Rabu, 19 Desember 2018

(Ngaji of the Day) Pernahkah Nabi Muhammad SAW Kumandangkan Azan?


Pernahkah Nabi Muhammad SAW Kumandangkan Azan?

Pertanyaan:

Assalamu alaikum wr. wb.
Redaksi Bahtsul Masail NU Online yang terhormat. Dalam kesempatan ini saya mau menanyakan hal terkait azan. Terutama menyangkut apakah Nabi Muhammad SAW pernah mengumandangkan azan? Atas penjelasannya saya ucapkan terima kasih. Wassalamu ‘alaikum wr. wb.

Jalaludin – Jakarta

Jawaban:

Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Penanya yang budiman, semoga selalu dirahmati Allah SWT. Ketika membincang azan, sahabat Bilal RA adalah sosok yang tak bisa dipisahkan. Perannya sebagai salah satu muadzin yang mengingatkan datangnya waktu shalat pada masa Rasulullah SAW sangat signifikan. Suaranya yang indah dan lantang menjadi faktor yang menyebabkan Rasulullah SAW menunjukkan sebagai muadzin.

Dari situ kemudian kumandangan azan selalu identik dengan panggilan shalat lima waktu. Karenanya kemudian adzan didefinisikan menurut syara’ adalah pemberitahuan masuknya waktu shalat lima waktu dengan redaksi yang sudah diketahui dan ma’tsur dengan sifat khusus. Demikian sebagaimana yang kami pahami dari penjelasan dalam Kitab Al-Mausu’atul Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah berikut ini:

الأَذَانُ لُغَةً : الإِعْلاَمُ ، قَال اللَّهُ تَعَالَى : { وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ } أَيْ أَعْلِمْهُمْ بِهِ وَشَرْعًا الإِعْلاَمُ بِوَقْتِ الصَّلاَةِ الْمَفْرُوضَةِ ، بِأَلْفَاظٍ مَعْلُومَةٍ مَأْثُورَةٍ ، عَلَى صِفَةٍ مَخْصُوصَةٍ

Artinya, “Pengertian azan secara bahasa adalah pemberitahuan (al-i’lam). Allah SWT berfirman, ‘Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji,’ (Surat Al-Hajj ayat 27). Maksud berseru dalam ayat ini adalah ‘beritahukan kepada mereka’. Dan menurut syara’ adalah pemberitahuan masuknya waktu shalat fardhu dengan redaksi yang sudah maklum dan ma’tsur dengan sifat khusus,” (Lihat Al-Mausuatul Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, [Kuwait, Darus Salasil], juz II, halaman 357).

Dalam sejarahnya, menurut pendapat yang lebih sahih (al-ashshah) azan pertama kali disyariatkan pada tahuk ke-1 Hijriyah di kota Madinah. Pandangan ini didasarkan kepada beberapa riwayat yang dianggap sahih. Demikian sebagaimana dijelaskan dalam Kitab Al-Mausu’atul Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah.

شُرِعَ الْأَذَانُ بِالْمَدِينَةِ فِي السَّنَةِ الأُوْلَى مِنَ الْهِجْرَةِ عَلَى الأَصَحِّ ؛ لِلأَحَادِيثِ الصَّحِيحَةِ الْوَارِدَةِ فِي ذَلِكَ

Artinya, “Menurut pendapat yang lebih sahih, azan pertama kali disayariatkan di kota Madinah pada tahun pertama hijriyah, karena adanya beberapa riwayat yang sahih yang menjelaskan akan hal tersebut,” (Lihat Al-Mausuatul Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, [Kuwait, Darus Salasil], juz, II, halaman 358).

Jika sahabat Bilal RA dikenal sebagai salah satu muadzin pada masa Rasulullah SAW, maka kemudian melahirkan pertanyaan, apakah Rasulullah SAW juga pernah mengumandangkan azan?

Dalam beberapa literatur yang kami baca, salah satunya adalah Kitab Mishbahuz Zhalam Syarhu Bulughil Maram yang ditulis oleh Kiai Muhajirin Amsar ulama Betawi yang terkenal kealimannya dan sangat produktif. Dalam hal ini ia menghadirikan pandangan Syekh Abddullah As-Syarqawi yang dikemukakan dalam Kitab Hasyiyatut Tahrir.

Menurut Asy-Syarqawi Rasulullah SAW pernah mengumandangkan azan sekali ketika dalam perjalanan (safar). Lebih lanjut ia menyatakan ketika sampai pada syahadat kedua, Rasulullah mengumandangkan Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah. Namun, ada pendapat lain (qila), yang dikumandangan adalah Asyhadu anni Rasulullah.  Demikian sebagaimana dikemukakan oleh Kiai Muhajirin Amsar Betawi.

قَالَ الشَّيْخُ عَبْدُ اللهِ الشَّرْقَاوِيُّ فِى حَاشِيَةِ التَّحْرِيرِ: أَذَّنَ صلى الله عليه وسلم مَرَّةً فِى سَفَرِهِ فَقَالَ فِيهِ: أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ، وَقِيلَ: أَشْهَدُ أَنِّي رَسُولُ اللهِ

Artinya, “Syekh Abdullah Asy-Syarqawi di dalam kitab Hasyiyatut Tahrir berkata, ‘Rasulullah SAW pernah sekali melakukan azan ketika dalam perjalanan. Kemudian dalam azan tersebut beliau mengumandangkan, ‘Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah. Dan pendapat lain (qila) beliau mengucapakan, ‘Asyhadu anni Muhammadar Rasulullah,’” (Lihat Kiai Muhajirin Amsar Bekasi, Misbahuz Zhalam Syarhu Bulughil Maram, [Jakarta, Darul Hadits: 2014 M/1435 H], jilid I, halaman 139).

Demikikan jawaban dapat kami kemukakan. Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari para pembaca.

Wallahul Muwaffiq Ila Aqwamith Thariq,
Wassalamu ‘alaikum wr. wb.

Mahbub Maafi Ramdlan
Tim Bahtsul Masail NU

Tidak ada komentar:

Posting Komentar