Pengantar
Memahami Bab Syirkah dalam Fiqih Transaksi
Pada tulisan yang lalu, telah dijelaskan bahwa
produk pembiayaan pada bank syariah sering diberikan dalam 3 model, yaitu: murabahah,
mudlarabah, dan musyarakah. Kali ini kita sampai pada pembiayaan
yang ketiga yaitu pembiayaan musyarakah.
Musyarakah berasal dari akar kata syirkah yang dalam istilah fiqih sering
dimaknai sebagai: الاجتماع في استحقاق أو تصرف,
yaitu suatu bentuk jalinan kerja sama (partnership) dalam kepemilikan
dan tasharruf (pengelolaan). Akad ini diperbolehkan secara nash. Dalil nash
yang menetapkan adalah firman Allah
وَإِنَّ كَثِيرًا مِّنَ ٱلْخُلَطَآءِ لَيَبْغِى
بَعْضُهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ إِلَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ
وَقَلِيلٌ مَّا هُمْ
Artinya: “Dan sesungguhnya kebanyakan dari
orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada
sebahagian yang lain, kecuali orang orang yang beriman dan mengerjakan amal
yang saleh; dan amat sedikitlah mereka ini.” (QS Shâd: 24)
Makna lafadh khulatha’ pada ayat di
atas, oleh Ibnu Qudamah dalam kitab al-Mughni dimaknai syuraka’,
yaitu orang-orang yang berserikat (Ibnu Qudamah, al-Mughni, Daru al-Ihya
al-Turats al-Araby: 5/3). Adapun dalil hadits yang dipergunakan oleh para
ulama adalah hadits riwayat Abi Dawud, Nabi SAW bersabda:
عن النبي
صلى الله عليه وسلم أنه قال: يقول الله : أنا ثالث الشريكين ما لم يخن أحدهما
صاحبه ، فإذا خان أحدهما صاحبه ، خرجت من بينهما. رواه أبو داود
Artinya: Dari Nabi SAW, beliau bersabda: “Allah
SWT berfirman: ‘Aku adalah pihak ketika dari dua orang yang bersekutu selagi
tidak saling mengkhianati. Bila salah-satunya telah berbuat khianat kepada
sahabatnya, maka Aku keluar dari keduanya.”
Maksud dari hadits ini adalah bahwa di dalam
serikat terdapat keberkahan dari Allah SWT selagi masing-masing pihak tidak
saling mengkhianati saudaranya. Pengkhianatan akan menyebabkan hilangnya
keberkahan. Jadi tunggu apalagi? Mari hidupi jam’iyah kita ini dengan semangat
membangun syirkah! Arus baru ekonomi umat dan khususnya Jam’iyah, tidak akan
bangkit tanpa ada yang menginisiasi. Sadar riba itu haram, berarti harus sadar
berserikat.
Apa Syirkah Itu?
Menurut Ibnu Qudamah, ada dua jenis syirkah,
yaitu: syirkah milik dan syirkah uqud. Syirkah milik merupakan
suatu pernyataan tentang kepemilikan oleh dua orang atau lebih terhadap satu
barang “tanpa adanya” kontrak serikat atau persekutuan dalam kepemilikan
aset. Umumnya syirkah ini terbentuk karena faktor alamiah seperti karena
waris atau wasiat, atau kondisi lain yang melatarbelakangi kepemilikan satu
aset nyata secara bersama-sama, dan dikelola bersama-sama, untung rugi
ditanggung bersama, tanpa adanya syarat lain.
Adapun syirkah uqud adalah suatu
pernyataan yang diselenggarakan oleh dua pihak atau lebih untuk bersama-sama
mengusahakan terwujudnya aset, melakukan pengelolaan bersama, dan untung-rugi
ditanggung bersama. Contoh: koperasi, permodalan, saham, perseroan dan
lain-lain.
Dengan demikian, perbedaan antara syirah milik
dengan syirkah uqud adalah keberadaan pernyataan antara dua pihak yang
saling berserikat dalam aset. Syirkah uqud mensyaratkan adanya ikatan
kontrak. sementara syirkah milik, tidak mensyaratkan adanya
ikatan.
Karena syirkah ‘uqud memiliki titik
tekan pada adanya kontrak, maka dalam literatur turats Syafi’iyah, terdapat
empat jenis syirkah ‘uqud yang dikenal, antara lain : syirkah ‘inan,
syirkah abdan, syirkah wujuuh dan syirkah mufawadlah.
Menurut Syeikh Wahbah Al-Zuhaili, ada empat
syarat umum yang berlaku untuk syirkah ‘uqud. Syarat umum bagi syirkah
‘uqud ini adalahsebagai berikut:
1) Syirkah merupakan transaksi yang bisa
diwakilkan. Artinya bahwa, dalam hal ini, orang yang memiliki modal tidak harus
menjalankan sendiri perseroan yang dibentuk. Ia bisa menyuruh seorang wakil
untuk menggantikan perannya selaku mushorrif al-syirkah, yang dia beri upah
mitsil.
2) Pembagian keuntungan di antara anggota yang
harus jelas. Maksudnya adalah masing-masing pihak antara yang menjalankan usaha
dan yang hanya sekedar sebagai pemodal, harus jelas dalam kesepakatan upah yang
diterima.
3) Pembagian keuntungan diambil dari laba
perserikatan, bukan dari modal. Maksudnya adalah, bahwa keuntungan dibagi
dengan patokan utama kadar keuntungan berdasarkan nisbah modal yang dimiliki
sesuai dengan kesepakatan awal. Pembaca bisa menyimak kembali tulisan sebelumnya
tentang Ilustrasi produk Deposito dan Reksadana pada Perbankan Syariah.
Menurut Syeikh Wahbah Al-Zuhaili, terkait
dengan syarat ketentuan “rupa modal”, secara umum disebutkan sebagai berikut:
1) Modal perseroan harus hadir, baik ketika
akad maupun ketika akandilakukan pembelian barang. Syarat ini merupakan
kesepakatan jumhur fuqaha, sehingga tidakdiperkenankan yang modalnya masih
berupa hutang, maupun modalnyamasih belum bisa dihadirkan.
2) Modal perseroan berupa uang, ini adalah
kesepakatan empat mazhab, makaperserikatan yang modalnya berbentuk barang, baik
barang yang bergerakmaupun yang tidak bergerak maupun tidak bergerak,tidak
diperkenankan. Solusinya bagaimana? Misalnya jika suatu rumah dianggap sebagai
aset perserikatan, maka keberadaan rumah ini harus diuangkan terlebih dahulu,
atau dijual kepada perserikatan dan diterima sebagai uang oleh pemiliknya, kemudian
baru diserahkan sebagai modal bagi pemilik tersebut dalam perserikatan.
Menurut Syeikh Al-Qadli Husain dalam kitab al-Lubab
fil Fiqhil Imam asy-Syafi’i, beliau menegaskan bahwa fuqaha’ madzhab
Syafi’i sepakat bahwakeempat jenis syirkah ‘uqud adalah bathil kecuali
syirkah ‘inan. Beliau menyebutkan:
وكلها
باطلة إلا شركة العنان
Artinya: “Semua jenis syirkah ini adalah bathil
kecuali syirkah ‘inan.” (Syeikh Al-Qadli Husain, al-Lubab fil Fiqhil
Imam asy-Syafi’i, Daru al-Fikr: 1/255)
Rukun dan Syarat Syirkah
Syeikh Wahbah Al-Zuhaili dalam kitabnya al-Fiqhul
Islam wa-Adillatuhu, terbitan Daru al-Fikr: 5/22, beliau menjelaskan
bahwa:
وأركان
الشركة عند الجمهور ثلاثة: عاقدان ومعقود عليه وصيغة
Artinya: “Jumhur Ulama sepakat bahwa rukun
syirkah ada 3, yaitu: 1) dua orang yang bertransaksi, 2) obyek transaksi
(ma’qud ‘alaih) dan 3) shighah.” (Wahbah Al-Zuhaili, al-Fiqhul Islam
wa-Adillatuhu, Daru al-Fikr: 5/22)
Adapun syarat syirkah, dalam kitab Kifayatul
Akhyar, Syeikh Taqiyuddin bin Abu Bakar bin Muhammad menyebutkan adalima
syarat yang harus dipenuhi untuk melangsungkan syirkah, antara lain sebagai
berikut:
وللشركة
خمس شرائط أن تكون على ناض من الدراهم والدنانير وأن يتفقا في الجنس
والنوع وأن يخلطا المالين وأن يأذن كل واحد منهما لصاحبه في التصرف وأن يكون الربح
والخسران على قدر المالين
Artinya: “Terdapat lima syarat dalam syirkah,
yaitu: 1) benda (harta) yang dinilai dengan uang yakni berupa dinar dirham,
dinar, 2) kesepakatan jenis dan macam modal (harta bisa diukur dan dihargakan),
3) harta-harta itu dicampur, 4) masing-masing pihak memberi idzin kepada
peserta yang lain untuk melakukan pengelolaan, dan 5) untung-rugi ditanggung
menurut kadar harta masing-masing.” (Syeikh Taqiyuddin bin Abu Bakar bin
Muhammad Al-Husainy Al-Hashany, Kifayatul Akhyar, Daru al-Minhaj: 378)
Demikian tulisan singkat ini sekedar sebagai
pengantar menuju pemahaman Bab Syirkah yang kelak akan dibahas lebih luas. Pada
tulisan berikutnya, akan dijelaskan masing-masing syirkah baik yang dilarang
maupun yang diperbolehkan dalam Fiqih Syafi’i. Insyaallah. []
Muhammad Syamsudin, Pegiat Kajian Fiqih Terapan
dan Pengasuh PP Hasan Jufri Putri, P. Bawean, Jatim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar