NU dan Khittah
Proklamasi
Oleh: Hayi Abdus
Sukur
Keterlibatan
Nahdlatul Ulama’ (NU) dalam memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaandan
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tak diragukan lagi dalam
sejarah bangsa ini. Pandangan keagamaan yang moderat menjadi inspirasi bagi
Nahdlatul Ulama’ dalam merumuskan azas, ideologi, kebijakan strategis dan
gerakan taktis organisasi demi kepentingan persatuan dan kesatuan bangsa.
Peran kiai-kiai NU
menjadi faktor penentu dalam beberapa peristiwa heroik menjelang proklamasi
kemerdekaan NKRI pada tanggal 17 Agustus 1945. KH Muhammad Hasyim Asy’ari
selaku pendiri Nahdlatul Ulama’ mampu mengorganisir para santri menjadi barisan
pertahanan rakyat yang tergabung dalam pasukan Hizbullah (tentara Allah) dan
Sabilillah (jalan Allah). Laskar Hizbullah yang merupakan golongan muda dengan
pimpinan militernya KH Zaenul Arifin dan Sabilillah dari golongan tua dipimpin
oleh KH Masykur.
Untuk mencapai
kemerdekaan dan mempertahankannya, mutlak diperlukan pemuda-pemuda yang
terampil berperang dengan menggunakan senjata. Kiai-kiai NU berusaha memasukkan
pemuda-pemuda muslimdalam pasukan Pembela Tanah Air (PETA). Bahkan menurut
penelitian Agus Sunyoto, dari enam puluh bataliyon tentara PETA hampir separuh
komandannya adalah kiai.
Menjelang proklamasi
kemerdekaan, keterlibatan KH Abdul Wahid Hasyim dalam Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) memiliki arti penting dalam menjaga keragaman
budaya, etnis bahkan agama. Perdebatan sengit tentang Piagam Jakarta dapat
diselesaikan dengan baik karena pandangan keislamannya yang luas tanpa harus
terjebak pada pada formalisasi ajaran agama.
Di samping itu,
tantangan paska proklamasi datang silih berganti seiring dengan kalahnya Jepang
pada Sekutu. Belanda kembali ingin merebut kedaulatan NKRI melalui pasukan
Netherlands Indies Civil Administration (NICA). Puncaknya, setelah bersidang di
Surabaya pada 21-22 Oktober 1945, KH Hasyim Asy’ari mengeluarkan fatwa
mengejutkan di tengah banyak keraguan dan ketidaktahuan banyak orang tentang
proklamasi.
Substansi fatwa yang
heroik itumenyatakanbahwa Proklamasi Kemerdekaan 17 agustus 1945 adalah sah
hukumya, Indonesia telah sah menjadi negara berdaulat sendiri yang terpisah
dari Kerajaan Belanda. Sehingga wajib hukumnya melawan Belanda melalui
NICA yang mencoba merebut kedaulatan NKRI.Fatwa pendiri NU ini mendapat respon
positif rakyat, bahkan menyentuh hati pemuda Surabaya yang kemudian terjadi
peristiwa 10 November 1945.
Tak hanya itu,
Nahdlatul Ulama’ berperan sebagai garda bangsa dalam menjaga, memegang teguh
serta menjunjung tinggi amanah proklamasi di atas kepentingan kelompok,
etnis, agama maupun kepentingan politikyang berkonspirasi dengan luar
negeri.Seperti Musi Manowaryang memproklamasikan kemerdekaan Republik Soviet
Indonesia di Madiun (18 September 1948).Cristiaan Soumokil yang ingin
memisahkan diri dari Indonesia dengan memproklamasikan Republik Maluku Selatan
di Ambon (25 April 1950).
Gerakan separatis di
Sulawesi dan Sumatera (15 Februari 1958), Organiasi Papua Merdeka (1 Juli 1971)
wilayah paling timur yang berkepentingan untuk menjadi negeri sendiri.
Belum lagi gerakan membangun Negara Islam yang diproklamasikan oleh SM
Kartosoewirjo di Jawa Barat dan di ikuti oleh Kahar Muzakar di Sulawesi
Selatan.Bahkan sejarah yang tetap kontroversial hingga saat ini yaitu gerakan
30 September 1965 yang mencoba menggulingkan bahkan mengubah hari kemerdekaan
agar sama dengan proklamasi China 1 Oktober 1949.
Keinginan sebagian
golongan untuk memisahkan diri dan merubah pondasi dasar negara sejak
kelahirannya 17 Agustus 1945 tak pernah usai. Nuansa ini juga terasa pada
pertengahan tahun 1980-andan paska reformasi ketika ada semangat untuk
mendirikan sebuah negara berdasarkan agama tertentu.
Bagi Nahdlatul Ulama’
tidak boleh ada bentuk negara apapun, termasuk negara berdasarkan Islam
atau syariah di negeri ini. Sebagaimana diformulasikan dalam Muktamar NU
di Situbondo tahun 1984 dengan tegas menyatakan bahwa NKRI yang berlandaskan
Pancasila dan UUD 1945 adalah bentuk final perjuangan umat Islam.
Keragaman etnis,
adat-istiadat, budaya dan agama cermin kekuasaan Sang Pencipta Yang Maha Esa.
Pancasila dan UUD 1945 adalah jawaban final terhadap tantangan kehidupan
berbangsa dan bernegara yang menjamin pluralitas rakyat Indonesia. Bukan negara
agama, tetapi menjamin kebebasan beragama seluruh rakyatnya.
Indonesia adalah
negara ke-Tuhanan yang memelihara budi pekerti, semangat kemanusian, persatuan,
permusyawaratan dan keadilan sosial yang menjadi cita-cita luhur bangsa.
Sehingga tugas warga NU dan warga Indonesia adalah tetap menjaga khittah
proklamasi yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 sebagaimana amanah
perjuangan para founding fathers yang telah bersusah payah memperjuangkan
kedaulatan bangsa dan negara dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika. []
NU ONLINE, 17 Agustus
2017
Hayi Abdus Sukur |
Pengurus Lakpesdam NU Bondowoso, Jawa Timur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar