Tiryaq al-Mujarrab,
Istighotsah Karya Ulama Cirebon
Nadham Istighotsah
Tiryaq al-Mujarrab dikarang oleh Syekh Mahmud Muhtar Assirbani, seorang alim
asal Cirebon, Jawa Barat. Menurut salah satu cerita, kiai yang terkenal
mengarang banyak kitab itu mengarangnya usai menulis kitab biografi Syekh
Abdul Qadir Al-Jilani, berdasar ilham dari Allah.
Meski muda ia sudah
dipanggil "Syekh". Konon yang memberikan panggilan itu ialah KH
Masduki (Lasem). Panggilan "Syekh" yang diberikan Kiai Masduki tidak
asal-asalan. Karena meski terbilang masih muda ia tergolong orang yang pintar
dan mempunyai banyak karamah.
Karamah lain yang
dirasakan oleh santri ialah menjelang Syekh wafat, para santri senior dipanggil
Syekh untuk bersama-sama mengaji kitab Jamius Shaghir. Anehnya Syekh dan para
santri sama-sama menghadap kiblat, ini sebagai firasat bahwa tak lama kemudian
Syekh benar-benar dipanggil Allah SWT.
Kiai Ali Subhan,
salah satu muridnya, menuturkan bahwa Tiryaq adalah satu bentuk Istighotsah,
bentuk tawasul kawula (hamba) kepada Gusti (Allah).
Kiai muda yang mulai
mengaji kepada Syekh sejak 1991 lalu menjelaskan, tawasul yang dimaksud di
dalam kitab itu tawasul ditujukan mulai kepada Nabi, malaikat, sahabat, wali
kutub, wali abdal hingga wali autad.
Siapa pun yang punya
hajat, kata kiai yang mukim di Desa Sinanggul Kecamatan Mlonggo, Kabupaten
Jepara, itu bisa mengamalkannya, karena kitab ini diijazahkan untuk kalangan
umum. “Bagi yang punya hajat silakan dalam satu majelis membaca Tiryaq 7 hingga
21 kali,” kata Kiai Ali di rumahnya, Jumat (4/5).
Yang patut diingat,
jika ingin merutinkan amalan ini maka pembaca harus yakin dan husnudhon
kepada Allah SWT bahwa ia akan senantiasa bersih hatinya juga mendapat rahmat
serta berkah dari Allah. Diungkapkan Kiai Ali, di antara fadlilah mengamalkan
istighotsah itu akan disenangi dan semakin berwibawa (punya kharisma) di
hadapan orang lain. Fadlilah lain di hati akan memancar ilmu ma'rifat serta
ilmu hikmah.
Ditambahkan kiai
kelahiran di Jepara, 13 November 1969 itu, Allah akan mengutus rijalul ghaib
yang akan selalu menjaga baik saat tidur maupun saat beraktivitas.
Dengan wasilah (lantaran)
nabi dan aulia, pengamal Istighotsah juga akan dibukakan pintu ekonomi dan
rezeki. “Insyaallah menjadi kaya tanpa menggantungkan orang lain,” terangnya.
Adapun fadlilah yang
lain diberikan pertolongan Allah untuk menaklukkan musuh baik yang berupa jin
maupun manusia, dijauhkan dari balak serta bencana juga dikabulkan tujuan dan
hajatnya sekaligus akan diampuni dosa dan Insyaallah husnul khatimah.
Semasa masih hidup,
Syekh Mahmud, pengasuh pesantren Darul Ulum Asyariah Cirebon, terbilang sering
mampir ke Jepara. Di antara ulama Jepara yang pernah ditemuinya ialah KH
Muchlisul Hadi, KH Ahmad Kholil, KH Baidlowi, KH Sahil dan sejumlah kiai yang
lain.
Kehadirannya ke
Jepara bukan sekadar mampir tetapi pernah pula mengaji kitab Shahih Bukhari di
salah satu kiai yang dikunjunginya tersebut.
Kiai Ali Subhan yang
juga guru MA An-Nawawiyah merupakan salah satu yang meneruskan jejak Syekh di
Jepara. Waktu masih di pondok ia merutinkan istighotasah itu setiap hari
selepas shalat Ashar.
Sepulang dari pondok
ia berinisiatif mengamalkannya secara rutin di kampungnya. Mulai tahun 1999
sampai sekarang di kampungnya Desa Sinanggul Kecamatan Mlonggo kabupaten Jepara
dirutinkan membaca Tiryaq setiap malam Senin dan malam Rabu, itu dilakukan di
mushalla kampung serta di pesantren yang dikelolanya.
Selain di Sinanggul,
di Desa Margoyoso, Kecamatan Kalinyamatan Kabupaten Jepara juga ada perkumpulan
yang sama. Di desa itu kegiatan dilaksanakan setiap malam Jumat. []
(Syaiful Mustaqim)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar