Tidak Bayar Zakat Sekian
Tahun karena Belum Tahu Kewajiban (1)
Zakat adalah salah satu dari lima rukun Islam
yang wajib dilaksanakan oleh umat Islam. Salah satu hikmah di balik kewajiban
zakat yang dibebankan pada umat Islam adalah karena dalam pelaksanaan zakat
terkandung wujud penyucian terhadap pribadi seseorang dan pada harta yang
dimiliki olehnya.
Hal ini seperti yang terdapat dalam
Al-Qur’an:
خُذْ
مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ
عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلاَتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْ وَاللّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Artinya, “Ambillah zakat dari sebagian harta
mereka. Dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka dan berdoalah
untuk mereka. Sungguh doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka.
Allah maha mendengar lagi maha mengetahui,” (Surat At-Taubah ayat 103).
Kewajiban zakat meliputi beberapa jenis harta
benda tertentu yaitu emas perak, hewan ternak, makanan pokok, harta dagangan,
buah-buahan yang kesemuanya terdiri atas komponen-komponen yang termasuk dari
kategori jenis harta benda tersebut.
Penjelasan dan perincian tentang kategori
benda zakat dan kapan zakat menjadi wajib pada benda-benda diatas, dijelaskan
secara panjang lebar dalam kitab-kitab fiqih klasik.
Namun ironisnya tidak jarang orang-orang yang
masih tidak mengetahui tentang kewajiban zakat yang harus dibayar oleh mereka,
ada yang baru mengerti bahwa benda yang dimilikinya wajib untuk dizakati
setelah mendapatkan pengertian langsung dari tokoh masyarakat atau orang lain
tentang kewajiban zakat harta yang dimilikinya.
Seperti seseorang yang memiliki lahan sawah
yang luas, sawah tersebut ditanami olehnya berbagai makanan pokok seperti padi
dan jagung. Ia tidak mengerti bahwa padi dan jagung adalah salah satu harta
benda yang wajib dizakati. Karena tidak mengerti setiap kali panen tiba, ia
tidak mengeluarkan apapun dari hasil panennya. Hal demikian dijalaninya selama
bertahun-tahun.
Namun seiring berjalannya waktu, ia baru
mengetahui bahwa padi dan jagung adalah harta benda yang wajib dizakati setelah
diberi tahu oleh orang lain yang dianggapnya alim dalam bidang agama.
Sejak saat itu, ia pun tidak lupa untuk
selalu membayar zakat pada setiap panenan sawahnya. Namun, wajibkah baginya
untuk mengqadha membayar zakat atas hasil panen yang sejak dulu belum ia bayar?
Dalam hal ini, ia tetap wajib untuk mengqadha
membayar zakat hasil panen yang telah lampau. Sehingga ia dianggap memiliki
tanggungan kewajiban membayar zakat atas hasil panennya, meski ia tidak dikenai
dosa karena ketidak tahuannya atas kewajiban zakat atas hasil panen padi dan
jagungnya. Sebab ketidaktahuan (jahl) pada suatu hal yang diperintahkan oleh
syara’ (seperti shalat, zakat, puasa dan lain-lain) menuntut untuk wajibnya
melaksanakan perintah-perintah yang tidak dilakukannya di masa lalu seperti
penjelasan Kitab Al-Asybah wan Nazha’ir:
اعلم
ان قاعدة الفقه أن النسيان والجهل مسقط للإثم مطلقا وأما الحكم فإن وقعا في ترك
مأمور لم يسقط بل يجب تداركه ولا يحصل الثواب لمترتب عليه لعدم الائتمار –إلى أن
قال- فهذه أقسام فمن فروع القسم الأول من نسي صلاة أو صوما أو حجا أو زكاة أو كفارة
أو نذرا وجب تداركه بالقضاء بلا خلاف.
Artinya, “Ketahuilah bahwa terdapat kaedah
fiqih yang menjelaskan sungguh sifat lupa dan tidak tahu (terhadap suatu hukum)
dapat menggugurkan dosa secara mutlak. Sedangkan perincian hukumnya, jika
keduanya (lupa dan tidak tahu) terjadi pada perihal meninggalkan perkara yang
diperintahkan maka perintah tersebut tidak menjadi gugur, bahkan wajib untuk
melaksanakannya dan tidak mendapatkan pahala (atas pelaksanaan perintah
tersebut) bagi orang yang sengaja untuk menyebabkan dirinya lupa atau tidak
tahu sebab ia dianggap tidak memperhatikan perintah tersebut. Permasalahan ini
terdapat beberapa pembagian, di antara permasalahan yang termasuk dalam
kategori pertama yaitu seseorang yang lupa tidak melakukan shalat, puasa, haji,
zakat, denda kafarah atau nadzar maka wajib untuk melaksanakan hal tersebut
dengan mengqadla’inya dengan tanpa adanya perbedaan para ulama,’” (Lihat Syekh
Jalaluddin As-Suyuthi, Al-Asybah wan Nazha’ir, halaman 188).
Qadha zakat ini tetap wajib bagi seseorang
yang tidak melaksanakan zakat di masa lalu, meskipun harta bendanya telah habis
atau tidak mencukupi untuk mengqadha zakatnya. Sebab kewajiban zakat yang telah
dibebankan pada seseorang tidak lantas menjadi hilang dan gugur hanya
karena harta yang dimilikinya habis atau tidak mencukupi. Namun ia wajib untuk
segera membayar zakatnya di masa lalu, ketika hartanya sudah mencukupi untuk
membayar zakat-zakatnya di masa lalu tersebut.
Kewajiban di atas juga berlaku bagi orang
yang tidak membayar zakat, meski sebenarnya ia telah mengetahui tentang
kewajiban zakat pada harta bendanya, namun ia masih enggan untuk membayar zakat
atas hartanya karena belum mendapat hidayah untuk melaksanakan zakat seperti
karena rasa pelit yang dimilikinya sehingga ia enggan membayar zakat. Ketika
umurnya mulai beranjak tua dan hartanya semakin melimpah, ia mulai menyesali
kekhilafan yang dilakukan olehnya di masa lalu. Ia bertekad mulai saat itu juga
akan membayar zakat.
Maka dalam hal ini, ia wajib untuk mengqadha’
membayar zakatnya di masa lalu dan ia mendapatkan dosa karena kelalaiannya
dalam menjalankan kewajiban membayar zakat yang wajib baginya, padahal ia telah
mengetahui kewajiban tersebut.
Lalu berapa nominal zakat yang harus dibayar
olehnya? Terlebih ketika ia sudah tidak mengetahui hitungan yang wajib untuk
dikeluarkan karena masa yang terpaut begitu lama? []
(Bersambung…)
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar