Hukum Memakai Softlens saat
Puasa
Pertanyaan:
Assalamu alaikum wr. wb.
Redaksi bahtsul masail NU Online, saya salah
seorang pengguna softlens, lensa mata, atau lensa kontak karena mengalami
masalah pada penglihatan. Yang saya tanyakan bagaimana bila saya menggunakan
softlens pada saat saya berpuasa? Apakah puasa saya tetap sah? Terima kasih.
Wassalamu alaikum wr. wb.
Rahmi Nurul Aini – Jakarta Selatan
Jawaban:
Penanya yang budiman, semoga dirahmati Allah
SWT. Salah satu hal penting yang perlu diperhatikan dalam ibadah puasa adalah
menjaga diri agar tidak ada benda yang masuk ke dalam tubuh melalui
lubang-lubang di tubuh yang tersedia, seperti mulut, hidung, telinga, dan dua
lubang kemaluan.
Adapun mata yang dilekatkan softlens tidak
termasuk lubang yang perlu dijaga saat puasa. Hal ini disebutkan oleh Syekh
Sa‘id bin Muhammad Ba‘asyin dari Mazhab Syafi’i dalam Busyral Karim berikut
ini:
قوله
)الرابع الإمساك عن
دخول عين جوفا كباطن الأذن والإحليل بشرط دخوله من منفذ مفتوح(… و )خرج( بمن منفذ
مفتوح وصولها من منفذ غير مفتوح
Artinya, “(Keempat adalah menahan diri dari
masuknya suatu benda ke dalam lubang seperti bagian dalam telingan dan lubang
kemaluan dengan syarat masuk melalui lubang terbuka)... Di luar dari pengertian
‘melalui lubang terbuka’, masuknya sebuah benda melalui lubang yang tidak
terbuka,” (Lihat Syekh Sa‘id bin Muhammad Ba‘asyin, Busyral Karim bi Syarhil
Muqaddimah Al-Hadhramiyyah, [Beirut, Darul Fikr: 1433-1434 H/2012 M], juz II,
halaman 460-461).
Dalam kasus softlens atau benda yang masuk ke
dalam mata saat puasa, para ulama berbeda pendapat. Perbedaan pandangan ulama
diulas oleh Syekh Hasan Sulaiman An-Nuri dan Syekh Alawi Abbas Al-Maliki dalam
Ibanatul Ahkam ketika membahas hadits berikut ini:
وَعَنْ
عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا, - أَنَّ اَلنَّبِيَّ - صلى الله عليه وسلم -
اِكْتَحَلَ فِي رَمَضَانَ, وَهُوَ صَائِمٌ - رَوَاهُ اِبْنُ مَاجَهْ بِإِسْنَادٍ
ضَعِيفٍ. قَالَ اَلتِّرْمِذِيُّ: لَا يَصِحُّ فِيهِ شَيْءٌ
Artinya, “Dari Aisyah RA, Rasulullah SAW
bercelak di Bulan Ramadhan dalam keadaan berpuasa,” (HR Ibnu Majah dengan sanad
yang dhaif. At-Tirmidzi mengatakan, perihal ini tidak ada kabar yang shahih).
Syekh Hasan Sulaiman An-Nuri dan Syekh Alawi
Abbas Al-Maliki menyebutkan bahwa mata bukan lubang di tubuh yang harus
dipelihara. Menurut keduanya, tindakan bercelak bagi orang yang berpuasa tidak
membatalkan puasanya.
يفطر
الصائم مما يدخل إلى جوفه من منفذ كفمه وأنفه ولذا كرهت المبالغة في المضمضة
والاستنشاق للصائم أما العين فإنها ليست بمنفذ معتاد ولهذا فلو اكتحل الصائم لا
يكون مفطرا
Artinya, “Puasa seseorang menjadi batal
karena sesuatu yang masuk ke dalam tubuhnya melalui lubang seperti mulut dan
hidung. Oleh karena itu, hukum tindakan berlebihan dalam berkumur dan menghirup
air ke dalam hidung makruh bagi orang yang berpuasa. Sedangkan mata bukan
lubang yang lazim. Oleh karenanya, tindakan bercelak oleh orang yang berpuasa
tidak membatalkan puasanya,’” (Lihat Syekh Hasan Sulaiman An-Nuri dan Syekh
Alawi Abbas Al-Maliki, Ibanatul Ahkam, [Beirut, Darul Fikr: 1996 M/1416 H],
cetakan pertama, juz II, halaman 303).
Syekh Hasan Sulaiman An-Nuri dan Syekh Alawi
Abbas Al-Maliki mengangkat perbedaan pendapat ulama perihal bercelak di siang
hari saat puasa sebagai berikut ini:
جواز
اكتحال الصائم نهارا قالت الشافعية والحنفية الاكتحال للصائم جائز ولا يفطر سواء
أوجد طعمه في حلقه أم لا، ولكنه عند الشافعية خلاف الأولى. وقالت المالكية
والحنابلة يفسد الصوم بالاكتحال نهارا إذا وجد طعمه في فمه ويكره إذا لم يجد طعمه
في فمه
Artinya, “Perihal bercelak mata di siang
hari, Mazhab Syafi’i dan Mazhab Hanafi mengatakan, orang yang sedang berpuasa
boleh bercelak mata. Puasanya tidak batal baik celak itu terasa di tenggorokan
atau tidak terasa. Tetapi menurut ulama Syafi’iyah, bercelak saat puasa di
siang hari menyalahi keutamaan. Sedangkan Mazhab Maliki dan Mazhab Hanbali
menyatakan, puasa seseorang batal karena bercelak siang bila terdapat bahan
materialnya terasa di lidah. Tetapi tindakan itu dimakruh [tanpa membatalkan
puasa] bila materialnya tidak terasa di lidah,” (Lihat Syekh Hasan Sulaiman
An-Nuri dan Syekh Alawi Abbas Al-Maliki, Ibanatul Ahkam, [Beirut, Darul Fikr:
1996 M/1416 H], cetakan pertama, juz II, halaman 303-304).
Dari pelbagai keterangan di atas, kita dapat
menarik simpulan bahwa para ulama berbeda pendapat perihal penggunaan softlens
saat puasa. Tetapi masyarakat Indonesia yang mayoritas pengikut Mazhab Syafi’i
dapat mengikuti pandangan ulama syafi’iyah perihal pemakaian softlens di siang
hari saat puasa. Hanya kami menyarankan agar softlens dipakai saat malam hari
agar menghindari khilaful aula/menyalahi keutamaan.
Demikian jawaban singkat kami. Semoga bisa
dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka dalam menerima kritik dan saran dari
para pembaca.
Wallahul muwaffiq ila aqwathih thariq,
Wassalamu ’alaikum wr. wb.
Alhafiz Kurniawan
Tim Bahtsul Masail NU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar