Ibnu Amir asy-Syami, Imam
Qira’at Pemilik Sanad Tertinggi
Ada tiga nama tempat yang hampir selalu
disebut dalam sejarah lahirnya para intelektual Islam: Basrah, Kufah, dan Syam.
Nama yang terakhir ini adalah sebuah tempat yang pernah disinggahi oleh Nabi
Muhammad bersama Maisarah saat membawa barang dagangan Khadijah. Secara
geografis, Syam merupakan sebuah kawasan yang meliputi empat negara, yaitu
Suriah (yang merupakan pusat negeri Syam), Palestina, Lebanon, dan Yordania.
Pada masa dahulu, Syam merupakan pusat
pemerintahan Umawiyyah, di sana terbangun sebuah masjid megah Umawi sebagai
tanda kejayaan Islam.
Negara Syam ini dikenal dengan sebutan tanah
kebaikan atau keberkahan, sebab di sana terdapat sebuah masjid al-Aqsa, yang
disebutkan dalam Al-Qur’an Surat al-Isra’ ayat pertama, dan menjadi kiblat
pertama umat Muslim. Maka wajar bila dari rahim tanah Syam yang berkah ini
lahir intelektual Muslim yang berkualitas.
Dalam bidang ilmu Al-Qur’an dan qira’at,
intelektual Muslim yang dilahirkan dari tanah Syam ini adalah Abdullah bin Amir
atau yang lebih dikenal dengan sebutan Ibnu Amir asy-Syami al-Yahshabi.
Biografi Imam Ibnu Amir asy-Syami
Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Amir bin
Yazid bin Tamim bin Rabi’ah bin Amir al-Yahshabi. Dalam matan kitab
“al-Syatibiyyah” karya Abi al-Qasim bin Firruh, Ibnu Amir dinisbatkan ke
buyutnya atau kabilah di Yaman, yaitu al-Yahshabi bin Dahman.
Beliau merupakan murni keturunan Arab, yang
tidak tercampur nasabnya oleh keturunan ajami (selain Arab). Ada dua imam
qira’at sab’ah yang murni keturunan Arab, yaitu Abu Amr bin al-Ala’ dan Ibnu
Amir asy-Syami.
Imam asy-Syami ini merupakan salah satu imam
qira’at sab’ah yang paling bagus dan tertinggi sanadnya, dan termasuk tabi’in
senior. Di negara Syam, imam asy-Syami ini merupakan panutan dan Imam
masyarakat Syam dalam bidang qira’at Al-Qur’an dan menjadi pemungkas masyikhah
iqra’ setelah wafatnya Abi Darda’.
Aktivitas non-formal beliau sehari-hari,
selain mengisi pengajian dan mengajar Al-Qur’an, adalah menjadi imam tetap kaum
Muslimin di Masjid Umawiyah pada masa khalifah Umar bin Abdul Aziz, baik
sebelum dan sesudah kekhalifahnnya dan beliau (Umar bin Abdul Aziz) bermakmum
di belakangnya. ini menunjukkan keluhuran dan kemulyaan beliau diangkat menjadi
seorang imam shalat di sebuah masjid resmi kenegaraan pada masa Umar bin Abdul
Aziz. Maka wajar beliau mendapat mandat untuk merangkap jabatan sebagai qadi’
(hakim), imam dan maha guru Al-Qur’an di Damaskus. Damaskus saat itu menjadi
pusat pemerintahan dan dikelilingi oleh para ulama dan para tabi’in. Mereka
semua sepakat menerima qira’at imam asy-Syami ini, membaca dan mempelajarinya,
sementara mereka semua adalah generasi awal dan unggul. Ini menunjukkan bahwa
qira’at asy-Syami ini adalah mutawatir dan dapat dipertanggung-jawabkan
kesahihannya.
Beliau lahir pada tahun 21 H, sebagian
sejarah mengatakan beliau lahir pada tahun 28 H.
Imam Khalid bin Yazid al-Murri benceritakan
bahwa beliau mendengar Ibnu Amir bercerita: “Nabi menggenggam saya saat saya
berumur dua tahun, kemudian saya pindah ke Damaskus saat saya berumur sembilan
tahun”. ini artinya bahwa Ibnu Amir sempat bertemu dengan Nabi SAW. namun
beliau belum baligh, tidak mengimani kerasulan-Nya, sehingga beliau disebut
sebagai tabi’in.
Perjalanan Intelektualnya
Sebelum menjadi seorang imam dan hakim di
Damaskus, imam Ibnu Amir asy-Syami ini pernah mengenyam pendidikan Al-Qur’an
kepada ulama ternama di masanya, salah satunya adalah belajar kepada:
1. Al-Mughirah bin Abdullah bin Umar bin
al-Mughirah al-Makhzumi, al-Makhzumi belajar kepada Utsman bin Affan dari Nabi
Muhammad Saw,.
2. Abi Darda’ Uwaimir bin Zaid bin Qais dari
Nabi Muhammad SAW.
3. Sebagian ulama mengatakan bahwa Ibnu Amir
belajar langsung kepada Utsman sendiri tanpa melalui perantara.
Jika dilihat dari transmisi sanad imam
asy-Syami ini, maka imam ini termasuk generasi ketiga dari Nabi dari jalur
al-Mughirah. Sedangkan jika dilihat dari jalur Abi Darda’ dan Utsman termasuk
generasi kedua. Artinya, transmisi sanad ini yang tertinggi di antara imam qira’at
sab’ah yang lain. Maka tak ayal, sebagian ulama qira’at menempatkan Imam
asy-Syami ini pada urutan pertama di antara para imam qira’at yang lain karena
ketinggian sanadnya, namun sebagian yang lain menempatkan Imam Nafi’ pada
ururtan yang pertama karena kemulyaan tempatnya, yaitu Madinah. Di sanalah
jasad manusia terbaik dan terluhur akhlaknya di kebumikan.
Komentar Ulama
Imam Yahya bin al-harits berkata: Ibnu Amir
adalah ulama yang berpegang teguh dengan sunnah Nabi, ia tidak mau melihat
kebid’ahan yang berlaku di sekelilingnya kecuali ia mengingkari dan
mengubahnya.
Murid-muridnya
Kemulyaan dan keluasaan ilmu yang dimiliki
oleh Imam asy-Syami ini menjadi magnet untuk penuntut ilmu dari belahan negara
Islam saat itu, sehingga mereka datang berbondong-bondong untuk belajar
kepadanya secara langsung. Salah satu murid-murid beliau adalah: (1) Yahya bin
al-Harits al-Dzimari, ia sebagai pengganti dan menempati posisinya dalam soal
kepakaran bacaan Al-Qur’an, (2) Abdurrahman bin Amir, Rabi’ah bin Yazid,
saudara Imam Ibnu Amir sendiri, (3) Ja’far bin Rabi’ah, (4) Ismail bin Abdullah
bin Abi al-Muhajir, (5) Said bin Abdul Aziz Khallad bin Yazid bin Shabih
al-Murri, (6) Yazid bin Abi Malik.
Setelah banyak berkontribusi dalam bidang
kehakiman dan qira’at Al-Qur’an di Damaskus, pada umur sembilan puluh tujuh,
Allah sebagai pemilik jiwa dan raga manusia, memanggilnya pada bulan Asyura’
tahun 128 H di kota Damaskus. Semoga Allah menempatkannya di surga-Nya yang
paling tinggi dan kita mendapatkan barokah ilmunya. Amin.
Perawinya dalam Bidang Qira’at
Al-Qur’an
Dalam ilmu qira’at, setiap imam qira’at
memiliki dua perawi dan di antara kedua perawi tersebut memiliki perbedaan soal
bacaan yang diterima dari imam qira’at. Perbedaan itu ada yang tajam dan ada
yang relatif sedikit perbedaannya. Selain perbedaan bacaan yang diterima oleh
perawi, jalur transmisi bacaannya pun ada yang yang langsung diterima dari imam
qira’at tanpa perantara dan ada yang melalui jalur perantara
murid-muridnya.
Kedua perawi Imam Ibnu Amir ini nyaris tidak
ada perbedaan yang mencolok soal bacaannya dan keduanya juga tidak menerima
langsung dari imam qira’atnya, yakni melalui jalur perantara. Kedua perawi Imam
asy-Syami tersebut adalah: Hisyam bin Ammar dan Ibnu Dzakwan.
1. Hisyam bin Ammar
Namanya adalah Hisyam bin Ammar bin Nashir
bin Maisarah al-Sullami al-Dimasyqi, panggilannya adalah Abu al-Walid.
Lahir pada tahun 153 H, masa pemerintahan
khalifah al-Mansur.
Beliau adalah seorang panutan dan imam
masyarakat kota Damaskus. Selain sebagai imam dan panutan masyarakat kota
Damaskus, beliau juga dikenal sebagai khatib, (orator: muballigh), muqri’, muhaddits,
dan menjabat sebagai mufti, yang mendapatkan predikat tsiqah, (terpercaya)
dhabt (cekatan: kuat hafalannya), adil dalam menjalannya amanah, fasih
(penyampaiannya), sangat alim, dan luas ilmunya, baik dari sisi riwayah maupun
dirayah-nya.
Imam Hisyam merupakan seorang imam yang
mengabdikan diri hanya untuk mengajar Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW.
Perjalanan Intelektualnya dan
Transmisi Sanadnya
Perjalanan intelektual beliau dimulai belajar
dari satu guru ke guru yang lain, layaknya seorang penuntut ilmu yang haus akan
cahaya ilmu. Dalam catatan sejarah, ia belajar qira’at Al-Qur’an kepada
beberapa guru, salah satunya adalah Syaikh Irak al-Murri, dan Ayyub bin Tamim
dari Yahya al-Dzimari dari Abdullah bin Amir dari Abu Darda’ dan al-Mughirah hingga
sampai kepada Nabi SAW.
Sebagian riwayat mencatat bahwa beliau
belajar sebagian huruf (qira’at) dari Imam Atabah bin Hammad, dan Abi Dihyah
Ma’la bin Dihyah dari Nafi’, yang bersambung sanadnya sampai kepada Nabi
Muhammad SAW.
Dalam bidang hadits beliau meriwayatkan dari
beberapa para imam besar pada masanya, salah satunya adalah Imam Malik bin
Anas, Sufyan bin Uyainah, Muslim bin Khalid al-Zanji, Ismail bin Ayyasy,
Sulaiman bin Musa al-Zuhri.
Imam Hisyam bercerita tentang pribadinya,
sebagaimana disampaikan oleh Imam Muhammad bin al-Faidh al-Ghassani: Ayah saya
menjual rumahnya dengan harga 20 dinar, untuk bekal haji saya. Ketika saya
sampai di Madinah, saya mendatangi majlis imam Malik. Saya punya beberapa
pertanyaan (untuk ditanyakan kepadanya). Kemudian saya mendekat kepadanya,
sementara beliau sedang duduk di depan seperti layaknya seorang raja. Sementara
murid-santirnya berdiri. Banyak orang bertanya kepadanya, dan dijawab oleh
beliau. Kemudian saya bertanya kepadanya: Apa yang akan Anda katakan tentang
hal ini?. Kemudian beliau hanya menjawab: kita mendapati seorang anak kecil,
wahai murid, bawalah ia kemari. Kemudian murid-murid itu membawaku layaknya
anak kecil, padahal saya adalah orang yang (mudrik) berpengetahuan. Kemudian
beliau mencambuk saya layaknya seorang guru mencambuk muridnya dengan tujuh
belas kali cambukan. Saya pun menangis. Beliau bertanya: “Kenapa kamu menangis,
apakah ini menyakitkanmu?. saya pun menjawab: “Ayah saya menjual rumahnya dan
menasehati saya untuk menemuimu, menyimak pengajianmu tapi kamu malah
memukulku. Imam Malik berkata: “Tulislah”...kemudian Imam Malik meriwayatkan
tujuh belas hadits kepada saya dan menjawab semua pertanyaan saya.
Cerita di atas, menunjukkan kesungguhan
beliau dalam menuntut ilmu hingga harus mengorbankan harta dan raganya.
Imam al-Ahwazi menceritakan bahwa ia
mendengar dari imam Hisyam berkata: “Selama kurun waktu dua puluh tahun, saya
tidak menyiapkan (teks) khutbah (dalam berceramah)”. Ini artinya bahwa imam
Hisyam merupakan orang yang sangat fasih dalam bidang bahasa Arab.
Imam Ahmad bin Muhammad al-Ashbahani berkata:
“Sejak wafatnya Ayyub bin Tamim, kepakaran dalam bidang qira’at berpindah pada
dua orang, Hisyam dan Ibnu Dzakwan. Hisyam dikenal sebagai orator yang piawai
dan fasih, dianugrahi umur yang panjang, sehat akal dan pandangannya, sehingga
banyak penuntut ilmu belajar kepadanya. Sementara Ibnu Dzakwan dikenal sebagai
perawi yang dhabit (cekatan) dan menjadi panutan masyarakat dan imam shalat
masyarakat Damaskus.
Keistimewaan Imam Hisyam
Imam Hisyam termasuk hamba Allah yang dekat
dengan-Nya dan cepat terkabul doanya. Imam Abu Ubaidillah al-Humaidi
menceritakan bahwa Imam Hisyam berkata: Saya memohon kepada Allah tujuh
permohonan, namun Allah hanya mengabulkan enam permohonan saya. Saya tidak tahu
apakah permintaan saya yang ke tujuh dikabulkan atau tidak. Pertama, saya
memohon kepada-Nya supaya membenarkan hadits Nabi Muhammad Saw,. Allah
mengabulkannya. Kedua, saya memohon kepada-Nya agar saya bisa berangkat haji,
Allah mengabulkannya. Ketiga, saya memohon kepada-Nya supaya saya berumur
panjang hingga melewati seratus tahun, Allah mengabulkannya. Keempat, saya
memohon kepada-Nya supaya dianugrahkan harta 100 dinar yang halal, Allah
mengabulkannya. Kelima, saya memohon kepada-Nya agar saya memiliki murid yang
banyak, atau mereka datang ke saya untuk menuntut ilmu kepada saya, Allah
mengabulkannya. Keenam saya memohon kepada-Nya agar saya dapat berkhutbah di
masjid Damaskus, Allah mengabulkannya. Sementara permohonan saya yang ke tujuh
agar Allah mengampuni dosa-dosa saya dan kedua orang tua saya, namun saya tidak
tahu apa yang akan diberikan oleh Allah atas permohonan saya.
Komentar Ulama
Imam al-Ashbahani berkata: Imam Hisyam
dianugrahkan umur yang panjang, sehat akal dan pandangannya, sehingga banyak
orang yang belajar kepadanya dalam bidang ilmu qira’at dan hadits.
Imam Yahya bin Ma’in berkata: Hisyam bin
Ammar adalah orang yang pintar.
Ibnu Ma’in juga berkata: Hisyam bin Ammar
lebih saya sukai daripada Ibnu Abi Malik.
Karya-karya Imam Hisyam
Karya terbesar seorang ulama adalah generasi
yang melanjutkan estafet keilmuannya. Dalam hal ini adalah para murid-muridnya
yang menjadi jariyahnya kelak di akhirat. Karya ini dikenal dengan sebutan
karya ideologis. Sementara karya yang berbentuk tulisan, penulis tidak
menemukannya, hanya saja ada sebuah ungkapannya yang bagus dan fasih sebagai
karyanya, yaitu:
قولوا
الحق، ينزلكم الحق منازل أهل الحق، يوم لايقضي إلا بالحق
"Katakan yang haq, kalian akan
ditempatkan oleh Dzat yang Maha Haq bersama dengan para penghuni yang haq, di
hari yang tidak ada pengadilan kecuali dengan haq."
Murid-murid Imam Hisyam
Sebagaimana telah disinggung di depan bahwa
salah satu permohonan imam Hisyam adalah memiliki murid yang banyak, maka Allah
mengabulkannya. Salah satu dari sekian murid beliau dalam bidang qira’at
Al-Qur’an adalah: Abu Ubaid bin al-Qasim bin Sallam, Ahmad bin Yazid
al-Hulwani, Musa bin Jumhur, al-Abbas bin al-Fadhl, Ahmad bin al-Nadhr, Harun
bin Musa al-Akhfasy.
Sementara dalam bidang hadits, ulama
muhaddisin yang meriwayatkan hadits-haditsnya adalah Imam al-Bukhari dalam
kitab shahihnya, Imam Abu Daud, al-Nasa’I, Ibnu Majah dalam kitab “sunan” mereka,
Ja’far al-Gharyani, Abu Zar'ah al-Dimasyqi. Sementara Imam al-Turmudzi
meriwayatkan dari seseorang atau perawi yang meriwayatkan dari Hisyam.
Para kritikus hadits banyak memuji dan
menta’dil-kan riwayat hadits-haditsnya, salah satunya adalah imam Yahya bin
Ma’in yang memberi predikat kepadanya “tsiqah” dan al-Daruqatni memberi
predikat kepadanya “Sadhuq kabir al-Mahal”.
Setelah mengorbankan harga dan raganya untuk
mengabdi pada kitab Allah, pada tahun 245 H beliau dipanggil oleh pemiliknya.
Semoga kita dapat meniru kesungguhan beliau dalam menuntut ilmu dan
keberkahannya mengalir kepada kita. Amin.
2. Ibnu Dzakwan
Namanya adalah Abdullah bin Basyar (sebagian
riwayat namanya: Basyir) bin Ibnu Dzakwan bin Amr. Panggilannya adalah Abu
Muhammad, ada yang mengatakan Abu Amr al-Dimasyqi.
Ibnu Dzakwan merupakan seorang imam yang
tsiqah dan terkenal, juga sebagai syaikh iqra’ di Syam dan menjadi imam masjid
di Damaskus. Selain itu, ia juga merupakan pamungkas masyikhah iqra’ di
Damaskus setelah wafatnya Imam Hisyam bin Ammar.
Beliau lahir pada bulan Asyura’ tahun 173
H.
Perjalanan intelektual dan Transmisi
Sanadnya
Perjalanan intelektual imam Ibnu Dzakwan ini
dimulai belajar satu guru ke guru yang lain. Ada banyak guru dan tempat yang
sempat ia singgahi namun dari sekian gurunya yang paling dikenal adalah: (1)
Ayyub bin Tamim dari Yahya al-Dzimari dari Ibnu Amir. Kepada imam Ayyub ini
beliau belajar qira’at Al-Qur’an secara langsung. (2) Ali al-Kisa’I, seorang
imam qira’at ketujuh. Kepada Imam Ali ini, Ibnu Dzakwan belajar qira’at saat beliau
berkunjung ke negara Syam. Imam Ibnu Dzakwan berkata: saya menetap bersama
al-Kisa’I selama tujuh bulan dan saya membaca Al-Qur’an kepadanya berulangkali.
(3) Ishaq bin al-Musayyibi dari Imam Nafi’. Kepada ishaq ini, Ibnu Dzakwan
belajar sebagian “huruf” qira’at.
Komentar Ulama
Imam Abu Zar'ah al-Dimasyqi berkata: Menurut
saya tidak ada di Iraq, Syam, Hijaz, Mesir dan Kharrasan pada masa Ibnu Dzakwan
yang paling mahir soal qira’at dibanding dia.
Karya-karya Ibnu Dzakwan
Karya yang berbentuk tulisan adalah sebagai
berikut: (1) Aqsam Al-Qur’an wa Jawabuha, (2) Ma Yajibu ‘Ala Qari’ Al-Qur’an
Inda harakati Lisanihi.
Murid-muridnya
Imam Ibnu Dzakwan adalah seorang imam yang
sangat terkenal pada masanya, beliau memiliki predikat tsiqah dan sebagai
masyikhah iqra’ di Damaskus. Maka tak ayal jika banyak para penuntut ilmu yang
datang dari berbagai belahan dunia Islam, salah satunya adalah anaknya sendiri,
yaitu Ahmad bin Abdullah bin Dzakwan, Ahmad bin Anas, Ishaq bin Daud, Abu
Zar’ah Abdurrahman bin Amr al-Dimasyq, Abdullah bin Isa al-Ashbahani, Muhammad
bin Ismail al-Turmudzi, Muhammad bin Musa al-Shuri dan Harun bin Musa
al-Akhfasy.
Setelah mengerahkan jiwa dan raga untuk
mengabdi kepada kitab Allah dan menorehkan karya yang gemilang, beliau wafat
pada tahun 243 H di kota Qita. Semoga kita mendapatkan barokah dan meniru
perjalanan hidupnya. Amin. []
(Tulisan disadur dari kitab “Tarikh al-Qurra’
al-Asyrah wa Ruwwatuhum” karya Syekh Abdul Fattah al-Qadhi [Kairo: Maktabah
al-Qahirah], 2010, hal, 23-25; dan "Mu'jam Huffadz Al-Qur'an Abra
al-Tarikh" karya Salim Muhaisin, Jilid I [Bairut: Dar al-Jayl], 1992)
Ustadz Moh. Fathurrozi, Pecinta Ilmu Qira’at,
Kaprodi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir IAI Al Khoziny Buduran Sidoarjo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar