Inilah Tiga Gaya
Penyampaian Khutbah
Khutbah Jumat merupakan salah satu elemen
(rukun) terpenting dalam pelaksanaan Jumat. Tanpanya, shalat Jumat tidak sah.
Khatib harus memperhatikan beberapa syarat dan rukun khutbah.
Banyak cara dan gaya yang dilakukan khatib
dalam menyampaikan khutbahnya. Ada yang menyampaikan dengan suara tegas, ada
lagi yang menggunakan suara lemah lembut dan lain sebagainya. Sebenarnya,
bagaimana tata cara dalam menyampaikan khutbah?
Dalam kitab Manâhij al-Imdâd juz 1 halaman
311, Syekh Ihsan bin Dakhlan, ulama Nusantara dari Kediri mengutip dari Syekh
Muhammad bin Thalun, bahwa gaya berkhutbah ada tiga macam sebagai berikut:
Pertama, gayanya ulama masyriq, sebagian
ulama Mesir dan minoritas ulama Syam.
Menurut cara yang pertama ini, khutbah
disampaikan dengan penuh irama, dengan suara pelan dan lemah lembut, tidak
menakutkan. Cara seperti ini dapat meluluhkan hati para pendengar serta dapat
memberikan kenyamanan kepada khatib. Cara pertama ini dipakai oleh Syekh Khatib
al-Mushili dari kalangan ulama mutaqaddimin (ulama klasik) dan Syekh Utsman bin
Syams dari kalangan muta’akhirin (ulama kontemporer).
Kedua, gayanya mayoritas ulama Mesir dan
sebagian ulama Syam.
Cara kedua dilakukan dengan mengombinasikan
antara nagham (berirama) dan tahqiq (bersuara jelas tanpa irama). Sesekali
khatib menyampaikan khutbahnya dengan datar, sesekali ia menyampaikannya dengan
nada dan penuh irama.
Di antara yang menempuh cara kedua ini adalah
al-Khatib Badruddin al-Damasyqi dari kalangan ulama klasik dan Syekh Sirajuddin
ibnu al-Shairafi al-Syafi’i dari kalangan ulama kontemporer.
Ketiga, gayanya mayoritas ulama Syam.
Cara yang ketiga ini dilakukan dengan suara
yang tegas dan keras, dengan intonasi lantang yang dapat menggetarkan jiwa para
pendengarnya. Cara ini adalah yang menyerupai gaya dan intonasi Rasulullah saat
berkhutbah.
Dalam sebuah hadits disebutkan:
عَنْ
جَابِرٍ أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم كَانَ إِذَا خَطَبَ النَّاسَ
اِحْمَرَّتْ عَيْنَاهُ وَعَلَا صَوْتُهُ وَاشْتَدَّ غَضَبُهُ حَتَّى كَأَنَّهُ
مُنْذِرُ جَيْشٍ
“Dari sahabat Jabir, sesungguhnya Nabi saat
berkhutbah, kedua matanya memerah, suaranya lantang dan sangat marah.
Seakan-akan beliau memotivasi pasukan perang.” (HR. Muslim dan Ibnu Majah).
Demikian tiga cara penyampaian khutbah.
Ketiganya memiliki kelebihan masing-masing. Prinsipnya, bagaimana khutbah dapat
mengena dan dipahami oleh para pendengarnya. Khatib dapat memilih salah satu
dari tiga cara di atas, disesuaikan dengan kondisi masyarakatnya. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar