Keterangan Al-Qur’an tentang Arti
Politik
Kata politik pada mulanya terambil dari bahasa Yunani dan atau Latin politicos atau politõcus yang berarti relating to citizen. Keduanya berasal dari kata polis yang berarti kota. Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan kata politik sebagai segala urusan dan tindakan (kebijakan, siasat, dan sebagainya) mengenai pemerintahan negara atau terhadap negara lain. Juga dalam arti kebijakan, cara bertindak (dalam menghadapi atau menangani satu masalah).
Dalam kamus-kamus bahasa Arab modern, kata
politik biasanya diterjemahkan dengan kata siyasah. Kata ini terambil dari akar
kata sasa-yasusu yang biasa diartikan mengemudi, mengendalikan, mengatur, dan
sebagainya. Dari akar kata yang sama ditemukan kata sus yang berarti penuh
kuman, kutu, atau rusak.
Menurut Pakar Tafsir Muhammad Quraish Shihab
dalam Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat (2000)
menjelaskan bahwa dalam Al-Qur’an tidak ditemukan kata yang terbentuk dari akar
kata sasa-yasusu, namun ini bukan berarti bahwa Al-Qur’an tidak menguraikan
soal politik.
Sekian banyak ulama Al-Qur’an yang menyusun
karya ilmiah dalam bidang politik dengan menggunakan Al-Qur’an dan sunnah Nabi
sebagai rujukan. Sebagai informasi, Ibnu Taimiyah (1263-1328) menamai salah
satu karya ilmiahnya dengan as-siyasah asy-syar'iyah (politik keagamaan).
Uraian Al-Qur’an tentang politik secara
sepintas dapat ditemukan pada ayat-ayat yang berakar kata hukm. Kata ini pada
mulanya berarti menghalangi atau melarang dalam rangka perbaikan. Dari akar
kata yang sama terbentuk kata hikmah yang pada mulanya berarti kendali. Makna
ini sejalan dengan asal makna kata sasa-yasusu-sais siyasat, yang berarti
mengemudi, mengendalikan, pengendali, dan cara pengendalian.
Hukm dalam bahasa Arab tidak selalu sama
artinya dengan kata hukum dalam bahasa Indonesia yang oleh kamus dinyatakan
antara lain berarti putusan. Dalam bahasa Arab kata ini berbentuk kata jadian,
yang bisa mengandung berbagai makna, bukan hanya bisa digunakan dalam arti
"pelaku hukum" atau diperlakukan atasnya hukum, tetapi juga ia dapat
berarti perbuatan dan sifat.
Sebagai "perbuatan" kata hukm berarti
membuat atau menjalankan putusan, dan sebagai sifat yang menunjuk kepada
sesuatu yang diputuskan. Kata tersebut jika dipahami sebagai membuat atau
menjalankan keputusan, maka tentu pembuatan dan upaya menjalankan itu, baru
dapat tergambar jika ada sekelompok yang terhadapnya berlaku hukum tersebut.
Ini menghasilkan upaya politik.
Kata siyasah sebagaimana dikemukakan di atas
diartikan dengan politik dan juga sebagaimana terbaca, sama dengan kata hikmat.
Di sisi lain terdapat persamaan makna antara pengertian kata hikmat dan
politik.
Sementara ulama mengartikan hikmat sebagai
kebijaksanaan, atau kemampuan menangani satu masalah sehingga mendatangkan
manfaat atau menghindarkan mudharat. Pengertian ini sejalan dengan makna kedua
yang dikemukakan Kamus Besar Bahasa Indonesia tentang arti politik, sebagaimana
dikutip di atas.
Dalam Al-Qur’an ditemukan dua puluh kali kata
hikmah, kesemuanya dalam konteks pujian. Salah satu di antaranya adalah surat
Al-Baqarah (2): 269: Siapa yang dianugerahi hikmah, maka dia telah dianugerahi
kebajikan yang banyak.
يُؤْتِي
الْحِكْمَةَ مَنْ يَشَاءُ ۚ وَمَنْ يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ خَيْرًا
كَثِيرًا ۗ وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ
“Allah menganugerahkan al hikmah (kepahaman
yang dalam tentang Al-Qur'an dan As-Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya.
Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi
karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil
pelajaran (dari firman Allah).” (QS Al-Baqarah: 269)
Melihat perpolitikan tanah air saat ini,
hendaknya partai politik dan para kadernya memahami kembali makna dan tujuan
berpolitik yang bermuara pada kebijaksanaan atau hikmat untuk mewujudkan
kebermanfaatan masyarakat banyak.
Akhlak dan respon negatif yang banyak
bertebaran di media sosial juga hadir dari para simpatisan politik. Hal ini
tidak lepas dari cara berpolitik para elitnya. Padahal partai politik dan para
kadernya juga punya kewajiban dan tanggung jawab melakukan edukasi politik
kepada warga negara dengan cara yang baik dan benar. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar