KH Hasyim Asy’ari tentang
Saling Bermusuhan atas Nama Agama
Semakin hari, sebagian masyarakat Indonesia
hanyut terbawa arus perbedaan pendapat yang semakin meruncing. Padahal, jika
mau jernih serta proporsional memandangnya, kita tidak akan terseret ke dalam
kubangan jurang permusuhan antarsesama anak bangsa.
Perbedaan pendapat cabang keagamaan merupakan
sebuah keniscayaan. Para sahabat yang masuk kurun umat terbaik juga mengalami
perbedaan pandangan. Secara sosial, mereka tidak ada masalah. Mereka tak lantas
saling mencaci atau menjatuhkan.
Imam Abu Hanifah dengan Imam Malik berbeda
pendapat pada kisaran 14 ribu masalah. Imam Ahmad bin Hanbal berbeda pendapat
dengan gurunya Imam Syafi’i terjadi pada banyak masalah. Tidak ada yang saling
nyinyir dan menghujat. Masing-masing mengasihi dan menghormati.
Bahkan, dalam satu riwayat dikatakan, Imam
Syafi’i ketika menziarahi Imam Abu Hanifah, menginap selama 7 hari, selalu
membaca Al-Qur’an. Setiap kali khatam, pahalanya dihadiahkan kepada Imam Abu
Hanifah. Selain itu, Imam Syafi’i juga tidak berkenan melaksanakan qunut subuh
selama di qubah (dekat makam) Abu Hanifah tersebut.
Ketika ditanya salah satu muridnya, mengapa
demikian? Imam Syafi’i menjawab “Sesungguhnya Imam Abu Hanifah tidak
berpendapat bahwa qunut subuh itu sunah. Aku tinggkalkan demikian karena aku menjaga
adab kepada Beliau”
Mengumumkan kalimat “saya tidak cocok dengan
orang ini, saya tidak sepakat dengan orang itu” lalu menjadikan ajang
permusuhan, bukanlah sikap warga NU yang dicontohkan KH Hasyim Asy’ari.
Menelisik sedikit lebih mendalam tentang hajr
yakni memusuhi sesama muslim dengan cara tidak menyapa, dalam kitab At Tibyan,
fin nahyi an muqatha’atil arham wal aqarib wal ikhwan, KH Hasyim
Asy’ari--mengutip pendapat Ibnu Hajar--menyatakan bahwa memusuhi atau tidak mau
menyapa sesama Muslim lebih dari tiga hari merupakan dosa besar. Karena
terdapat unsur memutus tali persaudaraan, menyakiti hati sesama dan menimbulkan
kerusakan.
Memusuhi sesama Muslim hukumnya haram kecuali
untuk kemaslahatan orang yang memusuhi serta kebaikan bagi orang yang dimusuhi.
Jika tidak dalam rangka tersebut, hukumnya tetap haram.
Orang-orang yang terkena propaganda hajr ini
terkadang menggunakan senjata tersebut untuk memusuhi siapa saja dengan misi
yang tidak tepat.
KH Hasyim Asy’ari mengatakan, konteks zaman
now, orang yang memusuhi temannya bukanlah untuk alasan kebaikan agama maupun
kemaslahatan dunia. Tapi justru menimbulkan kerusakan antara mereka berdua yang
berdampak dosa besar.
قلت
(اي المؤلف العلامة
الشيخ محمد هاشم اشعرى عفا الله عنه وعن والديه وعن مشايخه وجميع المسلمين): وقد
رأيت بعيني ان الهجر الواقع بيننا فى هذا الزمان لا يعود الى صلاح دين الهاجر ولا
المهجور ولا الى دنياهما، بل يعود الى فسادهما كما لا يخفى على المتأمل المنصف، فهو
من الكبائر لما فيه من فساد الدين والدنيا والتحاسد والتباغض. والله اعلم.
Artinya : Saya katakan (maksud yang
mengatakan di sini adalah pengarang kitab, Muhammad Hasyim Asy’ari, semoga
Allah mengampuninya beserta kedua orang tuanya, guru-gurunya dan orang Islam
semuanya) “Saya amati dengan dua mata kepala saya, sesungguhnya permusuhan,
tidak menyapa antar sesama yang terjadi di tengah-tengah kita sekarang ini,
bukan kembali untuk kebaikan agama orang yang memusuhi dan dimusuhi. Juga tidak
dalam rangka untuk kemaslahatan kepentingan duniawi meraka. Namun permusuhan
tersebut malah menimbulkan kerusakan yang kembali pada mereka berdua
sebagaimana yang tidak samar bagi orang yang merenung dan insaf. Itu merupakan
tindakan dosa besar sebab mengakibatkan kerusakan agama, dunia dan menjadikan
saling dengki serta permusuhan. Wallahu ‘alam. (Hadratussyekh Muhammad Hasyim
Asy’ari, at-Tibyan fin Nahyi an Muqatha’atil Arham wal Aqarib wal Ikhwan,
Jombang, al-Maktabah al-Masruriyah, halaman 11-12)
Lalu, dalam bentuk apa orang yang hanya
mendiamkan, tidak menyapa saja kemudian mendapatkan dosa? Menurut KH
Hasyim Asy’ari mengutip perkataan Ibnu Hajar dalam kitab Az Zawajir, yaitu
semua kebaikan-kebaikan yang sudah rutin dijalankan baik berupa materi,
surat-menyurat, saling kunjung dan lain sebagainya kemudian putus secara
tiba-tiba tanpa ada alasan syar’iy, itulah tindakan dosa besar. []
(Ahmad Mundzir)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar