Di dalam pasar modal, ada beberapa efek yang diperdagangkan, antara lain adalah saham, obligasi, Efek beragun Aset (EBA), Reksadana, Sukuk, Dana Investasi Real Estate (DIRE) dan lain sebagainya. Setidaknya, OJK (Otoritas Jasa Keuangan) menggariskan ada 7 produk yang bisa diperdagangkan.
Dari ketujuh produk tersebut, dua mekanisme berdagang dipergunakan, yaitu sistem lelang dan sistem langsung tawar menawar. Sistem lelang perdagangan efek terjadi pada dua pasar, yaitu pasar regular tunai dan pasar reguler. Adapun sistem langsung tawar menawar terjadi pada pasar negosiasi.
Sistem penjualan secara lelang, menghasilkan pola pemasaran lain sebagai turunan. Turunan itu adalah forex, swap, option, future dan forward. Kita cermati terlebih dahulu sifat dan ciri dari sistem lelang ini, yaitu:
1. Sistem lelang itu terbentuk karena ada dagangan yang ditawarkan dan ada penawar.
2. Kesepakatan deal antara penawaran dan yang ditawar, akan terbentuk sifat non real time melainkan berjangka waktu dengan final ketika sesi tawaran itu diambil oleh penawar
3. Di dalam sistem online, karena lelang penawaran terjadi berjangka waktu (future) dan "terus menerus berjalan" (continuously/24 non stop), maka transaksi berlangsung spekulatif.
4. Jangka waktu yang tersedia dalam pasar reguler tunai dan pasar reguler berlangsung cepat. Cepatnya pergerakan inilah yang mendasari adanya trading.
Jadi, trading dalam hal ini bermakna transaksi jual atau beli efek dengan sistem lelang yang terjadi dalam jangka waktu pendek dan berlangsung terus menerus (24 jam non stop).
Ada beberapa hal yang mempengaruhi trading ini, antara lain :
1. Efek yang dipilih untuk dibeli
Adanya ketentuan berupa efek yang dipilih ini maka selanjutnya memunculkan turunan dari investasi, yaitu trading. Turunan berdasarkan selisih kurs disebut dengan forex. Turunan berdasarkan "pilihan efek" melahirkan sistem opsi. Turunan investasi berdasarkan selisih suku bunga disebut swap. Turunan dari selisih harga kini dan harga mendatang yang dipesan waktu kini disebut future. Selisih harga kini dan harga mendatang yang ditetapkan berdasar harga mendatang disebut forward.
Ada tiga pilihan efek dalam hal ini, yaitu:
a. Efek lapis pertama atau yang disebut dengan istilah blue chip. Efek ini biasanya ditengarai oleh sistem yang sudah mapan dari perusahaan. Bagi orang yang berminat untuk investasi, umumnya lebih memilih trading dalam kelompok lapis ini karena harganya cenderung stabil. Hanya hal-hal yang sifatnya berat dapat mempengaruhi pergerakan turunnya, misalnya isue keamanan, politik, perang, dan lain sebagainya
b. Efek lapis kedua dan efek lapis pertama (initial public offer / IPO). Kelompok ini dihuni oleh perusahaan pemula yang baru masuk ke dalam pasar bursa. Sebagai pemain awal, sudah barang tentu "efek" yang dimilikinya akan banyak mengundang sentimen positif atau sebaliknya sentimen negatif pasar. Itulah sebabnya, harga efek ini cenderung fluktuatif. Dengan cepat ia bisa meroket naik, dan sebaliknya ia bisa meroket turun. Fluaktuatifnya harga efek ini yang digemari oleh para trader karena bisa dengan cepat mendapatkan untung, atau sebaliknya terlempar dari peredaran, risiko fluktuasi.
2. Risiko yang tinggi dibanding investasi
Dengan basic pola penjualan sistem lelang di pasar reguler tunai dan pasar reguler, serta tabiat pelaku pasar yang gemar berburu IPO drngan risiko fluaktuatif yang tinggi, maka trading efek memiliki risiko yang tinggi dibanding investasi. Unsur spekulatifnya cenderung tinggi di tengah ketidakstabilan harga. Bisa saja hari ini harga efek naik, dan esok harinya turun secara tiba-tiba.
Kenaikan dan penurunan harga efek tidak bisa diprediksi. Tidak ada yang pernah tahu sampai kapan harga efek itu naik dan kapan turunnya. Hal ini yang membedakannya dengan investasi, mengingat investasi memanfaatkan efek dari perusahaan yang cenderung stabil dan konstan dalam pasarannya. Prediksi naik dan turun tidak dipengaruhi oleh unsur spekulatif, melainkan dipengaruhi oleh faktor-faktor yang benar-benar krusial sehingga dapat mempengaruhi ekonomi suatu negara.
3. Kepandaian memanfaatkan waktu untuk buy and sell dan buy and hold
Investasi memiliki prinsip buy and hold, yaitu setelah membeli efek, langkah berikutnya adalah menahannya hingga beberapa waktu lamanya. Berbeda dengan trading, yang memiliki prinsip buy and sell, yaitu setelah membeli, langkah berikutnya adalah memikirkan kapan menjualnya. Itulah sebabnya dalam trading, perputaran efek berlangsung sedemikian cepat.
Di dalam trading, informasi berkaitan dengan situasi politik, ekonomi, bencana di suatu negara tidak banyak menjadi pertimbangan. Hal ini berbeda dengan investasi. Situasi politik dan bencana, dapat berpengaruh besar. Bahkan musim dan iklim yang terjadi di suatu wilayah negara, dapat berpengaruh besar. Selain itu, pengalaman produsen dalam berusaha dan mengelola efek, sangat berpengaruh terhadap laju investasi efek. Itulah sebabnya, pasaran trading efek, cenderung rawan dengan istilah perusahaan fiktif. Ada wujud efek, tapi perusahaannya tidak ada. Sementara itu dalam investasi, perusahaan yang mengeluarkan efek sudah pasti terverifikasi keberadaannya dan jalur usahanya.
Nah, dengan indikasi ini, maka paling tidak bagi pelaku trading harus banyak - banyak memperhatikan situs brokernya. Apakah brokernya itu adalah broker resmi ataukah broker abal-abal. Jika broker resmi, peluang bagi selamatnya dana trader mungkin masih besar. Berbeda halnya jika situs brokernya itu abal-abal. Jangan-jangan hanya merupakan judi online. Wa 'iyâdzu billâh.
4. Analisis teknik perdagangan efek
Bagaimanapun juga, baik dalam pasar reguler maupun pasar negosiasi, ada sebuah nomenklatur analisis teknik perdagangan efek. Basis keduanya sama, yaitu pergerakan harga.
Jika anda buka situs broker tertentu, umumnya anda akan disajikan instrumen analisis pergerakan harga. Biasanya tampilannya berbentuk skala, dan merupakan hasil refleksi dari analisis robotik. Jadi, wujudnya adalah analisis otomatis dengan instrumen analisis berupa mesin. Nah, begitu pula cerminan analisis pergerakan di pasaran bursa. Setiap saat anda bisa disuguhi dengan tampilan itu. Dan yang mengerti hanya orang-orang khusus. Sejauh ini, penulis hanya mengikuti laporan-laporan dari media saja. Penulis belum sepenuhnya terjun di dalamnya.
Yang perlu digaris bawahi adalah, bahwa pada pasar efek negosiasi, ada saat penutupan harga. Namun, dalam pasaran online (pasar reguler), pergerakan itu senantiasa berjalan terus menerus 24 jam non stop (continuously).
Berangkat dari memandang kedua instrumen ini, maka kita tarik pemahaman mengenai investasi dan trading itu. Investasi ada saatnya untuk hold (menahan diri) karena tutupnya pasar. Sementara dalam trading, orientasi utamanya adalah mencari peluang selisih harga. Peluang ini tercipta sepanjang waktu. Lain halnya dengan investasi. Peluang menjual hanya bisa dilakukan manakala pasarnya belum tutup. Jika sudah tutup, maka pelaku harus menunggu keesokannya lagi ketika pasar negosiasi kembali dibuka. Jadi, ada setidaknya kesempatan tertahannya harga efek selama semalam (untuk investasi). Namun untuk trading, tidak ada istilah menginap. Selalu dan selalu mencari peluang menjual atau membeli efek.
Usaha mencari peluang dengan akibat adanya masa penahanan ini melahirkan rumus analisa teknik. Lain halnya dengan trading, rumusan ini hanya dilakukan dengan membaca skala robotik saja. Jadi, bisa dikatakan bahwa trading tidak memerlukan rumus. Itulah sebabnya unsur spekulatif pada trading itu sangat tinggi dibandingkan rumusan pada skala investasi.
Walhasil, ceruk perbedaan hukum antara investasi dan trading adalah terletak pada spekulasinya. Unsur spekulatif yang tinggi ini menyerupai maisir yang merupakan unsur utama judi. Itulah sebabnya, MUI lewat Fatwa Dewam Syariah Nasionalnya memutuskan trading forex, swap, option, future, forward dipandang sebagai haram. Berbeda dengan investasi. Anda beli dolar sekarang, kemudian besok anda jual kembali dolar, asalkan itu langsung dan melalui negosiasi, maka hal itu diperbolehkan. Sistem ini disebut sistem spot. Sekali lagi, semua ini disebabkan adanya rumus yang melahirkan angka pasti (maklum) yang membedakan dirinya dari sifat spekulatif (maisir/judi).
Nah, sekarang bagaimana maslahat memandangnya? Kiranya untuk pertanyaan ini dibutuhkan analisa yang lebih mendalam lagi. Pertimbangan khusus utamanya pada pendapat al-Ghazali bahwa krisis itu sejatinya adalah akibat perdagangan uang. Namun, kita juga tidak menutup kemungkinan memandang bahwa dunia ini dipenuhi oleh spekulan pasar. Apakah generasi muslim cukup hanya akan bertahan sebagai korban aksi spekulan itu, sementara aksi spekulan itu tak bisa dicegah? Atau ia balik menyerbu pasar dengan aksi spekulan serupa namun dengan siasat, memborong saham muslim? Bank Muamalat dan beberapa Bank yang bergerak dalam syariah itu ada di pasar modal. Apakah kita akan membiarkan saja jikalau efek yang dimilikinya diserbu dan dikuasai oleh spekulan non muslim? Tentu tidak bukan? Jika tidak, lantas apa solusinya?
Wallahu a'lam bish shawab. []
Ustadz Muhammad Syamsudin, Peneliti Bidang Ekonomi Syariah Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar