Tata Cara Khutbah Shalat
Istisqa
Shalat sunnah istisqa dan khutbah setelah
Shalat Istisqa disyariatkan dalam agama Islam sebagai bentuk permohonan ampun
kepada Allah. Shalat ini dianjurkan ketika masyarakat mengalami musim panas
yang berkepanjangan sehingga pasokan air berkurang.
Allah swt berfirman:
فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا يُرْسِلِ السَّمَاء عَلَيْكُم مِّدْرَارًا وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَل لَّكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَل لَّكُمْ أَنْهَارًا
Artinya, “Maka aku katakan kepada mereka, ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, –sungguh Dia adalah Maha Pengampun–, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) sungai-sungai untukmu,’” (Surat Nuh ayat 10-12).
Syekh Ibnu Hajar Al-Asqalani mengutip hadits
Rasulullah saw perihal praktik Shalat Istisqa dalam karyanya, Bulughul Maram,
sebagai berikut:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: خَرَجَ اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم مُتَوَاضِعًا, مُتَبَذِّلًا, مُتَخَشِّعًا, مُتَرَسِّلًا, مُتَضَرِّعًا, فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ, كَمَا يُصَلِّي فِي اَلْعِيدِ, لَمْ يَخْطُبْ خُطْبَتَكُمْ هَذِهِ رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ, وَصَحَّحَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ, وَأَبُو عَوَانَةَ, وَابْنُ حِبَّانَ
Artinya, “Sahabat Ibnu Abbas ra berkata, Nabi Muhammad saw keluar rumah dengan rendah diri, berpakaian sederhana, khusyu’, tenang, berdoa kepada Allah. Lalu ia shalat dua rakaat seperti pada shalat hari raya. Ia tidak berkhutbah seperti pada shalat hari raya. Ia tidak berkhutbah seperti khutbahmu ini.” (HR Imam Lima dan dinilai shahih oleh At-Tirmidzi, Abu Awanah, dan Ibnu Hibban).
Adapun khutbah Shalat Istisqa sedikit berbeda
dari khutbah pada umumnya. Khutbah istisqa dibuka dengan istighfar, bukan
dengan takbir sebagaimana keterangan berikut ini:
ثم يخطب الإمام خطبتين بعدهما الركعتين، يستغفر الله الكريم في افتتاح الأولى تسعا و في افتتاح الثانية سبعا وصيغة الاستغفار أَسْتَغفِرُ اللهَ العَظِيْمَ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الحَيُّ القَيُّوْمُ وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ
Artinya, “Kemudian imam berkhutbah dua kali setelah shalat dua rakaat, lalu ia beristighfar sebanyak sembilan kali pada pembukaan khutbah pertama, dan sebanyak tujuh kali pada pembukaan khutbah kedua. Adapun lafal istighfarnya adalah ‘Astaghfirullahal azhim, la ilaha illa huwal hayyul qayyum, wa atubu ilaihi,’” (KH Afifuddin Muhajir, Fathul Mujibil Qarib, [Situbondo, Maktabah Al-As‘adiyah: 2014 M/1434 H], cetakan pertama, halaman 63).
Dari sini dapat dibuat rangkaian susunan
pelaksanaan shalat dan khutbah istisqa sebagai berikut:
Pertama, pemerintah mengumumkan pelaksanaan
Shalat Istisqa selama 4 hari ke depan.
Kedua, masyarakat disunnahkan berpuasa bersama selama 4 hari. Selama berpuasa pada tiga hari pertama, pemerintah dan masyarakat dianjurkan untuk bertobat, bersedekah, berhenti dari kezaliman/mengembalikan hak-hak orang lain yang telah dirampas, dan mengadakan rekonsiliasi atas sengketa dan konflik dengan pihak lain.
Ketiga, pada hari keempat, masyarakat kumpul
bersama untuk melakukan Shalat Istisqa sebanyak dua rakaat. Masyarakat
dianjurkan untuk mengenakan pakaian biasa, bukan pakaian mewah. Masyarakat juga
dianjurkan untuk keluar rumah dengan penuh kerendahan hati dan menunjukkan
kefakiran kepada Allah swt sebagai penguasa hujan.
Masyarakat diharapkan semua berkumpul
bersama, baik orang dewasa, lansia, dan juga anak-anak. Masyarakat juga
dianjurkan untuk membawa hewan ternak karena yang berkebutuhan atas air adalah
semua makhluk hidup, bukan hanya manusia.
Keempat, setelah shalat dua rakaat dengan
bacaan lantang/jahar, khatib naik ke mimbar untuk berkhutbah sebanyak dua kali
sebagaimana biasa. Hanya saja, pada pembukaan khutbah pertama, khatib
disunnahkan membaca istighfar sebanyak 9 kali. Pada pembukaan khutbah kedua,
khatib membaca istighfar sebanyak 7 kali.
Lafal istighfar pembukaan khutbah Shalat
Istisqa adalah sebagai berikut:
أَسْتَغفِرُ اللهَ العَظِيْمَ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الحَيُّ القَيُّوْمُ وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ
Astaghfirullahal azhim, la ilaha illa huwal hayyul qayyum, wa atubu ilaihi
Artinya, “Aku meminta ampun kepada Allah yang maha agung. Tiada tuhan selain Dia yang Maha Hidup dan Maha Tegak. Aku bertobat kepada-Nya.”
Kelima, khatib disunnahkan memutar selendang
atau serban yang diselempangkan di bahunya sehingga sisi serban yang posisi di
atas menjadi di bawah, kemudian memindahkannya ke bahu yang lain.
Praktik pemutaran dan pemindahan serban
merupakan bentuk tafa’ul, sejenis doa agar keadaan berubah dari paceklik
berkepanjangan menjadi turunnya air hujan.
Keenam, khatib disunnahkan memperbanyak doa
baik sir dan jahar. Ketika khatib membaca dia secara lantang, maka jamaah
Shalat Istisqa mengamininya. Dalam membaca doa, khatib juga dianjurkan untuk
bertawasul
Ketujuh, khatib disunnahkan memperbanyak membaca istighfar. Pada prinsipnya, syarat dan rukun khutbah Shalat Istisqa sama saja dengan syarat dan rukun khutbah Jumat dan Shalat Id. Artinya, sejauh syarat dan rukun khutbahnya terpenuhi, maka khutbah Shalat Istisqa tetap sah. Wallahu a’lam.[]
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar