Kisah Saling Menghormati di Kalangan Sahabat
dan Tabi'in
Sejak 14 abad silam, kita sebagai umat Islam
sudah banyak diajarkan keteladanan dari Rasulullah serta para
sahabat-sahabatnya. Sikap Rasulullah adalah cerminan Al-Qur'an yang berjalan.
Sudah banyak cerita masyhur tentang hal tersebut.
Sikap-sikap baik Rasulullah ini secara
otomatis membekas dan kemudian berusaha diduplikasi oleh sahabat-sahabat
beliau. Meskipun cara duplikasinya tidak 100 persen, namun mendekati
kesempurnaan dengan gaya dan sudut pandang masing-masing sahabat yang tidak
sama.
Di antara cerita sahabat yang menarik adalah
kisah Zaid bin Tsabit saat ia melakukan shalat janazah atas ibunya yang telah
meninggal.
Ketika keledai milik Zaid ini didekatkan
untuk ditunggangi Zaid, tiba-tiba Ibnu Abbas, sahabat sekaligus sepupu
Rasulullah, mendekat dan meminta pelana keledai milik Zaid, lalu ia memegangkan
pelana itu.
Zaid bin Tsabit ini bukan sahabat biasa. Ia
termasuk pemegang kunci dalam pembukuan al-Quran yang jasanya dapat kita
rasakan hingga sekarang. Begitu pula sebaliknya. Ibnu Abbas adalah sepupu
Rasulullah yang secara khusus mendapatkan doa beliau berupa kepahaman agama
yang tajam serta dapat mengetahui detail ta'wil al-Qur'an.
Merasa segan dihormati sepupu Rasulullah,
Zaid meminta pelana yang dipegang Ibnu Abbas untuk dilepaskan. "Mohon
dilepaskan saja pelana itu, wahai sepupu Rasulullah." pintanya.
Namun Ibnu Abbas menolak. Ia mengatakan,
"Demikianlah kami memperlakukan ulama."
Tak mau kalah, Ibnu Abbas baru selesai bicara
demikian, Zaid bin Tsabit lalu mencium tangan Ibnu Abbas seraya berkata,
"Beginilah kami diperintahkan untuk menghormati ahli bait Nabi kami."
Pada akhir cerita, saat Zaid bin Tsabit wafat
mendahului Ibnu Abbas. Ibnu Abbas berdiri di atas pusara makam Zaid seraya
berkata, "Dengan beginilah ilmu itu telah menghilang."
Jejak-jejak sabahat ini kemudian ditiru
generasi-generasi berikutnya. Seperti halnya yang dilakukan Sufyan ats-Tsauri,
misalnya.
Perlu diketahui, Sufyan ats-Tsauri (w.161 H)
adalah orang yang hidup pada generasi tâbi'it tabi'în. Kredibilitasnya diakui
khalayak. Ia merupakan salah satu imam madzhab. Namun karena buah pikirnya
tidak terkodifikasi dengan baik, di kemudian hari yang disepakati ulama hanya
terbatas empat madzhab saja (Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali).
Bisy al-Hafi mengatakan, Sufyan ats-Tsauri di
masanya laksana Abu Bakar dan Umar pada kurunnya. Ats-Tsauri yang sedemikian
agung, ia tetap mengagungkan salah seorang ulama lainnya.
Suatu kali al-Auza'iy, kawan diskusi Sufyan
ats-Tsauri, mengendarai unta. Sufyan memegangkan pelananya kemudian menuntun
unta yang ditunggangi al-Auzaiy sembari berteriak meminta orang untuk
membukakan jalan.
كان
سفيان الثوري يقود البعير الذي يركبه الاوزاعي ويقول: الطريق، الطريق للشيخ
Artinya: "Sufyan ats-Tsauri menuntunkan
unta yang dikendarai al-Auza'i, seraya ia berteriak 'tolong dikasih jalan,
kasih jalan untuk syekh." (Muhammad Isham Hadziq, Irsyâdul Mu'minîn,
Maktabah at-Turats al-Islami, Jombang, halaman 43)
Padahal kita ketahui, terkadang antara
ats-Tsauri dengan al-Auza'iy terkadang terjadi perbedaan dalam masalah
pengambilan hukum fiqih. Namun dalam urusan hormat menghormati, tetap mereka
kedepankan.
Menurut cerita Yahya al-Qathan, Imam Malik
pernah berhadapan antara Sufyan ats-Tsauri, al-Auza'i, dan Abu Hanifah dalam
satu majelis. Lalu Yahya bertanya bertanya pada Imam Malik, "Di antara
mereka, mana yang lebih kuat pendapatnya?”
Dijawab, "Al-Auza'iy."
Maka tidak mengherankan, sebesar nama Sufyan
ats-Tsauri tetap menaruh hormat kepada Abdurrahman bin Amr al-Auzaiy dengan
menuntunkan untanya. Begitulah pendahulu kita memberikan teladan.
Kita patut mengambil teladan itu. Sangat
wajar jika Banser mengawal kiai saat pengajian, santri melayani kiai atau
gurunya. Bahkan memang hal inilah adab yang sepatutnya dilakukan. Wallahu
a'lam. []
(Ahmad Mundzir)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar