Kaum musyrik Quraisy mengalami kekalahan telak saat Perang Badar melawan pasukan umat Islam. Pada Perang Badar, jumlah pasukan kaum musyrik yang meninggal mencapai 70 orang–termasuk Abu Jahal, Begitu pula yang tertawan (dari total pasukan 1.300 orang). Sementara dari pihak umat Islam, ada 14 sahabat –enam dari kaum Muhajirin dan delapan Ansor-yang gugur dalam pertempuran tersebut. Padahala jumlah pasukan Muslim dalam Perang Badar hanya 300 orang lebih sedikit.
Kekalahan pada Perang Badar membuat kaum musyrik Quraisy semakin terjepit dalam hal perdagangan. Mereka tidak bisa lagi berdagangan ke Irak dan Syam karena jalur perdagangannya ditutup pasukan umat Islam. Sebetulnya mereka tetap bisa melewati jalur perdagangan tersebut, asal membayar upeti kepada pasukan umat Islam. Namun mereka enggan melakukannya.
Ditambah semakin banyak orang yang memeluk Islam. Hal itu membuat kemarahan dan kedengkian kaum musyrik Makkah terhadap umat Islam semakin memuncak. Para elit kaum musyrik kemudian mengumpulkan dana dan memprovokasi masyarakat Makkah untuk melakukan misi balas dendam terhadap umat Islam. Abu Sufyan didaulat menjadi pemimpin ‘pasukan balas dendam.’
Tidak tanggung-tanggung, jumlah pasukan balas dendam tiga kali lebih banyak daripada saat Perang Badar. Para elit kaum musyrik berhasil mengumpulkan 3.000 pasukan, 3.000 ekor unta, dan 200 ekor kuda. Setelah semuanya siap, mereka berangkat ke Madinah untuk membalas dendam terhadap umat Islam.
Ketika pasukan kaum musyrik tiba di al-Abwa–sebuah daerah yang terletak sekitar 37 kilometer dari Madinah, beberapa orang mengusulkan agar makam ibunda Nabi Muhammad, Sayyidah Aminah, dibongkar.
Usulan itu dimaksudkan sebagai aksi balas dendam terhadap Nabi Muhammad, orang yang selama ini mereka musuhi dan tentang. Iya, Sayyidah Aminah memang dimakamkan di al-Abwa setelah jatuh sakit dalam perjalanan pulang, dari Madinah ke Makkah, bersama dengan Muhammad kecil dan Ummu Aiman.
Merujuk buku Membaca Sirah Nabi Muhammad saw Dalam Sorotan Al-Qur’an dan Sunnah (M Quraish Shihab, 2018) di antara pasukan kaum musyrik tersebut ada yang menolak usulan pembongkaran makam Sayyidah Aminah tersebut. Alasan penolakannya adalah, dikhawatirkan hal itu –pembongkaran makam- akan menjadi tradisi baru di tengah suku-suku Arab lainnya yang memiliki dendam akibat saling membunuh keluarga.
Sementara Abbas bin Abdul Muthalib –paman Nabi Muhammad--langsung mengirimkan surat kepada Nabi perihal usulan tersebut. Nabi meminta Ubay bin Ka’ab untuk membacakan isi surat dari pamannya itu. Terkait informasi dari pamannya itu, Nabi Muhammad mengutus beberapa orang untuk–secara bertahap--untuk mengecek kebenarannya. Benar saja, utusan Nabi memberi tahu bahwa ribuan pasukan kaum musyrik Quraisy sudah tiba di pinggir Kota Madinah.
Nabi Muhammad kemudian segera mengumpulkan para sahabatnya dan menggelar musyawarah perihal bagaimana menghadapi pasukan balas dendam yang jumlahnya begitu besar dan amunisi perangnya cukup lengkap tersebut. Apakah menanti kedatangan mereka hingga masuk ke Kota Madinah atau melawan mereka di luar kota? Setelah ditimbang maslahat dan mudaratnya, maka Nabi Muhammad dan para sahabat sepakat untuk meladeni pasukan balas dendam kaum musyrik Quraisy di luar Kota Madinah.
Singkat cerita, meletuslah perang antara pasukan umat Islam dan pasukan kaum musyrik Quraisy di dekat Bukit Uhud. Oleh sebab itu, peperangan ini disebut dengan Perang Uhud. Semula kemenangan sudah mendekat kepada pasukan umat Islam. Namun, karena pasukan pemanah meninggalkan posnya –di atas bukit- dan ikut turun ke bawah untuk mengambil bagian ghanimah, maka akhirnya pasukan kaum musyrik berhasil memukul mundur pasukan umat Islam. []
(A Muchlishon Rochmat)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar