Senin, 27 April 2020

(Ngaji of the Day) Solusi ketika Lupa Niat agar Puasa Ramadhan Tetap Sah


Solusi ketika Lupa Niat agar Puasa Ramadhan Tetap Sah

Sudah menjadi pemahaman bersama umat Islam di Indonesia yang notabene mayoritas bermazhab Syafi’i, bahwa niat puasa wajib khususnya puasa Ramadhan harus dilakukan pada waktu malam hari di mana keesokan harinya akan menjalani puasa. Rentang waktu malam ini adalah waktu setelah terbenamnya matahari (maghrib) sampai dengan sebelum terbitnya fajar shadiq (belum masuk waktu shalat subuh). Berdasarkan sabda Rasulullah:

مَنْ لَمْ يُبَيِّتِ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلَا صِيَامَ لَهُ

“Barangsiapa yang tidak berniat puasa pada malam hari maka tak ada puasa baginya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Nasai, Tirmidzi, dan Ibnu Majah; lihat Hasan Sulaiman Nuri dan Alwi Abas al-Maliki, Ibanatul Ahkam fii Syarhi Bulughil Maram, juz 2, hal. 376)

Seperti dijelaskan Imam Nawawi al-Bantani dalam Kâsyifatus Sajâ, untuk puasa wajib, termasuk puasa bulan Ramadhan, niat yang demikian itu harus dilakukan setiap malam karena puasa dalam tiap-tiap harinya adalah satu ibadah tersendiri. Dengan demikian, bila seseorang lupa belum berniat pada malam hari maka puasa pada siang harinya dianggap tidak sah.

Pertanyaannya kemudian adalah bila sudah jelas puasa pada hari tersebut tidak sah karena pada malam harinya lupa belum berniat, maka apakah diperbolehkan bila pada hari itu orang tersebut tidak berpuasa? Toh bila pun ia berpuasa sudah jelas puasanya tidak sah.

Hukum fiqih tetap mewajibkan orang tersebut berpuasa pada hari itu meskipun sudah jelas puasanya tersebut tidak sah. Tidak berhenti sampai di sini, orang tersebut juga harus mengganti (mengqadha) puasa hari tersebut di hari lain di luar bulan Ramadhan (Nawawi al-Bantani, Kâsyifatus Sajâ [Jakarta: Darul Kutub Islamiyah, 2008), hal. 192). Barangkali ini merupakan “kerugian” besar bagi pelakunya. Hanya karena teledor dan lalai dalam memperhatikan niat seseorang harus tetap berpuasa, tapi puasanya itu dianggap tidak sah dan harus melakukan puasa ulang untuk menggantinya. Terlebih bila melihat dari sisi kemuliaan bulan Ramadhan maka jelas puasa sehari yang dilakukan di bulan Ramadhan jauh lebih bernilai dari pada puasa yang dilakukan di luar bulan Ramadhan.

Meski demikian ulama mazhab Syafi’i tetap memberi solusi bagi siapa saja yang lupa belum berniat puasa Ramadhan pada malam harinya. Imam Nawawi dalam kitabnya Al-Majmû’ Syarhul Muhadzdzab menuturkan solusi tersebut sebagai berikut:

وَيُسْتَحَبُّ أَنْ يَنْوِيَ فِي أَوَّلِ نَهَارِهِ الصَّوْمَ عَنْ رَمَضَانَ لِأَنَّ ذَلِكَ يُجْزِئُ عِنْدَ أَبِي حَنِيفَةَ فَيَحْتَاطُ بِالنِّيَّةِ

“Disunahkan (bagi yang lupa niat di malam hari) berniat puasa Ramadhan di pagi harinya. Karena yang demikian itu mencukupi menurut Imam Abu Hanifah, maka diambil langkah kehati-hatian dengan berniat.” (Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Al-Majmû’ Syarhul Muhadzdzab, [Jedah: Maktabah Al-Irsyad, tt.], juz VI, hal. 315)

Maka, dari keterangan di atas, orang yang lupa belum berniat puasa Ramadhan pada malam harinya ia masih memiliki kesempatan untuk melakukan niat tersebut pada pagi harinya dengan catatan bahwa niat yang ia lakukan pada pagi hari itu juga mesti ia pahami dan niati sebagai sikap taqlid atau mengikuti dengan apa yang diajarkan oleh Imam Abu Hanifah.

Niatan taqlid seperti ini perlu mengingat Muslim Indonesia adalah pengikut mazhab Syafi’i yang ajarannya mengharuskan niat di malam hari dan membatalkan niat di pagi hari. Bila niat berpuasa di pagi hari sebagaimana di atas tidak diniati sebagai langkah taqlid terhadap Imam Abu Hanifah maka ia dianggap mencampuradukkan ibadah yang rusak.

Ini sebagaimana dijelaskan oleh Imam Ibnu Hajar Al-Haitami dalam kitab fatwanya:

وَفِي الْمَجْمُوعِ يُسَنُّ لِمَنْ نَسِيَ النِّيَّةَ فِي رَمَضَانَ أَنْ يَنْوِيَ أَوَّلَ النَّهَارِ لِإِجْزَائِهِ عِنْدَ أَبِي حَنِيفَةَ فَيُحْتَاطُ بِالنِّيَّةِ فَنِيَّتُهُ حِينَئِذٍ تَقْلِيدٌ لَهُ وَإِلَّا كَانَ مُتَلَبِّسًا بِعِبَادَةٍ فَاسِدَةٍ فِي اعْتِقَادِهِ وَذَلِكَ حَرَامٌ

“Dalam kitab Al-Majmû’ disebutkan, disunahkan bagi orang yang lupa berniat puasa di bulan Ramadhan untuk berniat pada pagi hari karena bagi Imam Abu Hanifah hal itu sudah mencukupi, maka diambil langkah kehati-hatian dengan niat. Niat yang demikian itu mengikuti (taqlid) Imam Abu Hanifah. Bila tidak diniati taqlid maka ia telah mencampurkan satu ibadah yang rusak dalam keyakinannya dan hal itu haram hukumnya.” (Ibnu Hajar Al-Haitami, Al-Fatâwâ Al-Fiqhiyyah Al-Kubrâ, juz IV, hal. 307)

Dengan demikian maka orang yang lupa berniat puasa pada malam hari masih dapat terselamatkan puasanya. Namun sekali lagi perlu ditegaskan bahwa solusi ini hanya untuk mereka yang lupa tidak berniat, bukan sengaja tidak berniat di malam hari.

Wallahu a’lam. []

Ustadz Yazid Muttaqin, santri alumni Pondok Pesantren Al-Muayyad Surakarta, kini aktif di kepengurusan PCNU Kota Tegal

Tidak ada komentar:

Posting Komentar