Solusi ketika Lupa Niat
agar Puasa Ramadhan Tetap Sah
Sudah menjadi pemahaman bersama umat Islam di
Indonesia yang notabene mayoritas bermazhab Syafi’i, bahwa niat puasa wajib
khususnya puasa Ramadhan harus dilakukan pada waktu malam hari di mana keesokan
harinya akan menjalani puasa. Rentang waktu malam ini adalah waktu setelah
terbenamnya matahari (maghrib) sampai dengan sebelum terbitnya fajar shadiq
(belum masuk waktu shalat subuh). Berdasarkan sabda Rasulullah:
مَنْ
لَمْ يُبَيِّتِ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلَا صِيَامَ لَهُ
“Barangsiapa yang tidak berniat puasa pada
malam hari maka tak ada puasa baginya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Nasai, Tirmidzi,
dan Ibnu Majah; lihat Hasan Sulaiman Nuri dan Alwi Abas al-Maliki, Ibanatul
Ahkam fii Syarhi Bulughil Maram, juz 2, hal. 376)
Seperti dijelaskan Imam Nawawi al-Bantani
dalam Kâsyifatus Sajâ, untuk puasa wajib, termasuk puasa bulan Ramadhan, niat
yang demikian itu harus dilakukan setiap malam karena puasa dalam tiap-tiap
harinya adalah satu ibadah tersendiri. Dengan demikian, bila seseorang lupa
belum berniat pada malam hari maka puasa pada siang harinya dianggap tidak sah.
Pertanyaannya kemudian adalah bila sudah
jelas puasa pada hari tersebut tidak sah karena pada malam harinya lupa belum
berniat, maka apakah diperbolehkan bila pada hari itu orang tersebut tidak
berpuasa? Toh bila pun ia berpuasa sudah jelas puasanya tidak sah.
Hukum fiqih tetap mewajibkan orang tersebut
berpuasa pada hari itu meskipun sudah jelas puasanya tersebut tidak sah. Tidak
berhenti sampai di sini, orang tersebut juga harus mengganti (mengqadha) puasa
hari tersebut di hari lain di luar bulan Ramadhan (Nawawi
al-Bantani, Kâsyifatus Sajâ [Jakarta: Darul Kutub Islamiyah, 2008),
hal. 192). Barangkali ini merupakan “kerugian” besar bagi pelakunya. Hanya
karena teledor dan lalai dalam memperhatikan niat seseorang harus tetap
berpuasa, tapi puasanya itu dianggap tidak sah dan harus melakukan puasa ulang
untuk menggantinya. Terlebih bila melihat dari sisi kemuliaan bulan Ramadhan
maka jelas puasa sehari yang dilakukan di bulan Ramadhan jauh lebih bernilai
dari pada puasa yang dilakukan di luar bulan Ramadhan.
Meski demikian ulama mazhab Syafi’i tetap
memberi solusi bagi siapa saja yang lupa belum berniat puasa Ramadhan pada
malam harinya. Imam Nawawi dalam kitabnya Al-Majmû’ Syarhul Muhadzdzab
menuturkan solusi tersebut sebagai berikut:
وَيُسْتَحَبُّ
أَنْ يَنْوِيَ فِي أَوَّلِ نَهَارِهِ الصَّوْمَ عَنْ رَمَضَانَ لِأَنَّ ذَلِكَ
يُجْزِئُ عِنْدَ أَبِي حَنِيفَةَ فَيَحْتَاطُ بِالنِّيَّةِ
“Disunahkan (bagi yang lupa niat di malam
hari) berniat puasa Ramadhan di pagi harinya. Karena yang demikian itu
mencukupi menurut Imam Abu Hanifah, maka diambil langkah kehati-hatian dengan
berniat.” (Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Al-Majmû’ Syarhul Muhadzdzab, [Jedah:
Maktabah Al-Irsyad, tt.], juz VI, hal. 315)
Maka, dari keterangan di atas, orang yang
lupa belum berniat puasa Ramadhan pada malam harinya ia masih memiliki
kesempatan untuk melakukan niat tersebut pada pagi harinya dengan catatan bahwa
niat yang ia lakukan pada pagi hari itu juga mesti ia pahami dan niati sebagai
sikap taqlid atau mengikuti dengan apa yang diajarkan oleh Imam Abu Hanifah.
Niatan taqlid seperti ini perlu mengingat
Muslim Indonesia adalah pengikut mazhab Syafi’i yang ajarannya mengharuskan
niat di malam hari dan membatalkan niat di pagi hari. Bila niat berpuasa di
pagi hari sebagaimana di atas tidak diniati sebagai langkah taqlid terhadap
Imam Abu Hanifah maka ia dianggap mencampuradukkan ibadah yang rusak.
Ini sebagaimana dijelaskan oleh Imam Ibnu
Hajar Al-Haitami dalam kitab fatwanya:
وَفِي
الْمَجْمُوعِ يُسَنُّ لِمَنْ نَسِيَ النِّيَّةَ فِي رَمَضَانَ أَنْ يَنْوِيَ
أَوَّلَ النَّهَارِ لِإِجْزَائِهِ عِنْدَ أَبِي حَنِيفَةَ فَيُحْتَاطُ
بِالنِّيَّةِ فَنِيَّتُهُ حِينَئِذٍ تَقْلِيدٌ لَهُ وَإِلَّا كَانَ مُتَلَبِّسًا
بِعِبَادَةٍ فَاسِدَةٍ فِي اعْتِقَادِهِ وَذَلِكَ حَرَامٌ
“Dalam kitab Al-Majmû’ disebutkan, disunahkan
bagi orang yang lupa berniat puasa di bulan Ramadhan untuk berniat pada pagi
hari karena bagi Imam Abu Hanifah hal itu sudah mencukupi, maka diambil langkah
kehati-hatian dengan niat. Niat yang demikian itu mengikuti (taqlid) Imam Abu
Hanifah. Bila tidak diniati taqlid maka ia telah mencampurkan satu ibadah yang
rusak dalam keyakinannya dan hal itu haram hukumnya.” (Ibnu Hajar Al-Haitami,
Al-Fatâwâ Al-Fiqhiyyah Al-Kubrâ, juz IV, hal. 307)
Dengan demikian maka orang yang lupa berniat
puasa pada malam hari masih dapat terselamatkan puasanya. Namun sekali lagi
perlu ditegaskan bahwa solusi ini hanya untuk mereka yang lupa tidak berniat,
bukan sengaja tidak berniat di malam hari.
Wallahu a’lam. []
Ustadz Yazid Muttaqin, santri alumni Pondok
Pesantren Al-Muayyad Surakarta, kini aktif di kepengurusan PCNU Kota Tegal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar