Memakai Plester Luka,
Wajibkah Melepasnya saat Wudhu?
Luka di tubuh bisa memunculkan sejumlah
persoalan, termasuk dalam konteks keabsahan ritual bersuci seperti wudhu dan
mandi wajib. Jika hanya sebatas luka ringan dan ia tidak membalutnya dengan
plester perekat luka atau perban, maka dalam hal ini cara bersucinya sama
persis seperti cara bersuci biasanya yakni membasuh seluruh bagian tubuh yang
wajib dibasuh, termasuk membasuh luka itu.
Namun jika luka ringan tersebut dibalut
dengan plester perekat luka dengan tujuan agar luka ringannya cepat sembuh,
maka dalam hal ini wajib baginya untuk mencopot plester tersebut serta
membersihkan sisa-sisa kotoran perekat plester yang biasa melekat pada kulit.
Tujuannya, agar air dapat sampai pada kulit yang wajib dibasuh, pada kulit di
sekitar bagian luka bila memang luka tidak boleh terkena air. Umumnya, luka
yang dibalut plester hanyalah luka ringan yang tak membahayakan kulit atau
anggota tubuh seandainya plester dilepas. Ketentuan demikian seperti dijelaskan
dalam kitab al-Bayan fi Madzhab al-Imam as-Syafi’i:
فإذا
وضع الجبيرة، ثم أراد الغسل أو الوضوء، فإن كان لا يخاف من نزعها ضررً نزعها وغسل
ما يقدر عليه من ذلك، وتيمم عما لا يقدر عليه
“Ketika melekatkan perban, lalu ia hendak
melaksanakan mandi wajib atau wudhu, maka jika ia tidak khawatir adanya bahaya
(ketika perban dilepas) maka wajib untuk melepas perban tersebut dan wajib pula
membasuh bagian yang dapat dibasuh dari luka tersebut dan wajib tayammum atas
bagian yang tidak dapat dibasuh.” (Syekh Yahya bin Abi al-Khair bin Salim
al-Yamani, al-Bayan fi Madzhab al-Imam as-Syafi’i, juz 1, hal. 331)
Sedangkan jenis luka yang selain menggunakan
pembalut luka (plester), seperti luka berat yang biasa diperban atau dipasang
gips, maka tidak wajib untuk melepasnya ketika memang khawatir akan terjadi
bahaya pada dirinya. Batasan khawatir terjadinya bahaya (dlarar) pada
permasalahan ini adalah sekiranya ketika perban atau gips dilepas, akan terjadi
bahaya (1) hilangnya nyawa, (2) hilangnya fungsi anggota tubuh, (3) sembuhnya
luka semakin lama, atau (4) bertambah sakitnya luka. Hal demikian seperti yang
dijelaskan dalam lanjutan referensi di atas:
وإن
خاف من نزعها تلف النفس، أو تلف عضو، أو إبطاء البرء أو الزيادة في الألم إذا
قلنا: إنه كخوف التلف.. لم يلزمه حلها، ولزمه غسل ما جاوز موضع الشد، والمسح على
الجبيرة
Namun jika perban tersebut dilepas ia
khawatir salah satu dari rusaknya tubuh (hilangnya nyawa) atau anggota tubuh
atau kesembuhan yang lama atau bertambah parahnya luka -ketika kita
berpijak pada pendapat bahwa hal tersebut sama seperti khawatir rusaknya
tubuh- maka tidak wajib untuk melepas perban, namun tetap wajib membasuh
anggota tubuh di luar ikatan perban dan mengusap dengan air pada perban
tersebut” (Syekh Yahya bin Abi al-Khair bin Salim al-Yamani, al-Bayan fi
Madzhab al-Imam as-Syafi’i, Juz 1, Hal. 331)
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
melepas plester perekat luka adalah hal yang wajib dilakukan ketika hendak
melakukan wudhu atau mandi wajib, sebab tidak tergolong sebagai luka yang
membahayakan ketika plester dilepas. Sedangkan dalam hal wajib tidaknya
membasuhkan air pada luka tersebut, maka diperinci: seandainya luka tidak
bahaya jika terkena air maka wajib untuk dibasuh; namun jika akan terjadi
bahaya maka tidak wajib membasuh luka tersebut dengan air, namun diganti dengan
tayammum. Wallahu a’lam. []
Ustadz Ali Zainal Abidin, pengajar di Pondok
Pesantren Lirboyo Kota Kediri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar