Sebuah hadits menyebutkan bahwa doa anak yang saleh, salah satuunya, dapat berguna bagi kedua orang tuanya yang sudah meninggal dunia. Hadits tersebut hanya menyebutkan doa anak yang saleh. Tetapi hadits tersebut tidak menyebutkan efek doa anak yang tidak saleh bagi kedua orang tuanya yang telah meninggal dunia.
Sebelum masuk ke dalam pembahasan doa anak yang tidak saleh, ada baiknya kita
kutip hadits riwayat Bukhari dan Muslim yang menyebutkan amal yang terus
berlanjut meski seseorang telah meninggal dunia.
عن
أبي هريرة أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال إذا مات الإنسان انقطع عمله إلا من
ثلاثة صدقة جارية أو علم ينتفع به أو ولد صالح يدعو له
Artinya, “Dari sahabat Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda, ‘Bila
seseorang meninggal dunia, maka amalnya terputus kecuali berasal dari tiga hal,
yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang
mendoakannya,’” (HR Bukhari dan Muslim).
Benar sekali bahwa hadits riwayat Bukhari dan Muslim ini tidak menyebut doa
anak yang tidak saleh. Apakah Allah hanya mencatat aliran pahala dari doa anak
yang saleh. Sedangkan doa anak yang tidak saleh ditolak karena
ketidaksalehannya?
Masalah ini menarik perhatian Imam Al-Ghazali. Dalam Kitab Ihya Ulumiddin, Imam
Al-Ghazali membantah klaim sebagian orang yang mengatakan bahwa doa anak yang
tidak saleh bagi kedua orang tuanya tidak berguna karena ketidaksalehannya
sebagaimana keterangan hadits Bukhari dan Muslim tersebut.
Imam Al-Ghazali mengakui bahwa hadits itu hanya menyebutkan doa anak yang
saleh. Tetapi secara umum, kesalehan itu melekat pada anak-anak orang yang
beriman, terlebih anak orang-orang yang teguh dalam beragama. Mereka dapat
dikatakan sebagai anak yang saleh meski juga melakukan dosa dan berbuat fasik.
وقول
القائل إن الولد ربما لم يكن صالحا لا يؤثر فإنه مؤمن والصلاح هو الغالب على أولاد
ذوي الدين لا سيما إذا عزم على تربيته وحمله على الصلاح وبالجملة دعاء المؤمن
لأبويه مفيد برا كان أو فاجرا فهو مثاب على دعواته وحسناته فإنه من كسبه وغير
مؤاخذ بسيئاته فإنه لا تزر وازرة وزر أخرى
Artinya, “Seseorang berkata, ‘Anak kadang tidak saleh sehingga doanya tidak
berpengaruh bagi kedua orang tua. Padahal ia mukmin.’ Kesalehan sudah umum pada
keturunan orang beragama, terlebih kalau orang bertekad mendidik dan
mengantarkannya pada kesalehan. Secara global, doa orang beriman untuk kedua
orang tuanya tetap berguna baik ia anak berbakti maupun anak durhaka. Kedua orang
tuanya akan tetap diberi pahala atas doa dan kebaikan anaknya karena itu bagian
dari ikhtiarnya dan ia tidak akan disiksa karena dosa keturunannya. Pasalnya
setiap orang tidak menanggung dosa orang lain,” (Imam Al-Ghazali, Ihya
Ulumiddin, [Beirut, Darul Fikr: 2018 M/1439-1440 H], juz II, halaman 30).
Imam Al-Ghazali berpijak pada Surat At-Thur ayat 21 di dalam membangun
argumentasinya. Ia mengutip Surat At-Thur ayat 21.
وَٱلَّذِينَ
ءَامَنُوا۟ وَٱتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُم بِإِيمَٰنٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ
ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَآ أَلَتْنَٰهُم مِّنْ عَمَلِهِم مِّن شَىْءٍ ۚ كُلُّ ٱمْرِئٍۭ
بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ
Artinya: “Orang-orang yang beriman, dan anak cucu mereka mengikuti mereka dalam
keimanan, Kami hubungkan keturunan mereka dengan mereka, dan Kami tiada
mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat pada
apa yang dikerjakannya,” (Surat At-Thur ayat 21).
Menurut Imam Al-Ghazali, Allah berdasarkan Surat At-Thur ayat 21 tidak akan
mengurangi pahala kedua orang tua yang telah meninggal karena amal fasik dan
dosa yang diperbuat anaknya yang masih hidup. Sebaliknya, Allah menjadikan
kehidupan anak mereka sebagai tambahan pahala bagi kedua orang tuanya.
(Al-Ghazali, 2018 M/1439-1440 H], II/30). Wallahu a’lam. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar