Ciri-ciri Ilmu yang
Bermanfaat menurut Al-Ghazali
Saat belajar, kita selalu berharap agar
mendapatkan ilmu yang bermanfaat. Berbagai doa, perilaku, bahkan kiat-kiat
tertentu kita lakukan untuk mendapatkan hal ini. Bagaimanapun inti dari hasil
belajar kita adalah ilmu yang bermanfaat. Sebanyak apapun ilmu yang kita
dapatkan jika tidak bermanfaat, maka hal itu tidak akan ada gunanya.
Namun, selama ini kita terkadang tidak mengerti bagaimana ciri-ciri ilmu yang bermanfaat sehingga tidak ada antisipasi secara khusus dan mawas diri dari kita selaku pencari ilmu.
Imam Al-Ghazali dalam Bidayatul Hidayah menjelaskan secara rinci ciri-ciri ilmu yang bermanfaat dan tidak bermanfaat.
والعلم
النافع هو ما يزيد في خوفك من الله تعالى، ويزيد في بصيرتك بعيوب نفسك، ويزيد في
معرفتك بعبادة ربك، ويقلل من رغبتك في الدنيا، ويزيد في رغبتك في الآخرة، ويفتح
بصيرتك بآفات أعمالك حتى تحترز منها، ويطلعك على مكايد الشيطان وغروره،
Artinya, “Ilmu yang bermanfaat adalah menambah rasa takutmu kepada Allah, menambah kebijaksanaanmu dengan aib-aib dirimu, menambah rasa makrifat dengan beribadah kepada Tuhanmu, serta meminimalisasi kecintaanmu terhadap dunia, dan menambah kecintaanmu kepada akhirat, membuka pandanganmu atas perbuatan jelekmu, hingga kaudapat menjaga diri dari hal itu, serta membebaskanmu dari tipu daya setan,” (Lihat Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali, Bidayatul Hidayah, [Kairo: Maktabah Madbuli, 1993 M], halaman 38).
Dari penjelasan Al-Ghazali di atas, bisa diperinci bahwa ciri-ciri ilmu yang bermanfaat adalah sebagai berikut:
Pertama, menambah rasa takut kita kepada Allah SWT.
Kedua, kita semakin menyadari aib-aib yang telah kita lakukan.
Ketiga, bertambahnya makrifat kita kepada Allah dengan semakin banyak beribadah kepada-Nya.
Keempat, berusaha untuk meminimalisasi cinta kita kepada dunia.
Kelima, menambah rindu dan cinta kita kepada amal akhirat.
Keenam, mengoreksi perbuatan-perbuatan kita yang tercela dan berusaha untuk menghindar dari perbuatan tersebut.
Ketujuh, selalu dijauhkan dari tipudaya setan.
Selain tujuh hal di atas, Imam Al-Ghazali juga menjelaskan secara rinci bagaimana tipu daya setan yang dimaksud dalam poin ketujuh di atas.
Imam al-Ghazali mengatakan bahwa karena tipu daya setan tersebut kita menjadi ulama su’ (ulama yang tercela). Akibat tipu daya setan tersebut, kita selalu menjadikan agama sebagai ladang mencari dunia, menjadikan ilmu sebagai alat untuk mendapatkan harta dari para pejabat, bahkan ada yang sampai memakan harta wakaf dan anak yatim hingga mengakibatkan waktu kita habis dengan angan-angan untuk mendapatkan dunia, pangkat, dan kedudukan. Na‘udzubillah min dzalik.
Untuk itu, sebagai thalibul ilmi, kita harus selalu memperhatikan beberapa hal ini. Jangan sampai kita terperdaya dengan tipu muslihat yang diberikan setan kepada kita. Seolah-olah hal itu lumrah, tapi sesungguhnya itu adalah jalan setan untuk menjadikan kita sebagai golongan yang rugi karena ilmu yang tidak bermanfaat. Wallahu a‘lam. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar