Diplomasi untuk
Palestina: Fakta Tersembunyi
Judul
: Diplomasi untuk Palestina: Catatan Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa
Penulis
: Makarim Wibisono
Penerbit
: LP3ES
Cetakan
: Pertama, Mei 2017
Tebal
: xxiv + 221
ISBN
: 602798428-7
Sejarah mencatat,
Palestina merupakan negara pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia saat
pertama kali diproklamirkan pada 17 Agustus 1945 saat umat Islam di seluruh
dunia sedang menjalankan puasa Ramadhan. Upaya bangsa Indonesia untuk
mendapatkan dukungan negara-negara di dunia bukan tanpa upaya, karena para
pendiri bangsa, terutama para kiai dari kalangan pesantren mengenal dan
berhubungan baik negara-negara di Timur Tengah sebagai sesama negara mayoritas
Muslim kala itu.
Memahami akar sejarah
tersebut, bangsa Indonesia juga terus berusaha keras untuk membantu kemerdekaan
rakyat Palestina yang hingga kini masih jauh panggang dari api. Diplomasi tiada
henti dilakukan oleh pemerintah RI untuk menghentikan kebrutalan Israel yang
di-backup penuh oleh Amerika Serikat dalam menduduki wilayah Palestina sebab
setiap hari menimbulkan banyak korban.
Eskalasi konflik
bersenjata tersebut semakin meningkat ketika Amerika Serikat yang kini sedang
dipimpin oleh Donald Trump memindahkan kantor Kedutaan Besarnya ke Yerussalem.
Itu artinya, Israel secara tidak langsung telah menguasai Al-Quds. Padahal,
kota suci tersebut merupakan kediaman dari tiga bangsa, Islam, Nasrani, dan
Yahudi itu sendiri. Artinya, Israel seharusnya tak saling mengkoloni, melainkan
harus hidup berdampingan sebagai sebuah bangsa.
Tercatat, pemindahan
kedutaan besar AS ke Yerussalem memunculkan protes dari rakyat Palestina di
perbatasan jalur Gaza dan wilayah lain. Namun, protes tersebut ditanggapi
dengan peluru Israel sehingga sekitar 58 rakyat sipil gugur. Bangsa Palestina,
bukan hanya yang beragama Islam, tetapi juga yang beragama Nasrani dan Yahudi,
kini sebagian besar wilayahnya diduduki oleh Israel. Dari konflik yang membara
sejak 1930, sudah tidak terhitung lagi jumlah korban yang bergelimpangan
sia-sia.
Medan konflik
Palestina-Israel meluas ke sejumlah negara termasuk Indonesia. Namun, konflik
yang muncul justru dianggap sebagai konflik agama sehingga memunculkan sentimen
kaum beragama di dalam negeri. Bahkan kini dijadikan komoditi politik untuk
menarik simpati sejumlah golongan dalam rangka meraih kekuasaan. Persoalan
penyelewengan akar konflik Palestina inilah yang menjadi salah satu poin utama
dalam buku Makarim Wibisono yang diberi judul Diplomasi untuk Palestina:
Catatan Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Makarim merupakan
salah seorang diplomat senior yang ditunjuk menjadi pelapor khusus untuk PBB
dalam upaya mendapatkan informasi valid mengenai konflik Palestina-Israel.
Informasi-informasi dari pelapor khusus tersebut dijadikan
pertimbangan-pertimbangan dalam memutuskan kebijakan dua negara serumpun itu.
Namun, informasi dan data lengkap yang fakta-fakta di lapangan yang didapatkan
oleh Makarim Wibisono seolah hanya menjadi pelengkap report. Sebab hingga kini,
PBB tidak berkutik menyelesaikan konflik yang telah merenggut banyak nyawa
tersebut.
Setiap upaya
pendudukan (baca: penjajahan) selalu memunculkan tragedi dan banyak korban dari
kalangan sipil. Upaya pendudukan inilah yang dilakukan oleh pihak Israel
sehingga mendapat perlawanan dari rakyat Palestina. Sehingga bukan hanya
keliru, tetapi juga sangat salah jika seseorang atau kelompok mempunyai
pretensi bahwa konflik Palestina-Israel adalah konflik Islam dan Yahudi.
Mengapa sangat salah? Sebab bangsa dan negara Palestina tidak hanya terdiri
dari umat Islam, tetapi juga umat Nasrani dan Yahudi. Bahkan, beberapa kali
terjadi eskalasi konflik, tidak sedikit umat Yahudi di seluruh dunia mengecam
kebrutalan Israel.
Artinya, umat Islam
di seluruh dunia, termasuk di Indonesia harus cerdas memahami akar konflik
kedua negara tersebut, yakni politik pendudukan, bukan agama. Langkah ini dalam
rangka mengurangi medan konflik dalam negeri untuk mencegah sentimen-sentimen
umat beragama. Memahami akar konflik ini juga penting untuk tujuan menyamakan
persepsi dan memperkuat visi bersama untuk membantu kemerdekaan rakyat
Palestina secara de facto dan de jure.
Penjelasan di atas
hanya salah satu poin untuk mengurai informasi dan data yang banyak diungkap
Makarim Wibisono dalam bukunya itu. Buku ini bukan hanya penting sebagai
catatan lengkap yang berisi fakta, informasi, dan data, tetapi juga sebagai
input sekaligus instrumen diplomasi untuk rakyat Palestina yang hingga kini
masih berjuang keras meraih kemerdekaannya. []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar