Waspadai Pembatal Niat
Puasa!
Ketika berpuasa, kaum Muslimin biasanya
mewaspadai aktivitas makan dan minum saat sebelum subuh dan hampir maghrib agar
tak sampai membuat puasa mereka batal. Namun, jarang orang tahu bahwa niat
puasa bisa juga batal. Bila niatnya batal, maka otomatis dianggap tak berniat
sehingga puasanya juga tidak sah. Apa pembatal niat puasa itu?
Imam Nawawi menukil pernyataan al-Mutawalli
yang membahas perihal batalnya niat ini sebagai berikut:
قَالَ
الْمُتَوَلِّي فِي آخِرِ الْمَسْأَلَةِ السَّادِسَةِ مِنْ مَسَائِلِ النِّيَّةِ
لَوْ نَوَى فِي اللَّيْلِ ثُمَّ قَطَعَ النِّيَّةَ قَبْلَ الْفَجْرِ سَقَطَ
حُكْمُهَا لِأَنَّ تَرْكَ النية ضد للنية بخلاف مالو أكل في الليل بَعْدَ
النِّيَّةِ لَا تَبْطُلُ لِأَنَّ الْأَكْلَ لَيْسَ ضِدَّهَا
"Al-Mutawalli berkata di akhir masalah
keenam dari masalah-masalah niat: Apabila seseorang berniat di malam harinya
kemudian memutus niat tersebut sebelum fajar maka hukum niatnya menjadi gugur
sebab meninggalkan niat adalah lawan dari niat." (An-Nawawi, al-Majmû'
Syarh Muhaddzab, VI, 299)
Dari keterangan itu diketahui bahwa pembatal
niat puasa adalah mengurungkan niat itu sendiri sebelum subuh. Kasus seperti
ini dapat terjadi bila misalnya ada orang yang sakit atau akan melakukan
perjalanan jauh ragu apakah di esok harinya ia akan berpuasa atau tidak. Bila
ia sebelumnya berniat puasa tetapi di saat terakhir kemudian mengurungkan niat
tersebut, maka ia dianggap tak berniat. Andai di keesokan harinya ia tetap
berpuasa, maka puasanya tidak sah.
Lalu bagaimana bila ketika pertengahan puasa
di siang hari kemudian berniat membatalkan puasanya, apakah niatan pembatalan
ini dapat membatalkan puasanya? Dalam hal ini Imam Nawawi menjelaskan:
وَلَوْ
تَرَدَّدَ الصَّائِمُ فِي قَطْعِ نِيَّةِ الصَّوْمِ وَالْخُرُوجِ مِنْهُ أَوْ
عَلَّقَهُ عَلَى دُخُولِ شَخْصٍ وَنَحْوِهِ فَطَرِيقَانِ أَحَدُهُمَا عَلَى
الْوَجْهَيْنِ فِيمَنْ جَزَمَ بِالْخُرُوجِ مِنْهُ وَالثَّانِي وَهُوَ الْمَذْهَبُ
وَبِهِ قَطَعَ الْأَكْثَرُونَ لَا تَبْطُلُ وَجْهًا وَاحِدًا
“Bila orang yang berpuasa ragu apakah ia
telah memutus niat puasanya, membatalkannya atau menggantungkan niatnya atas
datangnya seseorang dan sebagainya, maka ada dua pendapat seperti dalam kasus
orang yang memastikan akan membatalkan puasanya. Pendapat yang kedua adalah
pendapat resmi mazhab, dan ini diputuskan oleh mayoritas ulama Syafi'iyah,
yakni tidak batal sama sekali." (An-Nawawi, al-Majmû' Syarh Muhaddzab,
III, 285)
Jadi, menurut mayoritas ulama Syafi'iyah,
keraguan untuk memutus puasa di tengah jalan tidaklah menyebabkan puasa menjadi
batal selama orangnya belum betul-betul melakukan hal yang membatalkan puasa
seperti makan, minum, dan sebagainya. Namun, sebagian kecil ulama menganggap
pemutusan niat di tengah jalan ini membatalkan puasa sehingga sebisa mungkin
agar dihindari agar keluar dari ikhtilaf.
Kesimpulannya, mengurungkan niat puasa
sebelum fajar subuh menyebabkan niatnya tak diperhitungkan sehingga tidak sah
bila terus berpuasa. Sedangkan niatan untuk memutuskan puasa di tengah jalan
tidaklah lantas menyebabkan puasanya langsung batal, namun sebaiknya dihindari
sebab ulama berbeda pendapat tentang ini. Wallahu a'lam. []
Ustadz Abdul Wahab Ahmad, Wakil Katib PCNU
Jember dan Peneliti di Aswaja Center Jember.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar