Maaf Rasulullah untuk Buron Hukuman Mati,
Ikrimah bin Abu Jahal
Jika ditanya siapa musuh bebuyutan Islam pada
zaman Rasulullah, nama yang segera muncul biasanya adalah Abu Jahal. Ia
disebut-sebut sebagai “Fir’aun”-nya umat di masa dakwah Islam pertama. Namun,
sebetulnya ada yang level permusuhannya terhadap Islam melebihi Abu Jahal,
yakni putranya Ikrimah bin Abu Jahal.
Karena kezaliman dan kekejamannya yang luar
biasa kepada kaum muslimin, sampai-sampai muncul pengumuman di kalangan umat
Islam untuk menjatuhkan hukuman mati kepada Ikrimah. Darah permusuhan Abu Jahal
mewaris dengan baik kepadanya, ditambah dendam kusumat yang membara setelah
kematian sang ayah.
Amânî Zakariyya ar-Ramâdî dalam
kitab Akhlâqun Nabiyy Shallallahu ‘alaihi wa Sallam fil Harb menceritakan
bahwa di perang Khandamah Ikrimah berduel dengan Khalid bin Walid, prajurit
Muslim yang terkenal tangguh. Ikrimah berhasil dipukul mundur, hingga lari
keluar kota Makkah untuk menyelamatkan diri. Ia sedang berusaha menuju Yaman
dengan mengendarai kapal.
Ikrimah bin Abu Jahal pun resmi menjadi buron.
Dalam konteks momen Fathu Makkah (pembebasan kota Makkah) yang menjadi puncak
kekuasaan Islam zaman itu, situasi tersebut tak hanya kian memojokkan dirinya,
tapi juga membuat keluarga Ikrimah sangat cemas. Istrinya, Ummu Hakim binti
al-Harits bin Hasyim, yang sudah masuk Islam lebih dulu betul-betul khawatir
memikirkan nasib sang suami yang bisa kapan saja dan di mana saja terbunuh
karena status buronan hukuman mati.
Dalam kondisi genting itu, Ummu Hakim
memberanikan diri berangkat ke bukit Shafa bersama penduduk Makkah lain yang
sudah masuk Islam. Di sana ia menghadap Rasulullah dan memohon grasi atau
pengampunan atas kesalahan suaminya selama ini. Ummu Hakim berharap Ikrimah
dapat kembali ke Makkah dalam kondisi aman sebagaimana Shafwan bin Umayyah.
Konteks Ikrimah sebenarnya berbeda dari
Shafwan. Sebab, Ikrimah bukan saja terkenal bengis menganiaya umat Islam tapi
juga masih terus melakukan perlawanan meskipun sudah Fathu Makkah. Rasulullah
menjamin keamanan seluruh warga termasuk yang semula memusuhinya, kecuali bagi
mereka yang masih hendak memberontak. Maka status sebagai buron pun disematkan
kepada Ikrimah.
“Ikrimah telah kabur darimu menuju Yaman karena
takut dibunuh, wahai Rasulullah. Mohon kiranya engkau jamin keamanannya,” pinta
Ummu Hakim.
Dengan ringan Nabi menjawab, “Dia aman.”
Rasulullah tak menyinggung soal darah ikrimah
yang halal karena jadi bunonan hukuman mati, tidak pula membahas masa lalu
Ikrimah yang membunuh dan menganiaya umat Islam. Beliau menatap ke depan,
melihat sebuah perubahan keadaan lebih baik bakal datang.
Berbekal jaminan keamanan Nabi itu, Ummu Hakim
menempuh perjalanan panjang mencari suaminya. Hingga di ujung pantai Laut
Merah, ia menyaksikan suaminya sedang mencoba menaiki kapal yang ke arah Yaman.
Ikrimah tampak berdebat dengan nakhoda yang ternyata adalah Muslim.
“Akhlish,” kata nakhoda kapal. Maksudnya,
Ikrimah diminta untuk menyucikan keyakinannya dari berbagai kemusyrikan dan
beralih kepada prinsip tauhid.
“Apa yang mesti aku ucapkan?” kata Ikrimah.
“Lâilâha illallâh (tiada Tuhan selain Allah).”
“Justru aku melarikan diri karena menghindari
itu!” sahut Ikrimah bin Abu Jahal.
Ummu Hakim yang datang dalam kesempatan itu
memberi tahu Ikrimah soal pertemuannya dengan manusia paling bijak, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam. Lalu meminta suaminya untuk tidak menjerumuskan
diri dalam kerusakan karena Nabi telah menjamin keamanannya.
Jika diamati, Ikrimah kala itu betul-betul
dalam kondisi terdesak. Pelariannya dapat dipastikan tak akan mulus karena umat
Islam sudah ada di mana-mana, termasuk Yaman yang dihuni komunitas besar
Muslim. Satu-satunya jalan terbaik adalah tidak memusuhi Nabi.
Musuh bebuyutan Islam ini pun akhirnya
menyerah, kembali ke Makkah dan menghadap Rasulullah. Bila mau Ikrimah
sebenarnya cukup dengan taat peraturan dan tidak melawan, maka dirinya pasti
aman. Tapi kekagumannya dengan kepribadian Nabi, membuatnya mantap mengucapkan
dua kalimat syahadat.
Sejak saat itu Ikrimah bergabung dengan kaum
Muslimin dalam kerja-kerja dakwah, termasuk terlibat dalam sejumlah pertempuran
hingga ia masuk kategori sahabat agung yang syahid pada perang Yarmuk.
Demikianlah Allah membalikkan hati seseorang. Orang yang paling membenci Islam
berbalik arah menjadi orang yang paling mencintainya lewat samudera maaf dan
kasih sayang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. []
(Mahbib)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar