Hukum Shalat Istisqa di
Malam Hari
Istisqa secara bahasa adalah meminta siraman
berupa air minum, air hujan, air masak, dan lainnya. Sedangkan secara istilah
syariat adalah permintaan hujan oleh seorang hamba kepada Allah subhanahu
wata’ala saat membutuhkannya. Istisqa disyariatkan ketika putusnya air
hujan atau minimnya sumber air, semisal karena kemarau panjang.
Istisqa bisa dilakukan dengan tiga
cara. Pertama, dengan berdoa agar segera diberi hujan, baik sendirian
maupun berjamaah. Istisqa jenis pertama ini tidak dibatasi oleh waktu dan
tempat.
Kedua, berdoa meminta hujan setelah shalat,
baik shalat sunnah maupun shalat fardhu, semisal setelah khutbah Jumat, khutbah
shalat hari raya, dan sebagainya. Istisqa jenis kedua ini tidak berbeda dengan
yang pertama, namun doa yang dipanjatkan lebih khusus dilakukan setelah shalat
dengan segala jenisnya.
Ketiga, dengan bertaubat, puasa dan shalat
Istisqa. Cara yang ketiga ini adalah cara yang paling utama, karena telah
diamalkan oleh Nabi, sahabat, Tabi’in dan generasi ulama setelahnya (Muhammad
Nawawi bin Umar al-Jawi, Nihayah al-Zain [Surabaya: al-Haramain],
hal. 111, dan Hasan bin Ahmad bin Muhammad bin Salim al-Kaf, al-Taqrirat
al-Sadidah [Pasuruan: Dar al-‘Ulum al-Islamiyyah], hal. 350).
Adapun hukum shalat Istisqa adalah sunnah
muakkadah (sunnah yang sangat dianjurkan), baik bagi laki-laki maupun
perempuan. Dan bisa berubah statusnya menjadi wajib bila diperintahkan oleh
pemerintah.
Shalat Istisqa sunnah dilakukan secara
berjamaah dan hendaknya diselenggarakan di lapangan. Segenap lapisan masyarakat
mulai dari ulama, pejabat, pebisnis, pedagang, petani, pembantu dan lainnya
hendaknya berkumpul dalam satu tempat untuk bersama-sama memanjatkan doa dan
melaksanakan shalat Istisqa. Ulama menganjurkan agar mereka keluar dengan
mengenakan pakaian sederhana yang jauh dari kesan mewah.
Tata cara shalat istisqa sama dengan shalat
Idul Fitri dan Idul Adlha, yaitu dilakukan sebanyak dua rakaat, dengan niat
shalat sunnah istisqa. Setelah takbiratul ihram pada rakaat pertama, sunnah
membaca takbir sebanyak tujuh kali. Kemudian sebelum membaca surat al-Fatihah
di rakaat kedua, sunnah membaca takbir sebanyak lima kali.
Setelah shalat istisqa, dianjurkan
melaksanakan dua khutbah seperti khutbah hari raya kecuali pada permulaan
khutbah pertama bacaan takbir diganti dengan membaca istighfar sebanyak
sembilan kali dan sebanyak tujuh kali pada khutbah kedua. Kemudian saat telah
melebihi sepertiga dari khutbah kedua khatib menghadap kiblat dan memutar
selendangnya, dengan menjadikan bagian atas di balik ke bawah dan bagian bawah
di balik ke atas serta bagian kanan dipindah ke sebelah kiri dan bagian kiri ke
sebelah kanan yang kemudian diikuti oleh para jamaaah (Syekh Abu Bakr bin
Muhammad Syatha, I’anah al-Thalibin, juz.1, Dar al-Fikr, hal. 305).
Shalat Istisqa umumnya dilakukan di siang
hari, biasanya saat terik matahari sedang panas-panasnya. Namun baru-baru ini
ada gagasan untuk melakukannya di malam hari. Sebetulnya bagaimana hukum
melaksanakan shalat Istisqa di malam hari?.
Ulama berbeda pandangan mengenai ketentuan
waktu shalat Istisqa. Pendapat pertama, seperti shalat hari raya, yaitu mulai
dari terbitnya matahari hingga masuknya waktu zhuhur. Pendapat kedua, dimulai
sejak terbitnya matahari hingga masuk waktu Ashar. Pendapat ini mirip dengan
pendapat pertama dalam hal permulaan waktunya, namun berbeda dalam penetapan
akhir waktunya. Pendapat ketiga, tidak dibatasi oleh waktu. Menurut pendapat ini,
shalat Istisqa boleh dilakukan kapan saja, baik saat pagi, siang, sore atau
malam hari. Pendapat ini adalah yang terkuat di kalangan mazhab Syafi’i,
didukung oleh mayoritas ulama dan dibenarkan oleh ulama yang pakar dalam
meneliti kajian fiqh (al-muhaqqiqin).
Ikhtilaf ketentuan waktu shalat Istisqa di
atas sebagaimana dijelaskan oleh al-Imam al-Nawawi berikut ini:
(فرع) في وقت صلاة
الاستسقاء ثلاثة أوجه (أحدها) وقتها وقت صلاة العيد وبهذا قال الشيخ ابو حامد
الاسفراينى وصاحبه المحاملي في كتبه الثلاثة المجموع والتجريد والمقنع وأبو علي
السنجي والبغوي وقد يستدل له بحديث ابن عباس السابق ولكنه ضعيف
“Pasal tentang waktu shalat istisqa. Sebuah
cabang permasalahan. Dalam waktu shalat Istisqa terdapat tiga
pendapat. Pertama, waktunya seperti shalat hari raya, ini adalah yang
dikatakan Syekh Abu Hamid al-Isfirayini dan sahabatnya, Imam al-Mahamili dalam
tiga kitabnya yaitu al-Majmu, al-Tajrid, dan al-Muqni’,
demikian pula Abu Ali al-Sinji dan al-Baghawi. Pendapat ini memakai dalil
haditsnya Ibnu Abbas yang telah lalu, namun status haditsnya lemah.”
(والوجه
الثاني) اول وقتها أول وقت صلاة العيد ويمتد إلى أن يصلي العصر وهو الذي ذكره
البندنيجي والروياني وآخرون
“Pendapat kedua,
awal waktunya adalah seperti awal waktu shalat hari raya, dan terus berlangsung
sampai shalat Ashar. Ini adalah pendapat yang dituturkan Syekh
al-Bandaniji, al-Rauyani, dan ulama-ulama lain.”
والثالث
وهو الصحيح بل الصواب أنها لا تختص بوقت بل تجوز وتصح في كل وقت من ليل ونهار إلا
أوقات الكراهة على أحد الوجهين وهذا هو المنصوص للشافعي وبه قطع الجمهور وصححه
المحققون
“Pendapat ketiga, yaitu pendapat yang
shahih bahkan pendapat yang benar, bahwa shalat Istisqa tidak terkhusus pada
satu waktu, bahkan boleh dan sah di setiap waktu, malam dan siang kecuali
waktu-waktu yang dimakruhkan menurut salah satu dua wajah. Ini adalah pendapat
yang ditegaskan Imam al-Syafi’i, dipastikan oleh mayoritas ulama dan disahihkan
oleh para ulama muhaqqiqin.” (Syekh Abu Zakariyya Yahya bin Syaraf
al-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab, juz.6, hal.107 dan 108, cetakan
Dar al-Kutub al-Ilmiyyah-Bairut).
Simpulannya, melaksanakan shalat Istisqa di
malam hari adalah diperbolehkan menurut pendapat shahih dalam mazhab Syafi’i.
Meski ada pendapat lain yang melarangnya, namun hendaknya tidak perlu
diingkari, karena tergolong masalah yang diperselisihkan di kalangan ulama,
terlebih pendapat yang membolehkan adalah pendapat yang kuat di kalangan ulama
Syafi’iyyah. Mari bersama-sama berdoa agar negeri kita segera diberi hujan dan
hindari perdebatan receh yang semakin menjauhkan kita rahmat-Nya. []
Ustadz M. Mubasysyarum Bih, Dewan Pembina
Pondok Pesantren Raudlatul Quran, Geyongan, Arjawinangun, Cirebon, Jawa Barat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar