Hukum Memakai Hand
Sanitizer atau Cairan Antiseptik Tangan untuk Shalat
Pertanyaan:
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Redaksi NU Online, awal 2020 dunia dihebohkan
dengan virus corona. Selain pemakaian masker pelindung mulut dan hidung,
masyarakat juga diimbau untuk mengenakan hand sanitizer atau cairan antiseptik
tangan. Masalahnya, cairan antiseptik tersebut terbuat dari alkohol. Bagaimana
jika orang cuci tangan dengan hand sanitizer lalu melakukan shalat? Mohon
penjelasannya. Terima kasih. Wassalamu ‘alaikum wr. wb.
Miftah – Jakarta
Jawaban:
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Penanya yang budiman, semoga Allah SWT
menurunkan rahmat-Nya untuk kita semua. Kesucian di pakaian, badan, dan tempat
shalat merupakan syarat sah ibadah shalat. Sementara alkohol (bahan baku hand
sanitizer atau cairan antiseptik tangan) oleh sebagian orang diyakini sebagai
zat memabukkan yang diidentikkan dengan najis.
Adapun status zat alkohol sendiri masih
menjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama. Sebagian ulama menyatakan status
najis bagi alkohol, meski pemakaiannya pada parfum dan obat sebatas hajat tetap
diperbolehkan (ma‘fu). Sementara sebagian ulama lain menyatakan kesucian zat
alkohol.
ومنها
المائعات النجسة التي تضاف إلى الأدوية والروائح العطرية لإصلاحها فإنه يعفى عن
القدر الذي به الإصلاح قياسا على الأنفحة المصلحة للجبن
Artinya, “Salah satu (yang dimaafkan) adalah
cairan-cairan najis yang dicampurkan pada obat dan aroma harum parfum untuk
memberi efek maslahat padanya. Hal ini terbilang dimaaf sebatas minimal memberi
efek maslahat berdasarkan qiyas atas aroma yang memberi efek maslahat pada
keju,” (Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqhu ala Madzahibil Arba‘ah, juz I, halaman
15).
Adapun ulama yang menyatakan kesucian alkohol
antara lain adalah Syekh Wahbah Az-Zuhayli. Menurutnya, alkohol baik murni
maupun campuran itu suci. Sedangkan kata “rijsun” di dalam Al-Qur’an tidak
dapat dimaknai sebagai kotoran dalam arti najis, tetapi kotor sebagai perbuatan
dosa.
مادة
الكحول غير نجسة شرعاً، بناء على ماسبق تقريره من أن الأصل في الأشياء الطهارة،
سواء كان الكحول صرفاً أم مخففاً بالماء ترجيحاً للقول بأن نجاسة الخمر وسائر
المسكرات معنوية غير حسية، لاعتبارها رجساً من عمل الشيطان.
Artinya, “Zat alkohol tidak najis menurut
syara’ dengan dasar (kaidah) yang telah lalu, yaitu segala sesuatu asalnya
adalah suci baik ia adalah alkohol murni maupun alkohol yang telah dikurangi
kandungannya dengan campuran air dengan mengunggulkan pendapat yang mengatakan
bahwa najis khamr dan semua zat yang memabukkan bersifat maknawi, bukan
harfiah, dengan pertimbangan bahwa itu adalah kotor sebagai perbuatan setan,”
(Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, [Beirut, Darul Fikr:
tanpa tahun], juz VII, halaman 210).
Menurut Syekh Wahbah, pemakaian alkohol untuk
kepentingan medis tidak bermasalah secara syar’i misalnya untuk mensterilkan
kulit, luka, obat, dan membunuh bakteri; atau pemakaian parfum/kolonye dan krim
yang mengandung alkohol.
Pandangan Syekh Wahbah juga sejalan dengan
pembahasan yang diangkat oleh alm KHM Syafi’i Hadzami (Rais Syuriyah PBNU
1994-1999 M) dalam tanya jawab masalah agama melalui siaran Radio Cendrawasih
pada era 1970-1980-an dengan mengutip (Yas’alûnaka, jilid II: 30) karya Doktor
Ahmad As-Syarbashi sebagai berikut:
كانت
لجنة الفتوى بالأزهر قد سئلت مثل هذا السؤال فأجابت بأن الكحول السبرتو على ما
قاله غير واحد من العلماء ليس بنجس وعلى هذا فالأشياء التى يضاف إليها الكحول لا
تنجس به وهذا هو ما نختاره لقوة دليله ولدفع الحرج اللازم للقول بنجاسته
Artinya, “Adalah Lajnah Fatwa di Al-Azhar
pernah ditanya seperti pertanyaan ini, maka dijawabnya bahwa alkohol (spiritus)
menurut apa yang dikatakan oleh banyak ulama, bukanlah najis, dan atas dasar
ini, maka segala sesuatu yang dicampuri alkohol, tidak terhukum najis. Dan
inilah apa yang kami pilih karena kuat dalilnya, dan untuk menolak kepicikan
yang lazim karena mengatakan dengan najisnya,” (Lihat KHM Syafi‘i Hadzami,
Taudhihul Adillah, [Kudus, Menara Kudus: 1986], jilid VII, halaman 75-77).
Dari pelbagai pandangan di atas, shalat
dengan pemakaian hand sanitizer tanpa mencuci tangan terlebih dahulu tetap sah
karena pemakaiannya sebatas hajat dimaafkan meski berstatus najis (bagi
sebagian ulama), terlebih lagi menurut ulama yang menyatakan kesucian alkohol.
Terlepas dari itu semua, penyalahgunaan zat
alkohol (untuk diminum biasanya) yang hari ini diidentikkan dengan khamr
dilarang oleh agama dan mengandung dosa besar. Meski demikian, alkohol
mengandung manfaat bagi manusia termasuk untuk membasmi kuman dan lain sebagainya
seperti keterangan Syekh Wahbah Az-Zuhayli sebelumnya.
قُلْ
فِيهِمَآ إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَآ أَكْبَرُ مِن
نَّفْعِهِمَا
Artinya, “Katakanlah, Di dalam keduanya
(khamr dan judi) terdapat dosa besar dan manfaat bagi manusia. Tetapi dosa
keduanya lebih besar daripada manfaatnya.” (Surat Al-Baqarah ayat 219).
Demikian jawaban singkat kami. Semoga bisa
dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka dalam menerima kritik dan saran dari
para pembaca.
Wallahul muwaffiq ila aqwathih thariq,
Wassalamu ’alaikum wr. wb. []
Alhafiz Kurniawan
Tim Bahtsul Masail NU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar