Saat Wabah, Diam di Rumah
pun Berpahala
Jumlah kasus virus Corona atau Covid-19 di berbagai negara belum ada tanda-tanda penurunan jumlah kasus yang signifikan, bahkan cenderung naik. Terhitung hingga saat ini, per 30 Maret 2020, ada 724.945 orang positif terjangkit Covid-19, dan 34,041 orang meninggal karena virus ini di seluruh dunia. Berbagai ikhtiar sudah dikerahkan, mulai dari tingkat individu, komunitas, negara, hingga organisasi tingkat dunia. Semua mengharapkan keadaan kembali seperti sediakala.
Seorang Muslim yang baik akan menghadapi
wabah Covid-19 dengan ikhtiar maksimal untuk mencegah penyebaran dan dampak
buruknya, antara lain dengan menjaga kebersihan, rajin mencuci tangan, menjaga
imunitas tubuh, menerapkan jaga jarak (social/physical distancing), tidak
keluar rumah kecuali dalam keadaan yang mendesak, serta diiringi dengan tawakal
kepada Allah subhanahu wata’ala.
Beberapa negara bahkan telah menerapkan
lockdown atau karantina wilayah untuk meminimalisasi penyebaran Covid-19. Di
Indonesia sendiri ada sebagian daerah yang telah menerapkan karantina wilayah,
dan ada pula yang belum tapi tetap melakukan pengawasan terhadap warganya yang
baru saja pulang dari perantauan.
Membatasi diri di rumah adalah salah satu
cara untuk meminimalisasi penyebaran wabah Covid-19, karena jika kerumunan dan
keramaian masyarakat tidak dibatasi, penyebaran Covid-19 akan kian masif
mengingat bagaimana virus ini mudah sekali menyebar. Kita dapat melihat sendiri
instansi-instansi pendidikan sudah meliburkan sekolahnya dan menggantinya
dengan sistem pengajaran online. Hal demikian dilakukan juga oleh beberapa
perusahaan, dan instansi-instansi kepemerintahan.
Tak hanya kegiatan-kegiatan di atas yang
dipindahkan ke rumah masing-masing, namun kegiatan ibadah di tempat umum pun di
sebagian wilayah telah dibatasi. Beberapa masjid dan tempat ibadah lainnya yang
berada di zona merah sudah dibatasi penggunaannya untuk sementara waktu, shalat
jumat di masjid diganti shalat dhuhur di rumah, dan kegiatan peribadatan
lainnya yang memicu keramaian. Dengan demikian otomatis kegiatan ibadah akan
berpindah ke rumah masing-masing. Selama ada tuntunan dari para ulama mengenai
peribadatan saat musim wabah Covid-19 ini sebenarnya seorang muslim tidak perlu
khawatir.
Terkait wabah penyakit Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam pernah bersabda:
إِذَا
سَمِعْتُمْ بِهِ [يعني الطاعون] بِأَرْضٍ فَلَا تَقْدَمُوا عَلَيْهِ،
وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلَا تَخْرُجُوا فِرَارًا مِنْه
“Bila kalian telah mendengar terjadi wabah di
suatu negeri, maka janganlah kalian mendatangi negeri itu. Dan jika wabah itu
terjadi di suatu negeri sedangkan kalian berada disana, maka janganlah keluar
dari negeri itu untuk lari dari wabah.” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Dari hadits di atas ada beberapa implikasi
yang akan diterima oleh kaum Muslimin ialah. Pertama, mereka tidak bisa kembali
ke kampung halaman untuk sementara waktu. Kedua, akan terjadi kebijakan
lockdown di beberapa wilayah. Ketiga, kegiatan-kegiatan umun akan ditiadakan
sementara. Keempat, kondisi perekonomian, terutama bagi yang memiliki pekerjaan
informal seperti pedagang kaki lima, tukang ojek, kuli bangunan, karyawan
swasta, operator jaringan, penjaga pom bensin, dll yang mana mereka kemungkinan
tidak bisa meninggalkan pekerjaan, karena bagaimanapun keluarga harus diberi
nafkah untuk makan sehari-hari.
Sudah tentu implikasi di atas menimbulkan
kecemasan dan kekhawatiran bagi masyarakat. Sebagian orang mungkin mengumpat
pada keadaan, namun bagaimanapun ini adalah ujian yang perlu kita hadapi. Satu
individu dengan yang lainnya harus saling membantu, entah dengan aksi di rumah
saja, atau dengan membantu menopang perekonomian masyarakat.
Bagi orang yang menyedekahkan hartanya, sudah
tentu mendapatkan pahala dari apa yang disedekakannya. Apalagi ketika keadaan
sedang sulit seperti saat ini. Namun, orang yang hanya bisa berusaha
menanggulangi wabah dengan berdiam di wilayahnya atau di rumahnya dan tidak ke
mana-mana, apakah ada ganjarannya? Jawabannya, iya.
Dari hadits yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah
RA:
عَنْ
عَائشةَأَنَّهَا قَالَتْ سَأَلْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
عَنِ الطَّاعُوْن فَأَخْبَرَنِي رسولُ الله صَلَّى اللهُ عليهِ وَسَلمَ : إِنّه
كانَ عَذَابًا يَبْعَثُهُ اللهُ عَلَى مَنْ يَشَاءُ فَجَعَلَهُ رَحْمَةً
لِلْمُؤْمِنِيْنَ فَلَيْسَ مِنْ رَجُلٍ يَقَعُ الطَّاعُوْنُ فَيَمْكُثُ فِي
بَيْتِهِ صَابِرًا مُحْتَسِبًا يَعْلَمُأَنَّهُ لَا يُصِيْبُهُإِلَّا مَا كَتَبَ
اللهُ لَهُإِلَّا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ الشَّهِيْدِ
Dari ‘Aisyah bawasannya Ia bertanya kepada
Rasululla shallallahu ‘alaihi wasallam terkait perihal wabah, kemudian beliau
memberitahuku, “Wabah penyakit adalah sejenis siksa yang Allah kirim kepada
siapa pun yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Allah menjadikan hal itu sebagai
rahmat bagi orang-orang yang beriman. Tidak seorang pun yang terserang wabah,
lalu dia bertahan di tempat tinggalnya dengan sabar dan mengharapkan pahala,
juga mengetahui bahwa dia tidak terkena musibah melainkan karena Allah telah
menakdirkannya kepadanya, maka dia mendapatkan pahala seperti pahala orang yang
mati syahid.” (HR. Ahmad)
Hadits di atas diriwayatkan dengan lafaz yang
sama, kecuali Imam al-Bukhāri memakai kata في بلده yang
artinya ‘di wilayahnya’, sedang Imam Ahmad menggunakan lafaz في بيته yang artinya ‘di rumahnya’. Kendati berbeda lafaz, kedua
hadits di atas shahih karena tercantum dalam kitab Shahīh al-Bukhāri, dan
hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad pun shahih karena memenuhi syarat
al-Bukhāri, sebagaimana yang disebutkan oleh al-Arnāuth dalam Ta’līq Musnad
Ahmad. (Imam Ahmad, Musnad Ahmad Bi Ahkām al-Arnāuth, juz 26, hal. 38)
Secara gamblang hadits di atas menjelaskan
kepada kita bahwa wabah penyakit adalah siksaan yang Allah timpakan kepada
siapa pun yang Ia kehendaki. Ingat, yang Allah kehendaki, bukan kita yang
mengendaki. Maka tak pantas bagi kita untuk menuduh orang yang terkena wabah
merupakan orang yang terkena azab. Bukankah banyak orang saleh terdahulu yang
meninggal karena wabah penyakit yang terjadi ketika itu?
Kemudian, hadits di atas menjelaskan pula
bahwa orang yang wilayahnya terkena wabah, kemudian mengisolasi diri dengan
berdiam di rumah (stay at home), bersabar dan tawakal bahwa apa yang menimpanya
adalah suratan takdir dari Allah subhanahu wata'ala maka ia akan mendapatkan
pahala sebagaimana pahala orang yang mati syahid.
Hadits di atas juga menganjurkan kita untuk
berusaha kemudian bertawakal. Dapat dilihat dari runtutan redaksinya, yaitu
fayamkutsu fī baitihi shābiran muhtasiban, ‘kemudian ia tinggal di rumahnya
(stay at home) seraya bersabar dan mengaharapkan pahala dari Allah
SWT.Sebagaimana kita tahu bahwa membatasi diri di rumah adalah bagian dari
upaya pencegahan menularnya Covid-19.
Al-Qasthalāni dalam Irsyād as-Sāri li Syarh
Shahīh al-Bukhāri menjelaskan terkait hadits ini,
وَالصّابِرُ
فِي الطَّاعُوٍن الَّذِي لاَ يَخْرُجُ مِنَ الْبَلَدِ الَّذِي يَقَعُ فِيْهِ
قَاصِدًا بِإِقَامَتِهِ ثَوابَ الله، رَاجيًا صِدْقَ مَوْعُوْدِهِ، عَارِفًا
أَنَّهُ إِنْ وَقَعَ لَهُ فَهُوَ بِتَقْدِيْرِ اللهِ تَعَالَى، وَإِنْ صُرفَ
عَنْهُ فَبِتَقْدِيْرِهِ تَعَالَى، غَيْرَ مُتَضَجِّرٍ بِهِ لَوْ وَقَعَ،
مُعْتَمِدًا عَلَى رَبِّهِ فِي الْحَالَتَيْنِ، لحَدِيْثِ الْبُخَارِي
وَالنَّسَائِي، عَنْ عَائِشَةَ مَرْفُوْعًا: فليس من رجل يقع الطاعون، فيمكث في
بلده صابرًا محتسبًا، يعلم أنه لا يصيبه إلا ما قد كتب الله له، إلا كان له مثل
أجر الشهيد.
Dan orang yang bersabar dari wabah, yang mana
ia tidak keluar dari negerinya/wilayahnya yang terkena wabah, yang demikian
dilaksanakan dengan maksud agar mendapatkan pahala dari Allah, mengharap
kebenaran janjinya, seraya mengetahui bahwa apabila ia terkena wabah maka itu
sudah takdir yang ditetapkan Allah, dan jika ia dihindarkan dari wabah maka
sudah takdir Allah pula, tanpa menampakkan kejemuan seandainya terjadi, dan
bersandar pada Allah pada dua keadaan (terkena wabah atau tidak), yang demikian
karena adanya hadits yang diriwayatkan ‘Aisyah secara marfū’: “Tidak seorang
pun yang terserang wabah, lalu dia bertahan di tempat tinggalnya dengan sabar
dan mengharapkan pahala, juga mengetahui bahwa dia tidak terkena musibah
melainkan karena Allah telah menakdirkan kepadanya, maka dia mendapatkan pahala
seperti pahala orang yang mati syahid.” (al-Qasthalāni, Irsyād as-Sāri li Syarh
Shahīh al-Bukhāri, Mesir: al-Mathba’ah al-Kubrā al-Amīriyah, cetakan ke-7, 1323
H, juz 2, hal. 465)
Orang Muslim yang terkena wabah penyakit kemudian
meninggal sudah tentu mati syahid, sebagaimana yang banyak disebutkan dalam
hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan orang yang bersabar akan
adanya wabah ini pun mendapatkan pahala sebagaimana yang disebutkan dalam
hadits jika niatnya benar.Hal ini ditegaskan oleh al-Munāwi dalam Faydhul
Qadīr:
فَلَوْ
مَكَثَ وَهُوَقَلَقٌ مُتندِمٌ عَلَى عَدَمِ الْخُرُوْجِ ظَانًّا أَنَّهُ لَوْ لَمْ
يَخْرُجْ لَمْ يَقَعْ بِهِ فَاتَهُ أَجْرُالشَّهَادَةِ وَإنْ مَاتَ بِهِ ، هَذَا
قَضِيَّةُ مَفْهُوْمِالْخَبَرِ كَمَا اقْتَضَى مَنْطُوْقُهُ أَنَّالْمُتَّصِفَ
بِمَا ذُكِرَ لَهُ أَجْرُ شَهِيْدٍ وَإِنْ لَمْ يَمُتْ بِهِ “
Seandainya ia menetap (di wilayah/rumah),
sedangkan ia risau dan menyesal tidak keluar, seraya beranggapan seandainya ia
tidak keluar maka ia tidak terkena wabah, yang demikian pahala kesyahidannya
akan lenyap. Hal ini adalah kasus yang berkaitan dengan mafhūm (makna tersirat)
sebuah hadits, sebagaimana manthūq (makna gamblang) hadits ini adalah orang
yang memiliki sifat tersebut (berdiam diri di rumah saat terjadi wabah dst)
akan mendapatkan pahala syahid walaupun ia tidak sampai meninggal dunia.”
(al-Munāwi, Faydh al-Qadīr, Lebanon: Dar el-Kutub al-‘Ilmiyah, 1994, juz 15,
hal. 207).
Penjelasan di atas kembali mengingatkan
kepada kita akan hadits Nabi yang berbunyi, “Niat seorang mukmin lebih baik
daripada amalnya”, atau hadits, “Sesungguhnya amalan seseorang tergantung
niatnya”. Niatlah yang membedakan antara orang Muslim dengan yang lainnya. Oleh
karena itu, perlunya kita memperbaiki niat saat musim wabah Covid-19 ini,
seraya berbaik sangka kepada Allah, tidak meninggalkan ikhtiar lahir maupun
batin, dan kemudian bersabar serta bertawakal kepada-Nya. Semoga wabah ini
segera berlalu. Wallahu a’lam. []
Amien Nurhakim, mahasantri Pesantren Luhur
Ilmu Hadis Darussunnah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar