Gus Dur dan Kelakar
Madura
Judul
: Kelakar Madura Buat Gus Dur
Penulis
: H Sujiwo Tejo
Penerbit
: Imania
Cetakan
: I, Januari 2018
Tebal
: 200 halaman
ISBN
: 978-602-8648-25-7
Peresensi
: Fathoni Ahmad
Masyarakat sudah mafhum
bahwa yang melekat pada diri KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ialah joke-joke
cerdasnya. Bukan hanya menggelitik, tetapi juga satir dan penuh kritik.
Perkumpulan masyarakat yang sering menjadi objek humor oleh Gus Dur adalah
orang-orang Madura. Karakter khas orang Madura bagi Gus Dur mengajarkan, realitas
sosial masyarakat harus dimengerti bahkan dipahami untuk menyelesaikan problem
sosial itu sendiri.
Gus Dur bagi
orang-orang Madura adalah sosok yang tidak tergantikan dalam hal memahami,
mengayomi, memberikan pengertian mendalam bagi karakter dan kultur masyarakat
Madura ke dunia luar. Sebab itu, ketika Gus Dur hendak dilengserkan dari kursi
Presiden RI, masyarakat yang menyatakan berani mati ialah orang-orang Madura.
Bahkan, mereka ‘mengultimatum’ ingin memisahkan diri dari Indonesia.
Mengetahui hal itu,
Gus Dur sendiri yang langsung memberikan pemahaman kepada orang-orang Madura
agar tetap tenang menyikapi situasi tersebut. Setelah mereka berhasil
menenangkan diri, Gus Dur masuk pada persoalan pembentukan negara baru. Gus Dur
memberikan uraian kepada orang-orang Madura bahwa ongkos pembentukan negara
baru sangat mahal. Apalagi orang-orang Madura bakal bersusah payah harus
membuat paspor untuk bepergian.
Penjelasan sederhana
dari Gus Dur tersebut langsung bisa diterima oleh orang-orang Madura sehingga
mereka mengurungkan niat kuatnya ingin memisahkan diri dari Indonesia. Inayah
Wahid (putri Gus Dur) menjelaskan bahwa ke-ngeyelan-an dan kepolosan
orang-orang Madura dan jawaban-jawaban nyeleneh mereka adalah karakter kuat
masyarakat Madura dan muncul dari bentuk ketulusan dan kejujuran masyarakat
Madura.
Hal itu dijelaskan
oleh Inayah Wahid dalam kata sambutannya di buku anggitan Sujiwo Tejo berjudul Kelakar
Madura buat Gus Dur. Buku ini berisi cerita-cerita pendek (tetapi bukan
cerpen) yang mengisahkan kehidupan sosial masyarakat Madura yang dilekatkan
dengan sosok Gus Dur. Ini menunjukkan, buku ini berupaya menggambarkan bahwa
kelakar, Gus Dur, dan orang Madura merupakan satu kesatuan unsur membentuk
kehidupan yang renyah dengan tawa.
Bahkan, salah satu
ke-ngeyel-an orang Madura sudah terbentuk dari sejak dini atau anak-anak. Hal
ini diceritakan sendiri oleh Sujiwo Tejo. Pria asal Jember berdarah Madura itu
menceritakan ada seorang anak kecil bernama Tolak yang memainkan celurit dari
kembang turi. Anak kecil Tolak memahaminya kembang turi itulah celurit.
Awalnya ketika ia
diajak ibunya makan pecel Ponorogo. Tolak tacengak atau tercengang
melihat kembang turi sebagai salah satu sayurnya. (Halaman 25)
“Itu celurit ya,
Mak?”
“Kembang Turi.”
“Celurit.”
“Kembang Turi, Cong.”
“Celurit, Mak.”
“Ya sudah, celurit.
Sana untuk main. Jangan Dimakan.”
Karakter khas orang
Madura yang ada pada diri Tolak terus bersemayam hingga dia sudah beranjak
dewasa. Tolak dewasa diberi kesempatan oleh Tuhan untuk menjadi seorang anggota
Dewan dan bercita-cita menjadi Presiden.
Sujiwo Tejo
bercerita, saat itu diadakanlah rapat besar menjelang kedatangan Presiden Gus
Dur. Semua politisi membicarakan cara paling ampuh menasihati Gus Dur sebab Gus
Dur dikenal sebagai manusia keras kepala.
“Gimana caranya?”
“Gampang, kasih saya
waktu tiga bulan?”
“Caranya?”
“Gampang. Sor mejo
keh uuuulane jo gelo wis caaarane. Masa sih Gus Dur nggak mau mendengar
nasihat seorang Presiden?” []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar