Bagaimana Status Puasa
Orang yang Hampir Muntah?
Pertanyaan:
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Redaksi bahtsul masail NU Online, ada
kalangan kita merasa mual sehingga kadang kita merasa ada sesuatu yang bergerak
naik keluar dari perut kita. Tetapi gerakan itu kemudian berhenti dan turun
kembali. Pertanyaan saya, bagaimana dengan puasa orang yang hampir muntah
seperti itu? Sedangkan kita tahu bahwa muntah dapat membatalkan puasa. Terima
kasih.
Siti Qamariyah – Magetan
Jawaban:
Penanya yang budiman, semoga dirahmati Allah
SWT. Muntah secara sengaja dapat membatalkan puasa. Sedangkan orang yang tiba-tiba
mual lalu muntah, maka puasanya tidak batal. Hal ini secara lugas disebutkan di
dalam hadits berikut ini:
وَعَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - - مَنْ ذَرَعَهُ الْقَيْءُ فَلَا قَضَاءَ عَلَيْهِ, وَمَنْ
اسْتَقَاءَ فَعَلَيْهِ اَلْقَضَاءُ - رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ
Artinya, “Siapa saja yang muntah, maka ia
tidak berkewajiban qadha (puasa). Tetapi siapa saja yang sengaja muntah, maka
ia berkewajiban qadha (puasa),” HR lima imam hadits, yaitu Bukhari, Muslim, Abu
Dawud, At-Tirmidzi, dan An-Nasa’i.
Dari sini para ulama menarik simpulan bahwa
orang yang terlanjur muntah saat berpuasa dapat meneruskan puasanya karena
muntahnya tidak membatalkan puasanya.
من
غلبه القيء وهو صائم فلا يفطر، قال الأئمة لا يفطر الصائم بغلبة القيء مهما كان
قدره
Artinya, “Siapa saja yang (tak sengaja)
muntah saat berpuasa, maka puasanya tidak batal. Para imam mazhab berpendapat
bahwa orang yang berpuasa tidak menjadi berbuka (batal puasa) karena muntah
berapapun kadarnya,’” (Lihat Syekh Hasan Sulaiman An-Nuri dan Syekh Alawi Abbas
Al-Maliki, Ibanatul Ahkam, [Beirut, Darul Fikr: 1996 M/1416 H], cetakan
pertama, juz II, halaman 305-306).
Adapun insiden seseorang yang merasa mual,
lalu sesuatu bergerak naik dari dalam perutnya, dan hampir muntah, perlu
dilihat terlebih dahulu. Karena di sini juga para ulama berbeda pendapat
perihal status puasanya.
قال
الجمهور إذا رجع شيء إلى حلقه بعد إمكان طرحه فإنه يفطر وعليه القضاء، والصحيح عند
الحنفية إن عاد إلى حلقه بنفسه لا يفطر وذهب أبو يوسف إلى فساد الصوم بعوده
كإعادته إن كان ملء الفم
Artinya, “Mayoritas ulama berpendapat bahwa,
jika muntahan bergerak turun kembali ke tenggorokan seseorang padahal ia
sebenarnya bisa memuntahkannya, maka puasanya batal dan ia wajib mengqadhanya.
Tetapi yang benar menurut Mazhab Hanafi, jika muntahan bergerak kembali ke
tenggorokan seseorang dengan sendirinya, maka puasanya tidak batal. Abu Yusuf
berpendapat bahwa puasa menjadi batal sebab muntahan kembali bergerak masuk (ke
dalam perut) sebagaimana kembalinya muntahan sepenuh mulut,” (Lihat Syekh Hasan
Sulaiman An-Nuri dan Syekh Alawi Abbas Al-Maliki, Ibanatul Ahkam, [Beirut,
Darul Fikr: 1996 M/1416 H], cetakan pertama, juz II, halaman 306).
Dari sini dapat disimpulkan bahwa sesuatu
yang bergerak naik dari dalam perut tetapi tidak sempat keluar karena berhenti
sampai di pangkal tenggorokan tidak membuat batal puasa seseorang.
Demikian jawaban singkat kami. Semoga bisa
dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka dalam menerima kritik dan saran dari
para pembaca.
Wallahul muwaffiq ila aqwathih thariq,
Wassalamu ’alaikum wr. wb.
Alhafiz Kurniawan
Tim Bahtsul Masail NU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar