3 Tips Ibnu Sina saat
Menghadapi Krisis Kesehatan
Salah satu teori kesehatan yang sangat terkenal baik di Barat maupun di Timur adalah bahwa sakit tidak melulu disebakan oleh lemahnya fisik tetapi bisa juga disebabkan oleh kondisi kejiwaan yang lemah. Teori ini dikemukakan oleh seorang ulama terkenal sekaligus seorang ahli di bidang kedokteran kelahiran Bukhara Uzbekistan tahun 980 M. Tokoh itu bernama Abu ʿAli al-Ḥusayn ibn ʿAbdillah ibn Sina atau lebih dikenal dengan Ibnu Sina dengan digelari Bapak Kedokteran. Di dunia Barat beliau dikenal dengan nama Avicenna.
Teori Ibnu Sina tersebut setidaknya
memberikan keseimbangan terhadap teori yang telah mapan sebelumnya, yakni bahwa
kesehatan jiwa bergantung pada kesehatan badan. Dalam bahasa Latin teori ini
berbunyi: Mens sana in corpore sano, artinya: “Di dalam tubuh yang sehat
terdapat jiwa yang kuat.” Dalam bahasa Arab teori itu berbunyi:
العقل
السليم في الجسم السليم
Artinya: “Akal yang sehat terdapat dalan
badan yang sehat.”
Di tengah ancaman pandemi virus Corona yang
mematikan sebagaimana tengah berlangsung saat ini di seluruh dunia, banyak
orang mengalami kecemasan bahkan tidak sedikit yang mengalami kepanikan.
Keadaan semacam ini dapat menurunkan daya tahan tubuh dari serangan penyakit,
virus Corona misalnya. Dalam kaitan ini Ibnu Sina menganjurkan 3 tips menjaga
diri agar tetap sehat jasmani rohani atau segera sembuh dari sakit sebagaimana
dikutip oleh Musthofa Husni dalam kitabnya berjudul ‘Isy Allahzah (Athlas lin
Nashri wal Intaji wal I’lamiy , 2015, Cet.I, hal. 161) sebagai berikut:
1. الوهم نصف الداء (Kepanikan adalah separuh penyakit)
Secara umum panik dipahami sebagai sebuah
serangan yang muncul tiba-tiba akibat rasa takut yang luar biasa. Rasa takut
itu sendiri bisa muncul karena ada bahaya yang nyata-nyata mengancam atau hanya
karena berpikir terlalu buruk dan tidak rasional alias mengkahayal. Ibnu Sina
menasihati agar kita tidak mudah panik dalam situasi apapun baik aman maupun
bahaya sebab panik itu sendiri merupakan bagian masalah kejiwaan yang bisa
berdampak langsung pada munculnya penyakit fisik seperti serangan jantung,
hipertensi dan sebagainya.
Di saat krisis seperti ini karena adanya
ancaman pandemi virus Corona yang mewabah ke seluruh penjuru dunia, sikap
menjaga diri agar tidak panik perlu dilakukan dengan berbagai pendekatan
seperti pendekatan teologis dan pendekatan ilmiah rasional. Agama mengajarkan
bahwa kapan seseorang mati telah ditetapkan oleh Allah jauh sebelum
kelahirannya ke dunia. Hal ini harus menjadi keyakinan setiap Muslim sehingga
betapapun dahsyatnya ancaman virus Corona tidak akan mengancam nyawa seseorang
jika memang Allah belum menghendakinya mati. Secara aqidah memang harus
demikian, tetapi Islam tidak hanya mengenai Aqidah. Islam juga mengenai Syariah
dimana setiap Muslim berkewajiban berikhtiar dengan mengambil sikap hati-hati
dalam mengahadapi sesuatu yang membahayakan nyawa.
Pendekatan ilmiah rasional juga harus
ditempuh, yakni jika pola hidup sehat dan semua protokol kesehatan dalam
menghadapi virus Corona telah kita tempuh dengan baik kita harus berpikir
positif bahwa Allah subhanu wata’ala akan melindungi kita. Berpikir positif ini
juga akan menjauhkan kita dari rasa panik meskipun mendengar atau membaca
sendiri berbagai berita menakutkan baik di media mainstream maupun media sosial
tentang ganasnya wabah virus Corona yang hingga kini telah merenggut nyawa
lebih dari 48.000 orang di seluruh dunia. Di Indonesia saja telah lebih dari
157 orang meninggal dunia.
2. والاطمئنان نصف
الدواء (Ketenangan adalah
separuh obat)
Ibnu Sina menekankan perlunya orang memiliki
ketenangan baik dalam keadaan sakit maupun sehat. Dalam keadaan sehat orang
yang memiliki ketenangan jiwa tidak mudah terserang oleh berbagai-penyakit
jasmani dan rohani sebab ketenangan itu sendiri merupakan benteng sehingga
memiliki imunitas yang kuat. Ketengangan akan mudah dicapai juga melalui
berbagai pendekatan, yakni pendekatan teologis dan pendekatan ilmiah rasional.
Al-Quran mengingatkan pentingnya berdzikir kepada Allah sebab senantiasa
mengingat Allah akan menghasilkan ketenangan batin yang kokoh sebagaiamana
firman Allah berikut ini:
أَلَا
بِذِكْرِ ٱللَّهِ تَطْمَئِنُّ ٱلْقُلُوبُ
Artinya: Ingatlah, hanya dengan mengingat
Allah-lah hati menjadi tenang. (QS Ar-Ra’d: 28)
Selalu mengingat Allah termasuk dalam wilayah
akhlak kepada Allah. Seorang hamba yang salih senantiasa mengingat Tuhannya dan
Tuhan pun akan membalas dengan selalu mengigat sang hamba. Hal ini sebagaimana
ditegaskan dalam hadits qudsi yang diriwayatkan dari Abu Hurairah sebagai
berikut:
يَقُولُ
اللَّهُ تَعَالَى أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِى بِى ، وَأَنَا مَعَهُ إِذَا
ذَكَرَنِى ، فَإِنْ ذَكَرَنِى فِى نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِى نَفْسِى ، وَإِنْ
ذَكَرَنِى فِى مَلأٍ ذَكَرْتُهُ فِى مَلأٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ ، وَإِنْ تَقَرَّبَ
إِلَىَّ بِشِبْرٍ تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا ، وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَىَّ
ذِرَاعًا تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ بَاعًا ، وَإِنْ أَتَانِى يَمْشِى أَتَيْتُهُ
هَرْوَلَةً »
Artinya, “Allah Ta’ala berfirman: ‘Aku sesuai
persangkaan hamba-Ku. Aku bersamanya ketika ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku
saat bersendirian, Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku. Jika ia mengingat-Ku di
suatu kumpulan, Aku akan mengingatnya di kumpulan yang lebih baik daripada pada
itu (kumpulan malaikat). Jika ia mendekat kepada-Ku sejengkal, Aku mendekat
kepadanya sehasta. Jika ia mendekat kepada-Ku sehasta, Aku mendekat kepadanya
sedepa. Jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan (biasa), maka Aku
mendatanginya dengan berjalan cepat.’” (HR. Bukhari dan Muslim).
Jadi, seorang hamba yang senantiasa mengigat
Allah dalam arti yang sebenarnya tentulah memiliki ketenangan yang luar bisa
sebab begitu dekatnya hubungan dia dengan Allah sehingga ia meyakini Allah
senantiasa membersamainya baik dalam keadaan sedirian maupun bersama orang
lain. Ketenangan ini sudah merupakan separuh obat yang dia butuhkan ketika dia
benar-benar sakit karena Allah sedang menghendakinya demikian. Dengan kata lain
orang yang memiliki ketenangan batin karena kedekatannya dengan Allah akan
lebih cepat sembuh dari sakitnya dari pada orang yang selalu resah gelisah dan
gundah karena tidak memiliki akhlak yang baik kepada Allah, yakni tidak pernah
berdzikir kepada-Nya.
3. والصبر أول خطوات
الشفاء (Kesabaran adalah awal
dari kesembuhan).
Kesabaran itu ibarat jamu yang rasanya pahit
tetapi hasil dari kesabaran adalah manis. Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam
pepatah Arab yang berbunyi:
الصبر
كالدواء المر مذاقه سيء ولكن نتائجه جميلة
Artinya: “Sabar itu seperti obat pahit yang
tidak enak rasanya, tetapi hasilnya indah.”
Orang sabar tentu telaten untuk berbuat apa
saja yang dibutuhkan.Seorang pasien yang sabar akan sanggup mematuhi
aturan-aturan kesehatan yang diberikan dokter. Berbagai obat yang diberikan ia
sanggup meminumnya secara teratur sesuai aturannya. Jika diberikan terapi pun
ia juga sanggup menjalaninya dengan telaten tanpa keluh kesah betatapun berat
terapi itu.
Ketika ia berbuat salah dalam masa perawatan
dokter dan kemudian sang dokter memarahinya, ia pun sabar menerima kemarahan
itu karena secara jujur mengakui telah berbuat salah. Demikian pula ia pun
sabar menerima sakitnya karena menyakini Allah sedang mengujinya dengan tetap
terus berdoa memohon kesembuhan kepada-Nya. Ujian memang selalu diberikan
kepada siapa saja yang akan dinaikkkan derajatnya oleh Allah subhanahu
wata’ala. Sebagaimana nasihat ketiga Ibnu Sina di atas, sabar adalah awal dari
kesembuhan karena sekali lagi sebagaimana pepatah di atas sabar itu sendiri
adalah obat mujarab sehingga dengan kesabaran separuh kesembuhan telah diraih.
Di saat krisi seperti sekarang ini, siapa saja
harus memililki kesabaran dengan mewabahnya virus Corona. Ia harus sabar
terhadap berbagai pembatasan dari berbagai pihak yang berwenang baik terkait
dengan masalah kesehatan, sosial, politik, pendidikan, ekonomi hingga agama
sekalipun. Tidak mungkin mereka yang berwenang dan memiliki kompetensi di
bidang masing-masing itu bermaskud menjerumuskan masyarakat yang menjadi
tanggung jawabnya. Dengan kesabaran dari berbagai pihak baik dari kalangan
regulator maupun dari masyarakat yang harus mematuhi regulasi itu, tidak
mustahil wabah virus Corona bisa segera teratasi karena separuh kesembuhan
telah dicapai secara bersama-sama.
Demikianlah tiga tips dari Ibnu Sina yang
kesemuanya merupakan ikhtiar spiritual. Hal ini sangat penting karena persoalan
penyakit seperti virus Corona tidak cukup hanya dilihat dari perspektif
material saja, tetapi juga harus melibatkan perspektif spiritual karena
faktanya manusia terdiri dari dua unsur, yakni jasmani dan ruhani.
Ikhtiar-ikhtiar jasmani harus dijalani sebagaiamana mestinya. Demikian pula
ikhtiar-iktiar ruhani seperti ketenangan dengan menguatkan sisi aqidah (qadha
dan takdir), sisi akhlak (tawakal) dan sisi syari’at (sabar melaksanakan
ikhtiar dan doa) juga harus ditekankan. Semoga Allah segera melenyapkan wabah
virus Corona dari muka bumi ini. Amin ya rabbal alamin. []
Muhammad Ishom, dosen Fakultas Agama Islam
Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Surakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar