Kiai Wahab Menjawab
Pertanyaan Bung Karno soal Nasionalisme
Peran sentral dan strategis yang dilakukan oleh pesantren, baik dalam melawan penjajah dan menanamkan rasa cinta tanah air membuat Ir Soekarno terkagum. Termasuk ketika dirinya mendatangi Hadhratussyekh KH Hasyim Asy’ari untuk bertanya tentang hukum membela tanah air menurut Islam.
Ketika itulah
Soekarno semakin dekat dan selalu memperhatikan masukan-masukan dari kiai
pesantren, termasuk dari teman sekaligus gurunya, KH Abdul Wahab Chasbullah.
Kiai asal Tambakberas, Jombang ini memang ulama yang getol menanamkan cinta
tanah air khususnya kepada generasi muda. Hal itu ia wujudkan melalui pendirian
Madrasah Nahdlatul Wathan pada 1916. Peguruan berbasis keilmuan pesantren ini
merupakan wadah untuk menggembleng para pemuda untuk mencintai tanah airnya.
KH Saifuddin Zuhri
dalam Berangkat dari Pesantren (2013) mengungkapkan bahwa Bung Karno sering
mengampanyekan pentingnya nasionalisme yang sejak lama diperjuangkan oleh
kiai-kiai pesantren. Sebab, nasionalisme ini bukan sekadar ‘isme’, tetapi
mengandung nilai, tanggung jawab, rasa senasib dan sepenanggungan sebagai
bangsa. Nasionalisme juga merupakan panggilan agama untuk menyelamatkan dan
melindungi segenap manusia dari kekejaman para penjajah.
Pernah suatu ketika
Bung Karno bertanya kepada Kiai Wahab Chasbullah, “Pak Kiai, apakah
nasionalisme itu ajaran Islam?” Kemudian Kiai Wahab menjawab tegas,
“Nasionalisme ditambah bismillah, itulah Islam. Kalau Islam dilaksanakan dengan
benar, pasti umat Islam akan nasionalis.”
Tanah air sebagaimana
yang kita ketahui bersama adalah negeri tempat kelahiran. Ali bin Muhammad bin
Ali Al-Jurjani (1984) mendefinisikan hal ini dengan istilah al-wathan al-ashli
yaitu tempat kelahiran seseorang dan negeri di mana ia tinggal di dalamnya.
Al-Jurjani mengatakan, “al-wathan al-ashli adalah tempat kelahiran seseorang
dan negeri di mana ia tinggal di dalamnya.”
Dari definisi ini,
maka dapat dipahami bahwa tanah air bukan sekadar tempat kelahiran tetapi juga
termasuk di dalamnya adalah tempat di mana kita menetap. Dapat dipahami pula
bahwa mencintai tanah air adalah berarti mencintai tanah kelahiran dan tempat
di mana kita tinggal.
Pada dasarnya, setiap
manusia itu memiliki kecintaan kepada tanah airnya sehingga ia merasa nyaman
menetap di dalamnya, selalu merindukannya ketika jauh darinya, mempertahankannya
ketika diserang dan akan marah ketika tanah airnya dicela. Dengan demikian
mencintai tanah air adalah sudah menjadi tabiat dasar manusia.
Kesimpulannya adalah
bahwa mencintai tanah air bukan hanya karena tabiat, tetapi juga lahir dari
bentuk dari keimanan kita. Karenanya, jika kita mengaku diri sebagai orang yang
beriman, maka mencintai Indonesia sebagai tanah air yang jelas-jelas penduduknya
mayoritas Muslim merupakan keniscayaan. Inilah makna penting pernyataan hubbul
wathan minal iman.
Konsekuensi, jika ada
upaya dari pihak-pihak tertentu yang berupaya merongrong keutuhan NKRI, maka
kita wajib untuk menentangnya sebagai bentuk keimanan kita. Tentunya dalam hal
ini harus dengan cara-cara yang dibenarkan menurut aturan yang ada karena kita
hidup dalam sebuah negara yang terikat dengan aturan yang dibuat oleh negara.
Berdasarkan beberapa
dalil di atas, maka setiap orang beragama selain berkewajiban untuk mencintai
agama yang dianutnya--dengan cara memahami dan mengamalkannya dengan
sebenar-benarnya--juga berkewajiban untuk mencintai tanah airnya. Karena
mencintai tanah air itu tidak bertentangan dengan agama dan bahkan merupakan
bagian dari ajaran agama yang wajib diamalkan.
Orang yang
beragamanya benar dan cinta terhadap tanah airnya akan selalu memerhatikan
keamanan tanah air, tempat hidupnya, kampung halamannya. Ia tidak akan membuat
kegaduhan demi kegaduhan, tidak menebar kebencian dan saling permusuhan di
antara setiap orang dan setiap suku serta para pemilik indentitas berbeda yang
menempati setiap jengkal tanah airnya.
Orang yang mencintai
tanah air karena perintah agamanya bahkan sanggup mengorbankan harta benda atau
apa saja. Bahkan mengorbankan nyawanya untuk kepentingan mempertahankan tanah
airnya dari setiap ancaman, baik yang datang dari dalam maupun dari luar. []
(Fathoni)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar