Adakah Fadhilah Tarawih Per
Hari?
Setiap Ramadhan selalu beredar hadits yang
berisi keutamaan shalat tarawih setiap harinya, mulai hari pertama hingga hari
terakhir. Bagaimana sebenarnya hadits itu? Layakkah kita meyakini dan
menyebarkannya?
Bila mau objektif, maka ada beberapa
keganjilan dalam hadits itu, antara lain:
Nabi hanya shalat qiyamu ramadhan selama tiga
malam saja lalu tak pernah lagi secara berjamaah. Ini yang tercatat dalam
kitab-kitab hadits mu'tabarah. Misalnya riwayat Bukhari berikut:
حَدَّثَنَا
يَحْيَى بْنُ بُكَيْرٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا اللَّيْثُ، عَنْ عُقَيْلٍ، عَنِ ابْنِ
شِهَابٍ، قَالَ: أَخْبَرَنِي عُرْوَةُ، أَنَّ عَائِشَةَ، أَخْبَرَتْهُ: أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ ذَاتَ لَيْلَةٍ مِنْ
جَوْفِ اللَّيْلِ، فَصَلَّى فِي المَسْجِدِ، فَصَلَّى رِجَالٌ بِصَلاَتِهِ،
فَأَصْبَحَ النَّاسُ، فَتَحَدَّثُوا، فَاجْتَمَعَ أَكْثَرُ مِنْهُمْ، فَصَلَّوْا
مَعَهُ، فَأَصْبَحَ النَّاسُ، فَتَحَدَّثُوا، فَكَثُرَ أَهْلُ المَسْجِدِ مِنَ
اللَّيْلَةِ الثَّالِثَةِ، فَخَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ، فَصَلَّوْا بِصَلاَتِهِ، فَلَمَّا كَانَتِ اللَّيْلَةُ الرَّابِعَةُ
عَجَزَ المَسْجِدُ عَنْ أَهْلِهِ حَتَّى خَرَجَ لِصَلاَةِ الصُّبْحِ، فَلَمَّا
قَضَى الفَجْرَ أَقْبَلَ عَلَى النَّاسِ، فَتَشَهَّدَ، ثُمَّ قَالَ: «أَمَّا
بَعْدُ، فَإِنَّهُ لَمْ يَخْفَ عَلَيَّ مَكَانُكُمْ، لَكِنِّي خَشِيتُ أَنْ
تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ، فَتَعْجِزُوا عَنْهَا» قَالَ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ: تَابَعَهُ يُونُسُ
"Telah menceritakan kepada kami Yahya
bin Bukair berkata, telah mengabarkan kepada kami Al Laits dari 'Uqail dari
Ibnu Syihab berkata, telah mengabarkan kepadaku 'Urwah bahwa 'Aisyah radliallahu
'anha mengabarkan kepadanya, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam pada suatu malam keluar di tengah malam untuk melaksanakan shalat
di masjid, orang-orang kemudian mengikuti beliau dan shalat di belakangnya.
Pada waktu paginya orang-orang membicarakan kejadian tersebut. Kemudian pada
malam berikutnya orang-orang yang berkumpul bertambah banyak lalu ikut shalat
dengan beliau. Dan pada waktu paginya orang-orang kembali membicarakan kejadian
tersebut. Kemudian pada malam yang ketiga orang-orang yang hadir di masjid
semakin bertambah banyak lagi, lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam keluar
untuk shalat dan mereka shalat bersama beliau. Kemudian pada malam yang
keempat, masjid sudah penuh dengan jamaah hingga akhirnya beliau keluar hanya
untuk shalat Shubuh. Setelah beliau selesai shalat Fajar, beliau menghadap
kepada orang banyak membaca syahadat lalu bersabda: ‘Ammâ ba'du,
sesungguhnya aku bukannya tidak tahu keberadaan kalian (semalam). Akan tetapi
aku takut shalat tersebut akan diwajibkan atas kalian, sementara kalian tidak
mampu." Abu 'Abdullah Al Bukhari berkata, "Hadits ini dikuatkan oleh
Yunus." (HR. Bukhari)
Namanya saja saat itu bukan tarawih tetapi
masih qiyamu ramadhan berdasarkan hadits berikut:
مَنْ
قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبه
"Siapa yang berdiri shalat di [malam]
bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala, maka akan diampuni dosanya
yang telah lalu" (HR. Bukhari-Muslim)
Istilah tarawih baru muncul belakangan ketika
ia diidentikkan dengan shalat berjamaah yang punya jeda istirahat (tarwihah)
setiap dua kali salam hingga genap 10 kali salam (20 rakaat). Imam Ibnu Hajar
al-Asqalani menjelaskan asal nama tarawih ini sebagai berikut:
وَالتَّرَاوِيحُ
جَمْعُ تَرْوِيحَةٍ وَهِيَ الْمَرَّةُ الْوَاحِدَةُ مِنَ الرَّاحَةِ كَتَسْلِيمَةٍ
مِنَ السَّلَامِ سُمِّيَتِ الصَّلَاةُ فِي الْجَمَاعَةِ فِي لَيَالِي رَمَضَانَ
التَّرَاوِيحَ لِأَنَّهُمْ أَوَّلَ مَا اجْتَمَعُوا عَلَيْهَا كَانُوا
يَسْتَرِيحُونَ بَيْنَ كُلِّ تَسْلِيمَتَيْنِ
"Tarawih adalah jamak dari tarwihah
yaitu istirahat satu kali, seperti kata taslimah berasal dari kata salam. Salat
berjamaah di malam-malam bulan Ramadan disebut sebagai tarawih karena pada awal
ia dilakukan berjamaah, para sahabat beristirahat di antara setiap dua kali
salam." (Ibnu Hajar al-Asqalai, Fathul Bari, juz IV, h. 250)
Sudah maklum bahwa peristiwa awal shalat
tarawih berjamaah terjadi di masa Khalifah Umar dengan imam tarawih Ubay bin
Ka'b, sebagaimana dalam hadits berikut:
عَنْ
عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدٍ القَارِيِّ، أَنَّهُ قَالَ: خَرَجْتُ مَعَ عُمَرَ
بْنِ الخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، لَيْلَةً فِي رَمَضَانَ إِلَى المَسْجِدِ،
فَإِذَا النَّاسُ أَوْزَاعٌ مُتَفَرِّقُونَ، يُصَلِّي الرَّجُلُ لِنَفْسِهِ،
وَيُصَلِّي الرَّجُلُ فَيُصَلِّي بِصَلاَتِهِ الرَّهْطُ، فَقَالَ عُمَرُ: «إِنِّي
أَرَى لَوْ جَمَعْتُ هَؤُلاَءِ عَلَى قَارِئٍ وَاحِدٍ، لَكَانَ أَمْثَلَ» ثُمَّ
عَزَمَ، فَجَمَعَهُمْ عَلَى أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ، ثُمَّ خَرَجْتُ مَعَهُ لَيْلَةً
أُخْرَى، وَالنَّاسُ يُصَلُّونَ بِصَلاَةِ قَارِئِهِمْ، قَالَ عُمَرُ: «نِعْمَ
البِدْعَةُ هَذِهِ، وَالَّتِي يَنَامُونَ عَنْهَا أَفْضَلُ مِنَ الَّتِي
يَقُومُونَ» يُرِيدُ
آخِرَ اللَّيْلِ وَكَانَ النَّاسُ يَقُومُونَ أَوَّلَهُ
"Dari 'Abdurrahman bin 'Abdul Qariy
bahwa dia berkata; "Aku keluar bersama 'Umar bin Al Khaththob radliallahu
'anhu pada malam Ramadhan menuju masjid, ternyata orang-orang shalat
berkelompok-kelompok secara terpisah-pisah, ada yang shalat sendiri dan ada
seorang yang shalat diikuti oleh ma'mum yang jumlahnya kurang dari sepuluh
orang. Maka 'Umar berkata: "Aku pikir seandainya mereka semuanya shalat
berjama'ah dengan dipimpin satu orang imam, itu lebih baik". Kemudian Umar
memantapkan keinginannya itu lalu mengumpulkan mereka dalam satu jama'ah yang
dipimpin oleh Ubbay bin Ka'ab. Kemudian aku keluar lagi bersamanya pada malam
yang lain dan ternyata orang-orang shalat dalam satu jama'ah dengan dipimpin
seorang imam, lalu 'Umar berkata: "Sebaik-baiknya bid'ah adalah ini. Dan
mereka yang tidur terlebih dahulu adalah lebih baik daripada yang shalat awal
malam, yang ia maksudkan untuk mendirikan shalat di akhir malam, sedangkan
orang-orang secara umum melakukan shalat pada awal malam." (HR. Bukhari).
Adalah sangat aneh bila kemudian ada
"hadits" yang isinya menjelaskan fadhilah tarawih per hari, padahal
istilah tarawih saja belum ada.
Belum lagi Nabi Muhammad sengaja berhenti
shalat berjamaah qiyamul ramadhan karena khawatir diwajibkan. Dengan ini para
ulama kemudian menyimpulkan bahwa kekhawatiran itu sudah tiada ketika Nabi
wafat sebab syariat sudah putus saat itu sehingga tak ada masalah lagi bila
dilakukan setiap hari sebulan penuh. Menjadi sangat aneh bila ternyata Nabi
secara sharih mensyariatkan tarawih (berjamaah) setiap hari sewaktu beliau
hidup sebab akan bertentangan dengan kekhawatiran beliau sendiri yang
diriwayatkan dalam hadits sahih.
Keganjilan lain adalah fadhilah yang terlalu wow.
Ini adalah salah satu ciri hadits bermasalah (lemah atau bahkan palsu).
Misalnya, seperti pahala shalat di Masjidil Haram, seperti mengkhatamkan 4
kitab suci, bahkan diberi anugerah seperti ibadahnya para Nabi, seperti
melakukan 1000 haji, dll. Wow sekali.
Ini keganjilan secara matan. Adapun keganjilan
secara sanad, maka tak perlu dibahas sebab sanadnya saja tak ada. Sumber hadits
fadhilah tarawih per hari adalah kitab Durrotun Nashihin yang kebiasaannya tak
menyampaikan sanad.
Jadi, hadits fadhilah tarawih per hari itu
sangat bermasalah, bahkan mempunyai ciri-ciri hadits palsu. Andai itu dhaif
saja, tentu kitab-kitab hadits mu'tabar akan memuatnya beserta sanadnya.
Hadratussyaikh Muhammad Hasyim Asy’ari pernah ditanya soal shalat Rebo Wekasan,
jawaban beliau adalah itu bukan syariat dan alasannya adalah والدليل على ذلك خلو الكتب المعتمدة عن ذكرها (tiadanya keterangan soal itu di kitab-kitab pedoman). Hal yang
sama berlaku di kasus ini, sama-sama tidak ada keterangannya di kitab mu'tamad.
Namun, bukan berarti tak sunnah tarawih
setiap hari. Kesunnahan tarawih setiap hari sudah disepakati semua ulama dari
semua mazhab. Soal fadhilahnya, sudah sangat cukup berbagai fadhilah yang
shahih yang salah satunya dikutip di atas. Masih ada fadhilah lain sebab ia
masuk kategori shalat malam dan juga masuk kategori amal ramadhan tapi ini di
luar bahasan kita. Semuanya sudah lebih dari cukup sebagai alasan untuk giat
melakukan tarawih tiap malam ramadhan tanpa perlu memakai hadits yang
bermasalah.
Sebagai akhir, dalam kasus Rebo Wekasan,
Hadratus Syaikh pernah menukil pernyataan Syaikh Mulla Ali al-Qari berikut ini
yang juga relevan dalam bahasan fadhilah tarawih per hari ini:
لا
يجوز نقل الأحاديث النبوية والمسائل الفقهية والتفاسير القرآنية إلا من الكتب المداولة
(المشهورة) لعدم الإعتماد على غيرها
"Tak boleh menukil hadits-hadits Nabi
dan masalah fikih dan tafsir al-Qur’an kecuali dari kitab yang populer sebab
yang lain tak bisa dibuat pedoman".
Wallahu a'lam.
[]
Ustadz Abdul Wahab Ahmad, Wakil Katib PCNU
Jember dan Peneliti di Aswaja Center Jember.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar