Kamis, 30 April 2020

(Do'a of the Day) 07 Ramadlan 1441H


Bismillah irRahman irRaheem

In the Name of Allah, The Most Gracious, The Most Kind

Allaahumma inni a'uudzu bika min 'adzaabi jahannama wa min 'adzaabil qabri wa min fitnatil mahyaa wal mamaati wa min syarri fitnatil masiihid dajjaali.

Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari azab neraka jahanam, azab kubur, bencana kehidupan, kematian, dan kejahatan fitnah dajjal.

Dari Kitab Al-Adzkar - Imam An-Nawawi, Bagian 1, Bab 46.

(Khotbah of the Day) Kunci Meraih Kemenangan di Bulan Ramadhan


KHUTBAH JUMAT
Kunci Meraih Kemenangan di Bulan Ramadhan

Khutbah I

اَلْحَمْدُ للهِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ رَسُوْلِ اللهِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالَاهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.

أَمَّا بَعْدُ، فَإِنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْقَائِلِ في مُحْكَمِ كِتَابِهِ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Mengawali khutbah yang singkat ini, khatib berwasiat kepada kita semua, terutama kepada diri khatib pribadi untuk senantiasa berusaha meningkatkan ketakwaan dan keimanan kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan menjalankan semua kewajiban dan menjauhkan diri dari segala yang dilarang dan diharamkan.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Musim kebaikan itu telah hadir di tengah-tengah kita. Musim maghfirah dan rahmah itu telah berada di depan mata. Akan tetapi, musim pandemi Covid-19 belum juga beranjak dari kita. Wabah ini masih terus menyerang kita. Ya, Ramadhan telah tiba, tapi Corona masih terus mewabah tiada hentinya.

Hadirin yang dirahmati Allah,

Situasi saat ini memang berbeda tidak seperti biasanya. Keadaan di sekitar kita pada Ramadhan tahun ini mungkin tidak sama dengan tahun-tahun sebelumnya. Kondisi perekonomian sebagian besar masyarakat pada Ramadhan tahun ini mengalami penurunan dan terus melemah. Situasi dan kondisi memang berubah. Tapi hati kita tidak boleh berubah. Dalam menyikapi perkembangan terkini, sesulit apa pun keadaannya, hati tidak boleh goyah dan iman tidak boleh melemah. Mari kita terus mengasah senjata sabar dan syukur kita. Inilah saatnya kita diuji oleh Allah, apakah kita betul-betul memiliki sifat sabar dan syukur ataukah sabar dan syukur selama ini hanya slogan di bibir saja.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Kita perlakukan Ramadhan tahun ini sebagaimana kita memperlakukan Ramadhan tahun-tahun sebelumnya. Kita raih ampunan, keberkahan, rahmat Allah dan pembebasan dari api neraka pada Ramadhan ini sebagaimana hal itu juga kita lakukan dengan penuh semangat pada Ramadhan-Ramadhan sebelumnya. Semangat ibadah kita harus tetap membaja. Api motivasi kita harus senantiasa menyala. Gairah kebajikan dalam diri kita harus selalu kita jaga. Ibadah bisa dilakukan di mana saja. Jika tidak memungkinkan di masjid dan mushalla, maka dapat dilakukan di rumah bersama keluarga.

Pada Ramadhan tahun ini, kita tidak hanya berjuang melawan godaan syetan dan hawa nafsu, tapi kita juga sedang berlaga di medan perang melawan keadaan. Keadaan yang membuat banyak orang menjadi panik, takut, resah, susah, risau, galau, khawatir, ketar-ketir, waswas, mencaci, memaki, mencerca, tidak sabar dan tidak bersyukur. Kita tidak boleh kalah dengan keadaan. Kita kalahkan keadaan dengan menjaga hati. Hati kita harus tetap jernih, tidak boleh terkotori dengan limbah-limbah kepanikan dan ketakutan. Hati kita tidak boleh dilanda kepanikan dan ketakutan, tapi harus tetap menjaga kewaspadaan. Ibadah jangan ditinggalkan, tapi protokol kesehatan juga jangan diabaikan. Ikhtiar lahir tetap dijalankan, tapi tawakal kepada Allah jangan sampai menjauh dari hati kita.

Hadirin yang dirahmati Allah,

Marilah kita lakukan ibadah di bulan Ramadhan dengan imanan wahtisaban, agar kita meraih ridla Allah dan memperoleh pengampunan dosa dari-Nya. Kita lakukan ibadah dengan iman yang kokoh dan niat semata-mata karena Allah.

Iman yang kokoh artinya beriman bahwa Allah adalah satu-satunya Dzat yang wajib disembah, Dialah yang menciptakan segala sesuatu, tidak membutuhkan kepada segala sesuatu, menakdirkan segala sesuatu, menghendaki terjadinya segala sesuatu dan berbeda dengan segala sesuatu. Apa pun yang terjadi adalah kehendak-Nya. Apa pun yang berlaku adalah takdir-Nya. Kita yakini bahwa di balik setiap kejadian pasti ada hikmah, pelajaran dan makna yang terkandung di dalamnya.

Niat karena Allah, artinya niat semata-mata mengharap ridla dari Allah. Bukan karena ingin mendapatkan pujian dari sesama hamba. Bukan karena ingin mendapatkan simpatik dari teman dan tetangga. Murni karena Allah. Bukan karena yang lain.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ (رواه البخاري)

Maknanya: “Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan karena dilandasi oleh iman dan niat semata mengharap ridla Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu” (H.R. al-Bukhari)

Beliau juga bersabda:

مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ (رواه البخاري)

Maknanya: “Barangsiapa yang menghidupkan malam-malam Ramadhan dengan shalat-shalat sunnah (dan ibadah-ibadah yang lain) karena dilandasi oleh iman dan niat semata mengharap ridla Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu” (H.R. al-Bukhari)

Hadirin yang dirahmati Allah,

Marilah kita lakukan berbagai ibadah di bulan Ramadhan dengan iman yang benar, niat yang benar dan tata cara yang benar. Kebenaran iman, kebenaran niat dan kebenaran tata cara hanya dapat terwujud jika kita berilmu. Oleh karena itu, jangan bosan mengkaji ilmu agama. Karena ilmu agamalah yang akan menuntun kita untuk menapaki jalan kehidupan di dunia ini dengan selamat dan menunjukkan kepada kita jalan untuk meraih derajat takwa.

Hadirin yang dirahmati Allah,

Demikian khutbah yang singkat ini. Mudah-mudahan bermanfaat dan membawa barakah bagi kita semua. Amin Ya Rabbal ‘Alamin.

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

Khutbah II

اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلٰى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.


Ustadz Nur Rohmad, Pemateri/Peneliti di Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur dan Ketua Biro Peribadatan & Hukum, Dewan Masjid Indonesia Kab. Mojokerto

(Ngaji of the Day) Bolehkah Zakat Fitrah Diberikan kepada Keluarga?


Bolehkah Zakat Fitrah Diberikan kepada Keluarga?

Salah satu hal yang penting untuk diperhatikan dalam membayar zakat fitrah adalah mengenai orang yang kita berikan harta zakat fitrah. Allah SWT menjelaskan secara rinci tentang orang-orang yang berhak menerima zakat dalam salah satu firman-Nya:

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاء وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِّنَ اللّهِ وَاللّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

Artinya, “Sungguh zakat itu hanya untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, orang yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berhutang, untuk jalan Allah, dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah maha mengetahui, maha bijaksana,” (Surat At-Taubah ayat 60).

Dalam ayat di atas dijelaskan bahwa orang-orang yang berhak menerima zakat teringkas dalam delapan golongan. Delapan golongan yang disebutkan dalam ayat di atas dipilih sebagai penerima zakat secara umum, baik itu zakat fitrah maupun zakat mal (harta).

Hal yang patut dipertanyakan tentang golongan yang berhak menerima zakat ini, apakah mencakup terhadap keluarga dari orang yang membayar zakat (muzakki) sehingga boleh bagi mereka untuk menerima zakat dengan wujudnya salah satu dari delapan sifat di atas, atau tidak mencakup terhadap keluarga dari orang yang membayar zakat?

Para ulama’ syafi’iyah memberikan perincian hukum tentang keluarga yang boleh diberikan zakat dan keluarga yang tidak boleh menerima zakat.

Jika yang dimaksud keluarga dari pihak muzakki (orang yang membayar zakat) adalah orang yang wajib dinafkahi oleh muzakki, maka tidak boleh baginya untuk memberikan zakat kepada mereka.

Hal ini misalnya memberikan zakat kepada orang tua dan anak yang wajib dinafkahi oleh muzakki, misalnya karena anaknya masih kecil dan tidak mampu untuk bekerja, orang tua sudah tua dan tidak memiliki harta yang mencukupi kebutuhannya. Maka dalam keadaan demikian tidak boleh memberikan zakat kepada mereka.

Alasan pelarangan pemberian zakat kepada keluarga yang wajib dinafkahi oleh muzakki, dikarenakan dua hal. Pertama, mereka sudah tercukupi dengan nafkah dari muzakki. Kedua, dengan memberikan zakat pada orang tua atau anaknya, maka akan memberikan kemanfaatan pada muzakki, yakni tercegahnya kewajiban nafkah pada orang tua atau anaknya, karena sudah tercukupi oleh harta zakat, seandainya hal demikian diperbolehkan.

Namun patut dipahami bahwa larangan memberikan zakat kepada keluarga yang wajib dinafkahi, hanya ketika mereka termasuk dari golongan fakir, miskin atau mualaf. Jika mereka termasuk dari selain tiga golongan tersebut, maka dalam hal ini boleh bagi mereka untuk menerima zakat.

Penjelasan tentang ketentuan ini seperti yang tercantum dalam Kitab Al-Majmu’ ala Syarhil Muhadzab berikut:

قوله (ولا يجوز دفعها الي من تلزمه نفقته من الاقارب والزوجات من سهم الفقراء لان ذلك انما جعل للحاجة ولا حاجة بهم مع وجوب النفقة) قال أصحابنا لا يجوز للإنسان أن يدفع إلى ولده ولا والده الذي يلزمه نفقته من سهم الفقراء والمساكين لعلتين (احداهما) أنه غني بنفقته (والثانية) أنه بالدفع إليه يجلب إلى نفسه نفعا وهو منع وجوب النفقة عليه

Artinya, “Tidak boleh memberikan zakat kepada orang yang wajib untuk menafkahinya dari golongan kerabat dan para istri atas dasar bagian orang-orang fakir. Sebab bagian tersebut hanya diperuntukkan untuk memenuhi kebutuhan, dan tidak ada kebutuhan bagi para kerabat yang telah wajib dinafkahi.

Para ashab berkata, ‘Tidak boleh bagi seseorang untuk memberikan zakat pada anaknya dan juga tidak pada orang tuanya yang wajib untuk dinafkahi, dari bagian orang fakir miskin karena dua alasan. Pertama, dia tercukupi dengan nafkah. Kedua, dengan memberikan zakat pada orang tua atau anak akan menarik kemanfaatan pada muzakki, yakni tercegahnya kewajiban nafkah pada orang tua atau anaknya.’”

قال أصحابنا ويجوز أن يدفع إلى ولده ووالده من سهم العاملين والمكاتبين والغارمين والغزاة إذا كانا بهذه الصفة  ولا يجوز أن يدفع إليه من سهم المؤلفة ان كان ممن يلزمه نفقته لأن نفعه يعود إليه وهو إسقاط النفقة فإن كان ممن لا يلزمه نفقته جاز دفعه إليه

Artinya, “Para Ashab berkata, ‘Boleh membagikan zakat kepada anak dan orang tua dari bagian ‘Amil, Mukatab, Orang yang punya hutang, Orang yang berperang ketika memiliki sifat-sifat tersebut. Tidak boleh membagikan zakat dari golongan orang-orang muallaf, jika termasuk orang yang wajib menafkahinya. Sebab terdapat kemanfaatan yang kembali pada pihak yang membayar zakat, yakni gugurnya nafkah. Jika orang tua atau anak termasuk orang yang tidak wajib menafkahinya maka boleh untuk memberikan zakat kepadanya,’” (Lihat Imam An-Nawawi, Al-Majmu’ ala Syarhil Muhadzab, juz VI, halaman 229).

Sedangkan ketika keluarga yang akan diberi zakat adalah keluarga yang tidak wajib dinafkahi oleh muzakki, seperti saudara kandung, paman, bibi, anak atau orang tua yang sudah tidak wajib dinafkahi dan para kerabat yang lain, maka dalam hal ini boleh bagi mereka untuk menerima zakat dari muzakki, meski statusnya masih keluarga.

Kebolehan memberikan zakat kepada mereka tentunya ketika mereka termasuk salah satu dari delapan golongan yang berhak menerima zakat. Hal ini seperti yang dijelaskan dalam referensi berikut:

وإذا كان للمالك الذي وجبت في ماله الزكاة أقارب لا تجب عليه نفقتهم ، كالأخوة والأخوات والأعمام والعمات والأخوال والخالات وأبنائهم وغيرهم، وكانوا فقراء أو مساكين، أو غيرهم من أصناف المستحقين للزكاة، جاز صرف الزكاة إليهم، وكانوا هم أولى من غيرهم

Artinya, “Jika pemilik harta yang wajib zakat memiliki kerabat yang tidak wajib baginya untuk menafkahi mereka, seperti saudara laki-laki, saudara perempuan, paman dari jalur ayah, bibi dari jalur ayah, paman dari jalur ibu, bibi dari jalur ibu, anak-anak mereka dan kerabat lainnya, keadaan kerabat tersebut fakir atau miskin, atau memiliki sifat lain dari golongan orang-orang yang wajib zakat, maka boleh membagikan zakat kepada mereka, bahkan para kerabat ini lebih berhak dari orang lain,” (Lihat Syekh Mushtafa Said Al-Khin dan Syekh Mushtafa Al-Bugha, Al-Fiqhul Manhaji ‘alal Madzhabil Imamis Syafi’i, juz II, halaman 42).

Bahkan dalam referensi yang sama dijelaskan bahwa dianjurkan bagi seorang istri untuk memberikan zakat kepada suami atau anaknya yang berstatus fakir. Hal ini dikarenakan tidak wajib bagi sang istri untuk menafkahi suaminya, begitu juga anaknya, maka ia boleh memberikan zakat kepada suami dan anaknya. Berikut penjelasan tentang hal ini:

يسن للزوجة إذا كانت غنية، ووجبت في مالها الزكاة، أن تعطي زكاة مالها لزوجها إن كان فقيرا، وكذلك يستحب لها أن تنفقها على أولادها إن كانوا كذلك، لأن نفقة الزوج والأولاد غير واجبة على الأم والزوجة.

Artinya, “Disunnahkan bagi istri yang kaya dan wajib zakat dari hartanya, untuk memberikan zakat tersebut kepada suaminya yang fakir. Begitu juga disunnahkan bagi istri tersebut untuk memberikan zakat pada anak-anaknya, jika anaknya dalam keadaan fakir, sebab menafkahi suami dan anak tidak wajib bagi istri dan ibu,” (Lihat Syekh Mushtafa Said Al-Khin dan Syekh Mushtafa Al-Bugha, Al-Fiqhul Manhaji ‘alal Madzhabil Imamis Syafi’i, juz II, halaman 42).

Bahkan memberikan zakat kepada keluarga yang tidak wajib dinafkahi, tergolong sebagai hal yang disunnahkan. Sebab seorang muzakki dengan melakukan hal tersebut akan mendapatkan dua pahala, yakni pahala membayar zakat dan pahala menyambung tali persaudaraan. Dalam hadits dijelaskan:

إنَّ الصَّدَقَةَ عَلَى الْمِسْكِيْنِ صَدَقَةٌ وَهِيَ عَلَى ذِيْ الرَّحِمِ اثْنَتَانِ صَدَقَةٌ وَصِلَةٌ

Artinya, “Shadaqah pada orang miskin mendapatkan (pahala) shadaqah, Shadaqah kepada saudara mendapatkan dua pahala, yakni (pahala) shadaqah dan (pahala) menyambung tali persaudaraan,” (HR An-Nasa’i).

Wal hasil, memberikan zakat kepada keluarga adalah hal yang diperbolehkan, bahkan dianjurkan, ketika mereka bukan termasuk orang yang wajib dinafkahi oleh muzakki. Sedangkan ketika mereka adalah orang yang wajib dinafkahi oleh muzakki, yaitu istri, anak, dan orang tua, maka mereka dilarang untuk menerima zakat, jika memang pemberian zakat ini atas nama sifat fakir, miskin dan mualaf.

Adapun ketika mereka termasuk selain dari tiga golongan tersebut, maka mereka tetap boleh untuk diberi zakat. Wallahu a’lam. []

Ustadz M Ali Zainal Abidin, pengajar di Pesantren Annuriyah, Kaliwining, Rambipuji, Kabupaten Jember.

BamSoet: Peran Signifikan Masyarakat bagi Pemulihan


Peran Signifikan Masyarakat bagi Pemulihan
Oleh: Bambang Soesatyo

GAMBARAN tentang penderitaan dan potensi meningkatnya jumlah warga miskin akibat periode pandemi Covid-19 yang berkepanjangan sudah jelas dan nyata. Penderitaan ini bisa diakhiri jika setiap orang paham dan sadar akan urgensi pembatasan sosial untuk memutus rantai penularan Covid-19. Taat dan konsisten menerapkan pembatasan sosial menjadi modal awal pemulihan ekonomi.

Ketika virus korona mulai mewabah dan kemudian ditetapkan sebagai pandemi global oleh Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO, setiap orang hanya diberi dua pilihan: tak peduli atau menyelamatkan diri dengan menjaga jarak (social distancing ). Semua orang disarankan menyelamatkan diri, karena proses penularan virus korona yang menjadi penyebab sakit Covid-19 sangat mudah. Apalagi, belum ada obat penyembuh yang mujarab. Karena negara wajib melindungi rakyatnya, banyak pemerintah tak mau ambil risiko. Sejumlah negara pun menerapkan kebijakan penguncian atau lockdown . Indonesia menerapkan kebijakan pembatasan sosial hingga Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sebagai strategi cegah tangkal penularan Covid-19.

Baik opsi penguncian maupun PSBB pasti ada konsekuensinya. Semua orang disarankan mengamankan diri dengan berdiam di rumah. Diperkirakan sepertiga warga planet ini mengamankan diri di rumah, termasuk tentu saja sebagian besar masyarakat Indonesia. Maka, pabrik berhenti produksi, kantor tutup, pedagang berhenti berjualan di ruang terbuka, penyelesaian proyek infrastruktur ditunda dan anak-anak pun belajar di rumah. Aktivitas perekonomian memang terhenti. Dana Moneter Internasional (IMF) pun memastikan perekonomian global dilanda resesi.
Cerita tentang penderitaan banyak orang, bahkan tragedi kematian, akibat keterbatasan ekonomi pun bermunculan. Sangat memprihatinkan. Sementara itu, banyak komunitas tak tinggal diam. Banyak orang berinisiatif menyediakan dan menyalurkan bantuan pangan bagi setiap orang yang berkekurangan. Gambaran seperti itu terjadi di banyak kota. Bahkan, di negeri kaya seperti Amerika Serikat (AS), tidak sedikit keluarga yang harus mendatangi bank makanan untuk meminta bantuan. Sudah puluhan juta pekerja di AS dirumahkan karena pandemi Covid-19.

Penderitaan dan ketidaknyamanan yang dirasakan miliaran orang sekarang ini lebih karena pilihan yang mengutamakan keselamatan jiwa bersama. Memilih menghentikan sementara produksi dan perdagangan demi keselamatan sekaligus memutus rantai penularan Covid-19. Rantai penularan itu bisa diputus jika semua orang, dengan kesadaran penuh, taat, dan konsisten menjaga jarak di ruang publik. Jika imbauan jaga jarak tidak dilaksanakan, durasi pandemi Covid-19 akan semakin lama.

Konsekuensinya, durasi penderitaan dan ketidaknyamanan pun akan semakin lama pula. Tentu saja hal seperti itu bukan menjadi keinginan bersama. Logikanya sederhana saja, proses normalisasi kehidupan dan pemulihan ekonomi bisa segera diwujudkan jika semua orang mau melindungi dirinya dengan menjaga jarak agar tidak terinfeksi Covid-19.

Hanya dengan cara sesederhana itulah kecepatan penularan Covid-19 bisa diredam. Untuk mencapai target itu, peran negara atau pemerintah sebagai regulator memang penting dan signifikan. Tetapi, kesadaran dan kepedulian masyarakat pun menjadi faktor yang lebih signifikan. Pemerintah, misalnya, akhirnya harus berkeputusan melarang mudik. Larangan mudik harus dipahami sebagai upaya cegah-tangkal penularan Covid-19. Komunitas perantau diharapkan mematuhi larangan ini. Sebaliknya, jika larangan mudik tidak dipatuhi, upaya menahan kecepatan penularan Covid-19 menjadi semakin sulit.

Kini, semua orang sudah mencatat bahwa pandemi Covid-19 telah menimbulkan kerusakan dahsyat yang tak pernah diperhitungkan sebelumnya. Tak hanya mengancam keselamatan jiwa manusia di planet ini, melainkan juga telah meluluhlantakkan sendi-sendi perekonomian global. Dan, untuk pertama kalinya pula sejak tragedi kemanusiaan akibat flu Spanyol satu abad lalu, upaya mengakhiri pandemi Covid-19 serta upaya pemulihan ekonomi dari resesi tak cukup hanya mengandalkan peran pemerintah di setiap negara. Sebaliknya, peran masyarakat di setiap negara, termasuk masyarakat Indonesia, bahkan sangat signifikan. Kesadaran dan peran masyarakat memutus rantai penularan Covid-19 menjadi faktor kunci bagi semua upaya pemulihan.

Pemulihan Jawa

Seperti negara lain, Indonesia pun sudah merasakan dampak resesi ekonomi. Ekspor dan investasi dipastikan tumbuh negatif. Pilihan yang tersedia hanyalah kebijakan yang dapat meminimalisasi ekses dari resesi itu sendiri. Apa pun pilihan kebijakannya, ketaatan menerapkan pembatasan sosial oleh semua elemen masyarakat menjadi modal awal percepatan pemulihan ekonomi. Karena itu, semua kepala daerah perlu memastikan masyarakat patuh dan konsisten menerapkan pembatasan sosial sebagai bagian dari upaya menghentikan penularan Covid-9.

Ketidakmampuan komunitas internasional menghentikan penularan Covid-19 mendorong semua negara memulai pergulatan merespons resesi ekonomi. Untuk tujuan yang sama, Indonesia pun telah merumuskan strategi dan kebijakan. Pada periode sekarang ini, tiga masalah harus dikerjakan simultan pada saat yang sama. Masing-masing adalah kerja merawat pasien Covid-19, kerja pembatasan sosial untuk cegah-tangkal penularan, dan upaya sejak dini memulihkan perekonomian. Ketiganya sama urgensinya dan sama strategisnya.

Jika masyarakat taat dan konsisten menerapkan pembatasan sosial selama periode pandemi virus korona, skala dan kecepatan penularan Covid-19 akan menurun dengan sendirinya. Menurunnya jumlah pasien Covid-19 pada gilirannya bisa melonggarkan ketentuan tentang pembatasan sosial untuk memulihkan kehidupan bersama serta membangkitkan keberanian menggerakkan lagi mesin perekonomian nasional. Korea Selatan patut dicontoh. Setelah sekian lama lockdown , Korea Selatan sudah melonggarkan sejumlah ketentuan pembatasan sosial dan dinamika kehidupan masyarakat di negara itu berangsur-angsur pulih.

Belajar dari pengalaman Korea selatan, semua pemerintah daerah harus berani all out mendorong masyarakat patuh dan konsisten menerapkan pembatasan sosial. Masyarakat harus diingatkan bahwa pembatasan sosial yang konsisten menjadi modal awal pemulihan ekonomi dari resesi. Tanpa bermaksud membeda-bedakan, perhatian dan catatan khusus patut diberikan kepada semua kepala daerah di Pulau Jawa. Data Kementerian Perindustrian menyebutkan bahwa 75% dari total industri nasional berpusat di Jawa sehingga Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), kontribusi Jawa bagi pertumbuhan ekonomi nasional pun sangat signifikan, mencapai 59% per 2019.

Artinya, tingkat kepatuhan masyarakat di Pulau Jawa dalam menerapkan pembatasan sosial sangat menentukan kemampuan negara merespons resesi ekonomi. Jika kecepatan penularan Covid-19 tidak bisa diredam, penghentian aktivitas produksi sektor industri di Jawa akan berkepanjangan. Dampak sosialnya tentu akan sangat serius. Karena itu, ketaatan masyarakat menerapkan pembatasan sosial di Pulau Jawa tak bisa ditawar-tawar lagi. Sebab, faktor ketaatan itu menjadi bagian tak terpisah dari keinginan bersama meminimalisasi dampak resesi ekonomi.

Tidak bijaksana jika upaya-upaya pemulihan ekonomi baru dilakukan setelah berakhirnya periode penularan Covid-19. Menunda-nunda upaya bersama memulihkan perekonomian akan berakibat pada meningkatnya penderitaan masyarakat dan menggelembungkan jumlah warga miskin. Saat ini saja, ketika penerapan pembatasan sosial diupayakan konsisten, sudah begitu banyak jumlah warga atau keluarga yang menderita karena kehilangan sumber penghasilan akibat tidak bisa bekerja, termasuk di dalamnya para profesional atau pekerja kantoran yang dirumahkan.

Gambaran sementara itu bisa dilihat dari data resmi pemerintah. Hingga pertengahan April 2020, Kementerian Ketenagakerjaan mencatat 2,8 juta pekerja telah mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan dirumahkan. Tidak mengherankan jika jumlah peminat Kartu Prakerja begitu besar. Hingga Selasa (14/4) tengah hari, tidak kurang dari 3,7 juta akun melakukan registrasi di situs resmi Kartu Prakerja. []

KORAN SINDO, 24 April 2020
Bambang Soesatyo | Ketua MPR RI/Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia