اَللّهُمَّ اجعَلنِي مِمَّن تَغَيّرتَ أَقدَارهِمْ لِلْأَحسَن فِي رَمَضَان.
Yaa gusti Allah... Jadikanlah aku termasuk golongan orang-orang yang takdirnya berubah lebih baik, berkah di bulan Ramadhan ini.
Al Faatihah...
اَللّهُمَّ اجعَلنِي مِمَّن تَغَيّرتَ أَقدَارهِمْ لِلْأَحسَن فِي رَمَضَان.
Yaa gusti Allah... Jadikanlah aku termasuk golongan orang-orang yang takdirnya berubah lebih baik, berkah di bulan Ramadhan ini.
Al Faatihah...
Beragama menurut sementara pakar adalah upaya manusia meneladani sifat-sifat Allah sesuai dengan kedudukan manusia sebagai makhluk. Dalam hal ini, kekuasaan Allah baik dalam wujud ayat-ayat qauliyah (wahyu) maupun ayat-ayat kauniyah (tanda-tanda alam) bisa menjadi washilah bagi manusia merenungi sekaligus mewujudkan sifat-sifat Allah.
Menurut Muhammad Quraish Shihab dalam Wawasan Al-Qur'an: Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat (2000) menjelaskan bahwa Nabi Muhammad saw memerintahkan, takhallaqu bi akhlaq Allah (Berakhlaklah (teladanilah) sifat-sifat Allah).
Di sisi lain, manusia mempunyai kebutuhan beraneka ragam, dan yang terpenting
adalah kebutuhan fa'ali, yaitu makan, minum, dan hubungan seks.
Sedangkan Allah swt memperkenalkan diri-Nya antara lain sebagai tidak mempunyai
anak atau istri:
“Bagaimana Dia memiliki anak, padahal Dia tidak memiliki istri?” (QS Al-An'am
[6]: 101)
“Dan sesungguhnya Mahatinggi kebesaran Tuhan kami. Dia tidak beristri dan tidak
pula beranak.” (QS Al-Jin [72]: 3).
Al-Qur’an juga memerintahkan Nabi Muhammad untuk menyampaikan:
“Apakah aku jadikan pelindung selain Allah yang menjadikan langit dan bumi
padahal Dia memberi makan dan tidak diberi makan...?” (QS Al-An'am [6]: 14).
Dalam karya lainnya Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam
Kehidupan Masyarakat (1999), Quraish Shihab menerangkan, manusia dapat
mempertanyakan mengapa puasa menjadi kewajiban bagi umat Islam dan umat-umat
terdahulu? Manusia memiliki kebebasan bertindak memilih dan memilah
aktivitasnya, termasuk dalam hal ini, makan, minum, dan berhubungan seks.
Binatang—khususnya binatang-binatang tertentu--tidak demikian. Nalurinya
telah mengatur ketiga kebutuhan pokok itu, sehingga--misalnya--ada waktu
atau musim berhubungan seks bagi mereka. Itulah hikmah Ilahi demi memelihara
kelangsungan hidup binatang yang bersangkutan, dan atau menghindarkannya dari
kebinasaan.
Kebebasan yang dimilikinya bila tidak terkendalikan dapat menghambat
pelaksanaan fungsi dan peranan yang harus diembannya.
Kenyataan menunjukkan bahwa orang-orang yang memenuhi syahwat perutnya melebihi
kadar yang diperlukan, bukan saja menjadikannya tidak lagi menikmati makanan
atau minuman itu, tetapi juga menyita aktivitas lainnya kalau enggan berkata
menjadikannya lesu sepanjang hari.
Syahwat seksual juga demikian. Semakin dipenuhi semakin haus bagaikan penyakit
eksim semakin digaruk semakin nyaman dan menuntut, tetapi tanpa disadari
menimbulkan borok.
Potensi dan daya manusia--betapa pun besarnya--memiliki keterbatasan, sehingga
apabila aktivitasnya telah digunakan secara berlebihan ke arah tertentu --arah
pemenuhan kebutuhan fa’ali misalnya—maka arah yang lain, --mental
spiritual--akan terabaikan. Nah, di sinilah diperlukannya pengendalian.
Dengan berpuasa, manusia berupaya dalam tahap awal dan minimal mencontohi
sifat-sifat tersebut. Tidak makan dan tidak minum, bahkan memberi makan orang
lain (ketika berbuka puasa), dan tidak pula berhubungan seks, walaupun pasangan
ada.
Tentu saja sifat-sifat Allah tidak terbatas pada ketiga hal itu, tetapi
mencakup paling tidak 99 sifat yang kesemuanya harus diupayakan untuk
diteladani sesuai dengan kemampuan dan kedudukan manusia sebagai makhluk ilahi.
Misalnya Maha Pengasih dan Penyayang, Mahadamai, Mahakuat, Maha Mengetahui, dan
lain-lain. Upaya peneladanan ini dapat mengantarkan manusia menghadirkan Tuhan
dalam kesadarannya, dan bila hal itu berhasil dilakukan, maka takwa dalam
pengertian di atas dapat pula dicapai.
Karena itu, nilai puasa ditentukan oleh kadar pencapaian kesadaran tersebut
--bukan pada sisi lapar dan dahaga-- sehingga dari sini dapat dimengerti
mengapa Nabi Muhammad menyatakan bahwa, "Banyak orang yang berpuasa,
tetapi tidak memperoleh dari puasanya kecuali rasa lapar dan dahaga." []
Sumber: NU Online
Pada saat Ramadhan umat Islam diwajibkan untuk berpuasa pada siang hari. Selain puasa, mereka dianjurkan untuk banyak berbuat kebaikan, terutama berbagi di bulan Ramadhan yang mulia. Banyak hadits menjelaskan keutamaan berbagi pada bulan Ramadhan.
Sebuah riwayat menyebutkan jawaban Rasulullah perihal keutamaan berbagi atau
sedekah pada bulan Ramadhan. Sedekah pada bulan Ramadhan memiliki keistimewaan
luar biasa sebagaimana riwayat sahabat Anas bin Malik RA:
عَنْ
اَنَسٍ قِيْلَ يَارَسُولَ اللهِ اَيُّ الصَّدَقَةِ اَفْضَلُ؟ قَالَ: صَدَقَةٌ فِى
رَمَضَانَ
Artinya, “Dari Anas dikatakan, ‘Wahai Rasulullah, sedekah apa yang nilainya
paling utama?’ Rasul menjawab, ‘Sedekah di bulan Ramadhan,’ (HR At-Tirmidzi).
Para sahabat juga menyaksikan kedermawanan dan kemurahan hati Rasulullah pada
bulan Ramadhan dibanding bulan lainnya. Mereka menyaksikan Rasulullah lebih
sering berbagi pada bulan Ramadhan sebagaimana riwayat Bukhari dan Muslim
berikut ini:
كَانَ
رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ وَكَانَ
أَجْوَدُ (أَجْوَدَ) مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ
Artinya, “Rasulullah SAW adalah orang paling dermawan di antara manusia
lainnya, dan ia semakin dermawan saat berada di bulan Ramadhan,” (HR Bukhari
dan Muslim).
Dari sini kemudian para ulama menarik simpulan bahwa agama Islam memotivasi
umatnya untuk berbagi terutama pada bulan Ramadhan dan khususnya 10 hari
terakhir.
ويسن
الإكثار من الصدقة في رمضان لا سيما في عشره الأواخر
Artinya, “[Seseorang] dianjurkan untuk memperbanyak berbagi pada bulan Ramadhan,
terlebih lagi pada 10 hari terakhirnya,” (Lihat Syekh M Nawawi Banten,
Nihayatuz Zain, [Bandung, Syirkah Al-Maarif: tanpa tahun], halaman 183).
Al-Baijuri menjelaskan keutamaan berbagi pada bulan Ramadhan. Ganjaran berbagi
pada bulan Ramadhan dapat dilipatgandakan dibanding ganjaran berbagi pada bulan
lainnya.
ومبادرته
لإكثار الصدقة لأنه صلى الله عليه وسلم كان أجود ما يكون في رمضان، وبالجملة فيكثر
فيه من أعمال الخير لأن العمل يضاعف فيه على العمل في غيره من بقية الشهور
Artinya, “(Orang berpuasa) dianjurkan segera memperbanyak sedekah karena
Rasulullah SAW adalah orang paling murah hati di Bulan Ramadhan. Seseorang
dapat melakukan kebaikan secara umum karena ganjaran amal kebaikan apapun
bentuknya akan dilipatgandakan dibandingkan ganjaran amal kebaikan yang
dilakukan di luar bulan Ramadhan,” (Lihat Syekh Ibrahim Al-Baijuri, Hasyiyatul
Baijuri, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah: 1999 M/1420 H], cetakan kedua, juz
I, halaman 562).
Demikian sejumlah hadits dan keterangan ulama seputar keutamaan berbagi pada
bulan Ramadhan. Wallahu a’lam. []
Sumber: NU Online