Khutbah Istisqa Sebelum
atau Sesudah Shalat?
Shalat sunnah istisqa dianjurkan ketika
masyarakat mengalami kemarau panjang sehingga makhluk hidup kesulitan
mendapatkan air baik yang di kota, desa, maupun di hutan. Imam atau petugas
yang ditunjuk juga dianjurkan untuk berkhotbah mengiringi shalat istisqa.
Shalat dan khutbah istisqa pada prinsipnya
berisi permohonan ampun segenap makhluk hidup kepada Allah Swt dan pengakuan
mereka atas kuasa-Nya terhadap air sebagai kebutuhan makhluk hidup. Allah Swt
berfirman sebagai berikut:
فَقُلْتُ
اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ
مِدْرَارًا وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ
لَكُمْ أَنْهَارًا
Artinya, "Maka aku katakan kepada
mereka, ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu,–sungguh Dia adalah Maha
Pengampun–niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat,
membanyakkan harta dan anak-anakmu, mengadakan untukmu kebun-kebun dan
mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai," (Surat
Nuh ayat 10-12).
Sahabat Ibnu Abbas Ra menceritakan praktik
shalat dan khutbah istisqa yang pernah dilakukan oleh Rasulullah Saw. Sahabat
Ibnu Abbas Ra juga mendeskripsikan bagaimana pakaian dan cara berjalan
Rasulullah Saw ketika itu:
عَنِ
ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: (خَرَجَ اَلنَّبِيُّ صلى الله
عليه وسلم مُتَوَاضِعًا, مُتَبَذِّلًا, مُتَخَشِّعًا, مُتَرَسِّلًا, مُتَضَرِّعًا,
فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ, كَمَا يُصَلِّي فِي اَلْعِيدِ, لَمْ يَخْطُبْ خُطْبَتَكُمْ
هَذِهِ) رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ, وَصَحَّحَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ, وَأَبُو
عَوَانَةَ, وَابْنُ حِبَّانَ
Artinya, “Ibnu Abbas RA berkata, ‘Nabi
Muhammad Saw keluar dari rumah dengan rendah diri, berpakaian sederhana, khusyuk,
tenang, berdoa kepada Allah, lalu beliau shalat dua rakaat seperti pada shalat
hari raya. Nabi Muhammad Saw tidak berkhutbah seperti pada shalat hari raya. Ia
tidak berkhutbah seperti khutbahmu ini,'" (Riwayat Imam Lima dan
dinilai shahih oleh Tirmidzi, Abu Awanah, dan Ibnu Hibban).
Dari sini, ulama kemudian menyimpulkan bahwa
masyarakat dianjurkan secara sunnah muakkad untuk melakukan shalat sunnah dua
rakaat dan khutbah istisqa pada saat mengalami kemarau panjang yang
menghasilkan kekeringan.
Pertanyaannya kemudian apakah khutbah
disampaikan sebelum atau sesudah shalat istisqa? Mayoritas ulama mengatakan
bahwa khotbah disampaikan sesudah shalat istisqa. Sedangkan, khutbah yang
disampaikan sebelum shalat istisqa tidak menjadi masalah sebagaimana keterangan
berikut ini:
مشروعية
الخطبة بعد الصلاة قال الجمهور الأفضل تأخير الخطبة كصلاة العيد وخطبته فلو قدم
الخطبة على الصلاة صحتا
Artinya, "Khutbah dalam hadits ini
disyariatkan setelah shalat istisqa. Mayorias ulama berpendapat bahwa yang
utama adalah menempatkan khutbah setelah shalat istisqa sebagaimana praktik
shalat dan khutbah Id. Tetapi jika khutbah dilaksanakan sebelum shalat istisqa,
maka keduanya tetap sah," (Syekh Hasan Sulaiman An-Nuri dan Syekh Alawi
Abbas Al-Maliki, Ibanatul Ahkam, [Beirut, Darul Fikr: 1996 M/1416 H], cetakan
pertama, juz II, halaman 121).
Penyampaian khutbah sebelum shalat istisqa pernah dilakukan Rasulullah Saw sebagaimana riwayat panjang Abu Dawud dari Aisyah RA. Dari sini kemudian ulama membolehkan penyampaian khutbah sebelum shalat istisqa meski tidak disarankan:
شكا
الناس إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم قحوط المطر فأمر بمنبر فوضع له في المصلى
ووعد الناس يوما يخرجون فيه قالت عائشة فخرج رسول الله صلى الله عليه وسلم حين بدا
حاجب الشمس فقعد على المنبر فكبر صلى الله عليه وسلم وحمد الله عز وجل ثم قال إنكم
شكوتم جدب دياركم واستئخار المطر عن إبان زمانه عنكم وقد أمركم الله عز وجل أن
تدعوه ووعدكم أن يستجيب لكم ثم قال ( الحمد لله رب العالمين الرحمن الرحيم ملك يوم
الدين ) لا إله إلا الله يفعل ما يريد اللهم أنت الله لا إله إلا أنت الغني ونحن
الفقراء أنزل علينا الغيث واجعل ما أنزلت لنا قوة وبلاغا إلى حين ثم رفع يديه فلم
يزل في الرفع حتى بدا بياض إبطيه ثم حول إلى الناس ظهره وقلب أو حول رداءه وهو
رافع يديه ثم أقبل على الناس ونزل فصلى ركعتين فأنشأ الله سحابة فرعدت وبرقت ثم
أمطرت بإذن الله فلم يأت مسجده حتى سالت السيول فلما رأى سرعتهم إلى الكن ضحك صلى
الله عليه وسلم حتى بدت نواجذه فقال أشهد أن الله على كل شيء قدير وأني عبد الله
ورسوله
Artinya, "Orang-orang mengadu kepada
Rasulullah Saw atas musim kemarau yang panjang. Lalu ia memerintahkan
sahabat untuk meletakkan mimbar di tanah lapang, lalu ia membuat kesepakatan
dengan masyarakat untuk berkumpul pada suatu hari yang telah ditentukan. Aisyah
lalu berkata, ‘Rasulullah Saw keluar dari rumah ketika matahari mulai terlihat,
lalu duduk di mimbar. Ia bertakbir dan memuji Allah, lalu bersabda, ‘Sungguh
kalian mengadu kepadaku atas kegersangan negeri kalian dan hujan yang tidak
turun. Padahal Allah telah memerintahkan kalian untuk berdoa kepada-Nya dan Dia
berjanji akan mengabulkan doa kalian.’ Kemudian ia mengucapkan, ‘Segala puji
bagi Allah, Rabb semesta alam, Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Yang menguasai
hari Pembalasan. (Surat Al-Fatihah ayat 2-4). La ilaha illallahu yaf’alu ma
yurid. Allahumma antallahu la ilaha illa antal ghaniyyu wa nahnul fuqara`.
Anzil alainal ghaitsa waj’al ma anzalta lana quwwatan wa balaghan ila hin
(Tidak ada sembahan yang berhak disembah kecuali Dia. Dia melakukan apa saja
yang dikehendaki. Ya Allah, Engkau adalah Allah, tidak ada sembahan yang layak
disembah kecuali Engkau Yang Maha Kaya. Sementara kami membutuhkan-Mu. Maka
turunkanlah hujan kepada kami dan jadikanlah apa yang telah Kauturunkan sebagai
kekuatan bagi kami dan sebagai bekal di hari yang ditetapkan).’ Kemudian
Rasulullah Saw mengangkat kedua tangannya hingga terlihat putih ketiaknya. Ia
membalikkan punggungnya, membelakangi orang-orang dan membalik posisi
selendangnya saat ia masih mengangkat kedua tangannya. Ia lalu menghadap ke
jamaah, lalu turun dari mimbar dan shalat dua rakaat. Lalu Allah mendatangkan
awan yang disertai guruh dan petir. Hujan pun turun dengan izin Allah. Ia tidak
kembali menuju masjid sampai air bah mengalir di sekitarnya. Ketika melihat
orang-orang berdesak-desakan mencari tempat berteduh, Rasulullah SAW tertawa
hingga tsmpsk gigi gerahamnya, lalu bersabda, ‘Aku bersaksi bahwa Allah adalah
Maha kuasa atas segala sesuatu dan aku adalah hamba dan rasul-Nya,""
(HR Abu Dawud).
Dari pelbagai penjelasan ini, kita dapat
menarik simpulan bahwa pada prinsipnya shalat sunnah minta turun hujan dan
khutbah istisqa berisi permohonan ampun dan ketundukan makhluk hidup kepada
Allah atas kuasanya terhadap alam raya, dalam konsteks ini adalah air.
Sebelum shalat dan khutbah istisqa, yang
tidak boleh diabaikan juga adalah perintah untuk melakukan rekonsiliasi bagi
pihak-pihak yang bertikai dan mengembalikan barang-barang yang dirampas dari
orang lain, serta menyelesaikan kezaliman yang dilakukan terhadap orang lain.
Wallahu a‘lam. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar