia yang Solid
Oleh:
Bambang Soesatyo
PEMBERITAAN tentang penangkapan para tersangka kasus
korupsi masih sangat marak sepanjang tahun ini. Memang, menurut Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK), jumlah penindakan korupsi sepanjang tahun ini
menurun cukup signifikan. Baik dalam tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan
maupun yang sudah inkracht (berkekuatan hukum tetap) hingga yang tahap
eksekusi semuanya mengalami penurunan.
Jumlah penyelidikan turun 38,2% dari 123 kasus pada
2017 menjadi 76 kasus pada 2018. Jumlah penyidikan turun 29,8% dari 121 kasus
menjadi 85 kasus. Angka penuntutan juga turun hingga 51,5%.
Kendati diklaim menurun, masyarakat merasakan korupsi
masih marak. Apalagi sepanjang tahun ini tersangka koruptor yang terjaring KPK
cukup banyak dari unsur atau oknum kepala daerah.
Reformasi birokrasi memang telah mencatat progres
yang cukup signifikan. Namun masyarakat merasakan progres reformasi birokrasi
itu belum mampu menangkal atau mempersempit ruang gerak oknum birokrat untuk
melakukan korupsi.
Sudah sekitar 100 kepala daerah yang ditangkap KPK
karena keterlibatan mereka dalam kasus korupsi. Namun fakta-fakta historis itu
tidak berhasil menumbuhkan efek jera. Tahun ini pun tercatat sebagai yang
terbanyak bagi KPK melancarkan operasi tangkap tangan (OTT), yakni 28 operasi.
Reformasi birokrasi akan dinilai gagal jika tidak mampu menangkal korupsi.
Karena itu pemerintah bersama institusi penegak hukum harus mulai merumuskan
strategi pencegahan korupsi yang efektif.
Kasus Hoaks dan Ujaran Kebencian
Tak kalah maraknya adalah kasus hoaks dan ujaran
kebencian. Polri cukup disibukkan oleh kegiatan masyarakat yang melaporkan dua
jenis kasus ini. Sudah terbukti juga bahwa informasi atau berita hoaks menjadi
ancaman nyata dalam masa kampanye Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.
Menurut data terbaru Divisi Multimedia Humas Mabes
Polri, telah termonitor 3.500 berita hoaks per hari. Adapun Direktorat Tindak
Pidana Siber Bareskrim Polri mengamankan 18 tersangka dugaan SARA dan ujaran
kebencian sepanjang 2018. Hoaks dan ujaran kebencian berpotensi merusak
keamanan dan ketertiban umum.
Perekonomian Nasional
Ketidakpastian perekonomian global sepanjang 2018
masih akan berlanjut pada 2019. Penyesuaian kebijakan oleh Pemerintah RI
menjadi sebuah keharusan. Jika penyesuaian tidak segera dilakukan, Indonesia
justru akan terlihat konyol. Sebab ketidakpastian ekonomi global itu akan
menghadirkan beberapa dampak, langsung maupun tak langsung, yang akan membuat
banyak orang tidak nyaman.
DPR mengapresiasi pemerintah yang telah menginisiasi
langkah pertama dari upaya penyesuaian kebijakan itu dengan menaikkan tarif pajak
penghasilan (PPh) impor atau PPh Pasal 22 atas 1.147 komoditas atau produk.
Sudah barang tentu penyesuaian kebijakan itu tidak asal-asalan. Pemerintah
tetap mengalkulasi kebutuhan konsumsi masyarakat serta menjaga kebutuhan dan
keberlanjutan aktivitas industri dalam negeri.
Seperti diketahui bersama, Fed masih berencana
menaikan FFR hingga paruh pertama 2019. Potensi tekanan terhadap perekonomian
nasional bertambah karena ada niat AS mengeskalasi perang dagang.
Dengan begitu, kendati nilai tukar rupiah menguat
sejak awal pekan ketiga November 2018, pemerintah dan BI harus tetap
antisipatif. Nilai tukar valuta masih akan fluktuatif karena pasar uang terus
dibayang-bayangi rencana Fed menaikkan FFR. Antisipasi sangat diperlukan untuk
meminimalkan potensi arus keluar dana asing (capital outflow).
Tak kalah
penting adalah menyiapkan strategi berkomunikasi yang efektif dengan publik
agar depresiasi rupiah berikutnya tidak menimbulkan kegelisahan publik.
Defisit Neraca Perdagangan
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca
perdagangan RI per November 2018 lagi-lagi defisit USD2,05 miliar. Untuk
menyehatkan neraca perdagangan, DPR mendorong pemerintah untuk lebih berani
mengendalikan impor sejumlah produk elektronik, alas kaki, tas dan koper hingga
peralatan rumah tangga dan peralatan kantor.
Neraca perdagangan berpotensi mencatatkan surplus
pada akhir 2018 berkat turunnya harga minyak dunia. Selama ini, bersama
produk migas dan bahan pangan, impor produk elektronik, alas kaki hingga
peralatan rumah tangga dan kantor tercatat sebagai kontributor terbesar dari
total nilai impor sejak tahun 2017. Padahal sebagian dari produk tersebut sudah
dibuat di dalam negeri. Karenanya produk-produk impor tersebut patut dibebani
PPh Pasal 22 yang lebih besar dari yang ditetapkan sekarang.
Langkah-langkah pengendalian impor yang lebih berani
sangat diperlukan guna mengurangi tekanan terhadap neraca perdagangan. Dengan
turunnya harga minyak, neraca perdagangan berpotensi surplus pada akhir 2018
dengan catatan jika impor produk lain bisa lebih dikendalikan. Seperti
diketahui, harga minyak turun sejak pekan ketiga November 2018.
Utang Luar Negeri
Seperti halnya depresiasi rupiah, besaran utang luar
negeri (ULN) juga terus menjadi perhatian masyarakat. Menurut catatan BI yang
dipublikasikan pada Selasa (17/12/), ULN pada akhir Oktober 2018 tercatat
USD360,5 miliar. Jika dikonversi dengan kurs Rp14.500 per dolar AS, besaran ULN
itu sudah mencapai Rp5.227 triliun.
Pemerintah memastikan volume ULN itu masih dalam
batas wajar dan aman. Artinya negara masih sangat mampu membayar ULN karena
rata-rata pertumbuhan ekonomi 5%, sementara total pinjaman dari luar pada
kisaran 2% dari tingkat pertumbuhan. Volume ULN dipastikan akan menurun seiring
dengan mulai beroperasinya sejumlah proyek infrastruktur yang telah dibangun.
Ada dua catatan yang akan dikedepankan DPR tentang
ULN ini.
Pertama , DPR mendorong pemerintah untuk mengelola
ULN dengan baik dan benar, dilandasi aspek kehati-hatian. Kedua , agar tidak
menimbulkan tafsir yang liar, pemerintah perlu secara khusus membangun
komunikasi yang intens dengan publik guna menjelaskan berbagai aspek tentang
ULN.
Kesejahteraan Sosial
Pada bidang kesejahteraan sosial, masalah yang cukup
menonjol pada tahun ini adalah kasus defisit BPJS Kesehatan. Hingga 30 November
2018, BPJS Kesehatan masih memiliki tunggakan ke rumah sakit senilai Rp 1,72
triliun. Penyebab terjadinya defisit harus ditelusuri karena klaim rumah sakit
yang disetujui untuk tahun 2018 sebesar Rp6,82 triliun.
DPR mendorong Kementerian Kesehatan dan manajemen
BPJS Kesehatan terus memperbaiki tata kelola aspek keuangan demi meningkatkan
kualitas layanan. Perhatian khusus perlu diberikan pada layanan rumah sakit di
daerah-daerah. DPR menerima banyak keluhan tentang buruknya layanan kesehatan
di sejumlah daerah.
Rekomendasi
Pertama , dalam konteks merawat stabilitas nasional, pimpinan DPR mendorong
TNI, Polri, dan BIN untuk terus mengantisipasi berbagai kemungkinan terburuk
yang diakibatkan manuver-manuver politik. Manuver politik oleh siapa pun tidak
boleh mengorbankan masyarakat, apalagi mengadu domba kelompok-kelompok
masyarakat.
Kedua ,
akselerasi pembangunan dalam tiga tahun terakhir telah membuahkan banyak keberhasilan.
Namun karena perekonomian global selalu dinamis, rentetan keberhasilan
pembangunan nasional itu selalu menghadirkan tantangan baru, termasuk pada 2019
mendatang.
Indonesia harus melanjutkan upaya memperkuat fondasi
dan sendi-sendi makroekonomi, meningkatkan kualitas sumber daya manusia,
meningkatkan dan mengembangkan potensi ekonomi daerah, serta melanjutkan
pembangunan infrastruktur dengan memperhatikan aspek pemerataan, efektivitas,
serta kemampuan dan kesinambungan fiskal.
Ketiga, menuju pelaksanaan Pilpres-Pileg 2019, semua
pihak hendaknya mau menahan diri. Keempat , pada saat bersamaan, politisi pun
diberi ruang dan waktu untuk melakukan persiapan melakoni Pilpres-Pileg 2019.
Namun persiapan maupun manuver politik dari para kontestan hendaknya tidak
merusak kekondusifan. Sebaliknya para kader partai politik berkewajiban
memelihara iklim yang kondusif. Jika hal ini terwujud, dunia akan melihat
Indonesia yang solid.
Kelima, rangkaian gempa bumi, tsunami, banjir, dan
tanah longsor telah terjadi di sejumlah daerah akhir-akhir ini. Berdasarkan
kecenderungan itu, pimpinan DPR mendorong semua pemerintahan kabupaten serta
kota untuk mulai mengonsolidasi dan menyiagakan semua unsur di dalam Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) untuk segera melakukan mitigasi bencana.
Efektivitas mitigasi bencana pada tingkat daerah harus segera ditingkatkan
untuk meminimalkan korban dan kerugian.
Sangat penting bagi semua BPBD untuk melakukan
komunikasi yang intens dengan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika
(BMKG ) setempat guna mengetahui berbagai kemungkinan. DPR berharap, BPBD di
semua kabupaten/kota mampu menjadi kekuatan terdepan ketika warga membutuhkan
bantuan, baik akibat gempa bumi, banjir maupun tanah longsor. []
KORAN
SINDO, 29 Desember 2018
Bambang
Soesatyo | Ketua DPR RI