Rabu, 19 Juni 2019

Saat Belanda Mengkriminalisasi Pesantren Tebuireng


Saat Belanda Mengkriminalisasi Pesantren Tebuireng

Pondok Pesantren Tebuireng Jombang, Jawa Timur merupakan mercusuar perjuangan umat Islam dan rakyat Indonesia yang didirikan Hsdlratussyekh Muhammad Hasyim Asy’ari pada 1899 M beberapa waktu setelah kepulangannya dari Makkah. Komitmen, janji, dan sumpah Kiai Hasyim saat di Multazam tidak hanya untuk mengembangkan ilmu agama Islam, tetapi juga membebaskan bangsa Indonesia dari kungkungan penjajahan.

Dari Pesantren Tebuireng ini, kemudian dihimpun calon-calon pejuang Muslim yang tangguh, yang mampu memelihara, melestarikan, mengamalkan, dan mengembangkan ajaran Islam ke seluruh pelosok Nusantara. Kiai Hasyim juga berhasil mengawali perjuangan kultural rakyat Indonesia melalui pesantren.

Dari fakta tersebut, tidak heran ketika gerik-gerik KH Hasyim Asy’ari tidak pernah luput dari sorotan spionase atau mata-mata Belanda kala itu. Resistensi ini menambah tantangan dakwah Pesantren Tebuireng yang makin tidak mudah. Karena di awal pendiriannya saja, Kiai Hasyim harus menghadapi berbagai macam rintangan, bahkan marabahaya yang tidak jarang mengancam nyawanya karena beliau harus menghadapi para jawara setempat.

Belanda memahami, Kiai Hasyim Asy’ari merupakan sosok ulama besar yang kemasyhurannya telah diakui oleh tokoh-tokoh di daerah lainnya. Menyerang secara frontal justru akan menjadi blunder bagi eksistensi kolonial. Sebab, itu berbagai macam cara dilakukan oleh Belanda untuk menghilangkan jejak Pesantren Tebuireng, sebagai basis dan wadah pergerakan nasional. Upaya politisasi oleh Belanda terus diupayakan dengan sejumlah tuduhan-tuduhan.

Choirul Anam dalam Pertumbuhan dan Perkembangan Nahdlatul Ulama (2010) mengungkapkan bahwa beberapa pembesar Belanda seringkali menyambangi Tebuireng dengan membawa tuduhan bermacam-macam. Tuduhan yang biasa dilontarkan ialah Pesantren Tebuireng telah mengadakan kerusuhan, pemberontakan, dan pembunuhan. Setiap terjadi pembunuhan di sekitar Jombang, pasti santri Tebuireng yang menjadi sasaran kriminalisasi oleh Belanda.

Tuduhan tidak berdasar dan mengada-ada tersebut bertujuan mengerdilkan peran Pesantren Tebuireng. Dari situ Pemerintah Hindia-Belanda kerap kali mengirimkan semacam teguran yang ada pada intinya meminta KH Hasyim Asy’ari menghentikan seluruh kegiatan dan aktivitas pesantren.

Melihat perlakuan Hindia-Belanda yang semakin kentara ingin menghentikan peran Pesantren Tebuireng, Kiai Hasyim Asy’ari tidak terpengaruh, tidak pula khawatir. Bahkan kondisi tersebut makin memperkuat daya perjuangan Kiai Hasyim dan para santrinya untuk betul-betul melawan penjajah. Perlakuan Belanda kepada Tebuireng tersebut juga makin membuka mata masyarakat akan perlawanan terhadap penjajah sehingga mereka juga tergerak ikut berjuang.

Pesantren Tebuireng semakin masyhur di telinga masyarakat akan perlawanan sosok Kiai Hasyim Asy’ari terhadap Belanda. Hal itu membuat pihak Belanda merasa perlu untuk mencari jalan pintas dalam menghentikan kegiatan Pesantren Tebuireng.

Choirul Anam mencatat, sekitar tahun 1913 Pondok Pesantren Tebuireng diserang secara membabi buta oleh Belanda. Bangunan pondok dihancurkan hingga berkeping-keping. Kitab-kitab agam yang diajarkan di pondok pesantren dirampas dan sebagian dimusnahkan. Namun, sampai sejauh itu tidak dijelaskan mengenai jatuhnya korban jiwa.

Keganasan penjajah Belanda tersebut didukung oleh pemberitaan bohong untuk melegitimasi gerakannya. Karena pemberitaan sepihak oleh Belanda yang beredar ialah Pesantren Tebuireng merupakan markas pemberontak dan pusat ekstrimis Muslim. Padahal, itu tidak lain karena Pesantren Tebuireng pimpinan KH Hasyim Asy’ari menjadi ancaman eksistensi kolonialisme Belanda.

Atas kekejian dan fitnah tersebut, Kiai Hasyim tidak satu langkah pun mundur untuk melawan penjajahan. Karena keganasan Belanda tersebut sekaligus menjadi gambaran kekejaman mereka selama ini terhadap bangsa Indonesia. Sebab itu, kepada para santri, Kiai Hasyim Asy’ari berkata: “Kejadian ini justru menambah semangat kita untuk terus berjuang menegakkan Islam dan Kemerdekaan (Indonesia) yang hakiki”. []

(Fathoni)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar