KHUTBAH JUMAT
Mengapa Umat Nabi Nuh dan Nabi Hud Ditimpa
Bencana?
Khutbah I
اْلحَمْدُ
للهِ اْلحَمْدُ للهِ الّذي هَدَانَا سُبُلَ السّلاَمِ، وَأَفْهَمَنَا بِشَرِيْعَةِ
النَّبِيّ الكَريمِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلَهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لا شَرِيك
لَه، ذُو اْلجَلالِ وَالإكْرام، وَأَشْهَدُ أَنّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسولُه، اللّهُمَّ صَلِّ و سَلِّمْ وَبارِكْ عَلَى
سَيِّدِنا مُحَمّدٍ وَعَلَى الِه وَأصْحابِهِ وَالتَّابِعينَ بِإحْسانِ إلَى
يَوْمِ الدِّين، أَمَّا بَعْدُ: فَيَاأيُّهَا الإِخْوَان، أوْصُيْكُمْ
وَ نَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنْ، قَالَ اللهُ
تَعَالىَ فِي اْلقُرْانِ اْلكَرِيمْ: أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الَّشيْطَانِ
الرَّجِيْم، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيْمْ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آَمَنُوا اتَّقُوا الله وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا، يُصْلِحْ لَكُمْ
أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ الله وَرَسُولَهُ
فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا وقال تعالى يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا
اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ
مُسْلِمُوْنَ.
صَدَقَ
اللهُ العَظِيمْ
Jamaah shalat Jumat hafidhakumullâh,
Banyak orang mengaitkan bencana alam dengan
dosa-dosa syirik yang dilakukan oleh manusia. Pengaitan seperti itu didasarkan
pada pemahaman mereka atas beberapa ayat di dalam Al-Qur’an yang mengisahkan
tentang umat-umat terdahulu seperti umat Nabi Nuh dan Nabi Hud yang tertimpa
bencana. Namun, pakar ilmu Al-Qur’an KH Dr. Ahsin Sakho Muhammad tidak
mendukung pengaitan seperti itu.
Rais Majelis Ilmy Pimpinan Pusat Jam’iyyatul
Qurra wal-Huffaz Nahdlatul Ulama tersebut mengajak masyarakat untuk tidak
mengaitkan bencana alam seperti gempa dan Tsunami atau musibah lainnya dengan
dosa seseorang atau sekelompok orang. Alasannya adalah “dosa tidak bisa
dijadikan alat ukur terjadi bencana sebab ada orang atau komunitas lain yang
lebih banyak dosanya, justru tidak mendapatkannya.”
Pertanyaannya adalah mengapa umat Nabi Nuh 'alaihis
salâm dan Nabi Hud 'alaihis salâm ditimpa bencana? Dua kisah di
bawah ini memberikan sebagian jawaban atas pertanyaan tersebut.
Pertama, kisah banjir
bandang yang menimpa umat Nabi Nuh. Sebuah banjir bandang menimpa umat Nabi Nuh
‘alaihis salâm di masa lalu dan menewaskan hampir seluruh pengikutnya.
Bencana itu sesungguhnya tidak lepas dari doa Nabi Nuh sendiri kepada Allah
untuk membinasakan mereka. Hal ini dapat ketahui dari kandungan surat Nuh, ayat
26 dan 27 sebabagi berikut:
رَبِّ
لا تَذَرْ عَلَى الأَرْضِ مِنَ الْكَافِرِينَ دَيَّارًا. إِنَّكَ إِنْ تَذَرْهُمْ
يُضِلُّوا عِبَادَكَ و لاَ يَلِدُوا إِلا فَاجِرًا كَفَّارًا
Artinya: “Ya Tuhanku, janganlah Engkau
biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi.
Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan
menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan keturunan selain
anak-anak yang berbuat maksiat lagi sangat kafir.''
Jamaah shalat Jumat hafidhakumullâh,
Setelah Nabi Nuh ‘alaihis salâm berdoa
seperti itu, terjadilah banjir besar yang sangat dahsyat dan menewaskan
sebagian besar kaumnya yang menolak beriman kepada Allah subhanahu wataa’la.
Mereka tetap berbuat syirik, yakni menyekutukan Allah. Jadi secara teologis,
bencana banjir itu memiliki korelasi dengan doa Nabi Nuh 'alaihis salâm.
Allah memang mengabulkan doa itu. Namun kelak
Allah sangat marah atas doa ini dengan kemarahan yang tidak pernah terjadi
sebelum dan sesudahnya. Kemarahan Allah itu membawa akibat Nabi Nuh tidak
diperkenankan oleh Allah untuk memberikan syafaat kepada manusia di Hari
Pembalasan nanti. Hal ini sebagaimana diakui sendiri oleh Nabi Nuh sebagaimana
dikisahkan dalam suatu hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu
anhu sebagai berikut:
إِنَّ
رَبِّي قَدْ غَضِبَ الْيَوْمَ غَضَبًا لَمْ يَغْضَبْ قَبْلَهُ مِثْلَهُ وَلَنْ
يَغْضَبَ بَعْدَهُ مِثْلَهُ وَإِنَّهُ قَدْ كَانَتْ لِي دَعْوَةٌ دَعَوْتُ بِهَا
عَلَى قَوْمِي نَفْسِي نَفْسِي اذْهَبُوا إِلَى إِبْرَاهِيمَ
Artinya: “Sungguh, pada hari ini Allah telah
marah dengan marah yang sebenar-benarnya, dimana Dia belum pernah marah seperti
ini dan juga tidak akan marah setelahnya seperti ini. Sungguh, dahulu aku
memiliki satu doa yang aku gunakan untuk menghancurkan kaumku. Diriku sendiri
butuh syafa’at, pergilah menemui selainku! Pergilah menemui Ibrahim!”
Jamaah shalat Jumat hafidhakumullâh,
Kedua, kisah angin ribut
yang menimpa umat Nabi Hud. Nabi Hud 'alaihis salam diutus oleh Allah subhanahu
wataa’la kepada kaum 'Aad. Kaum ini bertempat tinggal di lembah-lembah
berbukit pasir disebut Al-Ahqaf yang terletak di Hadramaut Yaman. Nabi Hud
mengajak mereka menyembah kepada Allah subhanahu wata’ala semata. Namun
mereka menolak ajakan itu dengan penuh kesombongan.
Pada suatu hari, awan hitam menggumpal di
atas langit mengelilingi kaum 'Aad. Mereka mengira awan tebal itu akan menjadi
hujan yang akan menyirami tanah dan tanam-tanaman yang mereka miliki dan juga
ternak-ternak mereka akan dapat minum dari air itu. Apa yang mereka perkirakan
itu tidak benar karena awan tebal itu sebetulnya adalah angin ribut yang akan
membinasakan mereka.
Mereka memang telah bersikap sombong atas
ajakan Nabi Hud 'alaihis salâm untuk meninggalkan semua sesembahan
mereka. Kesombongan mereka amat jelas melalui kata-kata yang mereka ucapkan
kepada Nabi Hud sebagaimana dapat kita temukan dalam surat Al-Ahqaf, ayat 22
sebagai berikut:
قَالُوا
أَجِئْتَنَا لِتَأْفِكَنَا عَنْ آلِهَتِنَا فَأْتِنَا بِمَا تَعِدُنَا إِن كُنتَ
مِنَ الصَّادِقِينَ
Artinya: Mereka mengatakan: "Apakah kamu
datang kepada kami untuk memalingkan kami dari (menyembah) tuhan-tuhan kami?
Maka datangkanlah kepada kami azab yang telah kamu ancamkan kepada kami jika
kamu termasuk orang-orang yang benar."
Secara tersurat dan tersirat kaum 'Aad telah
menunjukkan kesombongannya dengan menantang Nabi Hud untuk mendatangkan
bencana. Kesombongan itu sama saja menantang Allah dengan mengambil selendang
kebesaran-Nya. Sebuah hadits qudsi yang diriwayatkan oleh Thabrani dari Ali bin
Abi Thalib radhiallahu ‘anhuma berbunyi:
إِنَّ
اللهَ تَعَالَى يَقُوْلُ: إِنَّ الْعِزَّ إِزَارِيْ وَالْكِبْرِيَاءَ رِدَائِيْ ،
فَمَنْ نَازَعَنِي فِيْهِمَا عَذَّبْتُهُ
Artinya: “Sesunguhnya Allah Ta’ala berfirman:
“Kemuliaan adalah pakaian-Ku dan sombong adalah selendang-Ku. Barangsiapa yang
mengambilnya dariku, Aku Azab dia.”
Jamaah shalat Jumat hafidhakumullâh,
Atas kesombongan kaum 'Aad, Allah subhanahu
wata’ala memberikan azab. Jadi azab yang menimpa kaum 'Aad merupakan akibat
kesombogan mereka sendiri yakni menantang diberi azab dan bukan semata karena
perbuatan syirik yang mereka lakukan. Tantangan itu dijawab Allah dengan azab
berupa angin ribut yang dahsyat dan membinasakan mereka sebagaimana diabadikan
dalam surat Al-Haqqah ayat 6-8 sebagai berikut:
وَأَمَّا
عَادٌ فَأُهْلِكُوا بِرِيحٍ صَرْصَرٍ عَاتِيَةٍ (٦) سَخَّرَهَا عَلَيْهِمْ سَبْعَ
لَيَالٍ وَثَمَانِيَةَ أَيَّامٍ حُسُومًا فَتَرَى الْقَوْمَ فِيهَا صَرْعَى
كَأَنَّهُمْ أَعْجَازُ نَخْلٍ خَاوِيَةٍ (٧) فَهَلْ تَرَى لَهُم مِّنْ بَاقِيَةٍ (٨) ـ
Artinya: “Sedangkan kaum ‘Aad, mereka telah
dibinasakan dengan angin topan yang sangat dingin. Allah menimpakan angin itu
kepada mereka selama tujuh malam delapan hari terus-menerus; maka kamu melihat
kaum ‘Aad pada waktu itu mati bergelimpangan, seperti batang-batang pohon kurma
yang telah kosong (lapuk). Maka adakah kamu melihat seorang pun yang masih
tersisa di antara mereka?”
Jamaah shalat Jumat hafidhakumullâh,
Dua kisah tersebut memberikan argumentasi
yang cukup kuat bahwa bencana alam yang menimpa suatu kaum hendaknya tidak
dikaitkan dengan perbuatan syirik yang mereka lakukan. Bencana yang menimpa
umat Nabi Nuh 'alaihis salâm berupa banjir bandang sebetulnya tidak
terlepas dari doa Nabi Nuh sendiri kepada Allah untuk membinasakan mereka.
Sedangkan bencana yang menimpa umat Nabi Hud 'alaihis salâm berupa angin
ribut sebetulnya akibat kesombongan mereka sendiri, yakni menantang didatangkan
azab dari Allah subhanahu wata’ala.
جَعَلَنا
اللهُ وَإيَّاكم مِنَ الفَائِزِين الآمِنِين، وَأدْخَلَنَا وإِيَّاكم فِي زُمْرَةِ
عِبَادِهِ المُؤْمِنِيْنَ : أعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطانِ الرَّجِيمْ، بِسْمِ
اللهِ الرَّحْمانِ الرَّحِيمْ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ
وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
باَرَكَ
اللهُ لِيْ وَلكمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيّاكُمْ بِالآياتِ
وذِكْرِ الحَكِيْمِ. إنّهُ تَعاَلَى جَوّادٌ كَرِيْمٌ مَلِكٌ بَرٌّ رَؤُوْفٌ
رَحِيْمٌ
Khutbah II
اَلْحَمْدُ
للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ.
وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ
رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ
وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
أَمَّا
بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا
عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ
بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ
وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا
صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ
وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ
عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ
بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ
بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا
أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ
اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ
اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ
وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ
اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ
اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ
الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ
وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ
بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ
عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى
اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا
وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ.
عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ
ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ
لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ
وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ
Ustadz Muhammad Ishom, dosen Fakultas Agama
Islam Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Surakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar