Bagaimana Pembagian Warisan
Istri yang Meninggalkan Utang?
Pertanyaan:
Assalamu 'alaikum wr. wb.
Redaksi NU, ada yang ingin saya tanyakan
perihal warisan. Saya dan almarhum istri saya menikah selama 14 tahun dan tidak
memiliki anak. Setelah setahun almarhumah istri saya meninggal dunia, tiba-tiba
kakak ipar laki-laki (kakak dari almarhumah istri) saya menanyakan harta
gana-gini dari pernikahan saya dan almarhumah istri saya.
Yang ingin saya tanyakan adalah bagaimana hukum
waris dalam Islam untuk hal ini, almarhumah istri saya masih memiliki kedua
orang tua dan satu orang kakak laki-laki? Ternyata almarhum istri saya memiliki
sangkutan pinjaman uang dengan orang tuanya tanpa sepengetahuan saya, setelah
kedua ortunya memberitahu ke saya dan saya diminta untuk melunasinya. Apakah
saya wajib melunasinya? Demikian pertanyaan dari saya, sebelumnya saya ucapkan
terima kasih. Assalamu 'alaikum wr. wb.
Febrianto - 085959560xxx
Jawaban:
Wa'alaikum salam wr. wb.
Pertama, hukum waris Islam sudah mengatur
pembagian warisan (furudhul muqaddarah), termasuk bila di dalamnya ada harta
gana-gini. Harta gana-gini adalah harta atau hasil usaha bersama (kedua belah
pihak) suami-istri, yakni harta yang diperoleh bersama-sama suami-istri selama
dalam pernikahan, bukan harta yang dipunyai sebelum pernikahan berlangsung.
Pemberian harta gana-gini kepada suami/istri
diperbolehkan dengan cara: bila harta gana-gini bisa dibedakan bagiannya, maka
masing-masing suami-istri mempunyai bagian sesuai dengan
prosentasenya/usahanya; bila bagian gana-gininya tidak bisa dibedakan maka
dilakukan dengan jalan perdamaian di antara para ahli waris (dalam kasus ini,
ayah, ibu, dan suami), tidak atas ketentuan dari nash Al-Quran dan Sunnah.
Dalam pembagian harta warisan, maka boleh
harta gono gini diambil bagiannya oleh suami/isteri baru kemudian yang murni
harta suami/istri yang meninggal dunia tersebut dibagikan kepada ahli waris
sesuai dengan ketentuan bagian warisan (furudhul muqaddarah).
Bagian warisan dalam kasus yang ditanyakan
ini sebagai berikut: ahli waris (AW): 1) suami: 1/2 (setengah); 2) ayah:
ashabah (sisa); 3) ibu: 1/6 (seperenam); 4) seorang saudara laki-laki (tidak
mendapat bagian sama sekali karena terhijab/terhalang oleh ayah).
Misalnya, istri yang meninggal dunia tersebut
meninggalkan harta warisan selain harta gana-gini, sebesar Rp. 100.000.000,-
(seratus juta rupiah), maka bagian masing-masing sebagai berikut: asal masalah:
6. Berikut bagian masing-masing sebelum diketahui/dikurangi utang almarhum
istri.
Ahli waris yang mendapat bagian: (1) suami (3
bagian): 1/2 x Rp 100.000.000,- = Rp50.000.000,-; (2) ibu (1 bagian): 1/3 x Rp
50.000.000,- = Rp16.666.666,- dibulatkan menjadi Rp 16.666.700,-; Total bagian
suami + bagian Ibu = Rp 66.666.700,- (3) ayah (2 bagian): sisanya:
Rp.100.000.000,- - Rp66.666.700,- =Rp33.333.300,-.
Andaikan utang istri (almarhum) itu Rp.
20.000.000,-, maka sebenarnya harta warisan tinggal Rp. 80.000.000,- (delapan
puluh juta): Maka bagian sesungguhnya adalah: (1) suami (3 bagian): 1/2 x Rp
80.000.000,- = Rp40.000.000,-; (2) ibu (1 bagian): 1/3 x Rp 40.000.000,- =
Rp13.333.333,- dibulatkan menjadi Rp 13.333.400,-; Total bagian suami + bagian
Ibu = Rp. 53.333.400,- (4) ayah (2 bagian): sisanya: Rp.100.000.000,- -
Rp53.333.400 =Rp26.666.600,-.
Dengan demikian, maka suami hanya
berkewajiban mengembalikan sejumlah uang Rp 10.000,000- untuk membayarkan utang
almarhum istrinya kepada kedua orang tuanya itu.
فأما
الزوج فله فرضان النصف وهو إذا لم يكن معه ولد ولا ولد ابن... وأما الأم فلها
ثلاثة فروض:... والفرض الثالث ثلث ما يبقى بعد فرض الزوجين: وذلك في مسألتين في
زوج وأبوين أو زوجة وأبوين للأم ثلث ما يبقى بعد فرض الزوجين والباقي للأب...
Artinya, ”Suami mempunyai dua bagian: Bagian
separuh (1/2) yaitu bila ia tidak bersama anak laki-laki dan tidak pula bersama
anak laki-laki dari anak laki-laki (cucu laki-laki dari mayit).... Adapun ibu,
ia mempunyai tiga bagian:... Bagian ketiga adalah sepertiga bagian warisan yang
tersisa setelah dibagikan kepada suami-istri. Bagian ini ada dalam dua masalah,
yaitu dalam kasus ahli waris terdiri dari suami dan kedua orang tua (ayah dan
ibu) atau kasus ahli waris terdiri dari istri dan kedua orang tua (ayah dan
ibu), maka bagian ibu adalah sepertiga (1/3) bagian dari sisa bagian warisan
bagi suami/istri, sedangkan sisanya bagi ayah,” (Lihat Asy-Syairâzî, Al-Muhadzdzab
fî Fiqhil Imâmis Syâfi‘î, [Surabaya, Al-Hidayah: tana tahun], juz II,
halama 25-26).
Kedua, utang tersebut wajib dibayarkan. Pada
dasarnya utang tersebut wajib dibayarkan segera (langsung) dari harta
peninggalan (harta warisan) istri sebelum harta peninggalan ini dibagikan
kepada ahli waris. Oleh karena dalam kasus ini, harta warisan istri sudah
dibagikan terlebih dahulu sebelum utangnya dibayar, maka total utang tersebut
dibayar dari bagian warisan yang telah diterima oleh masing-masing ahli waris.
Artinya, bagian warisan yang sudah diterima
oleh masing-masing ahli waris, diambil kembali sesuai prosentase bagian
warisan, untuk membayar jumlah total utang, yang seharusnya dibayar terlebih
dahulu dari harta warisan sebelum dibagikan kepada ahli waris tersebut.
Dengan demikian, dalam kasus ini, utang istri
tersebut, tidaklah wajib ditanggung pembayarannya secara penuh oleh suami.
Melainkan ditanggung bersama, disesuaikan prosentase bagian warisan yang
diterima oleh masing-masing ahli waris penerima warisan.
Imam An-Nawawi menjelaskan:
حقوق
واجبة في التركة قبل توزيع الميراث. توجد في التركة حقوق واجبة على الفور، إما
لأنها متعلقة بحقوق للنيت نفسه أو بحقوق للغير عليه، أو بأمر أوصى به هو، يلزم
تنفيذه قبل توزيع الميراث...فيحصر هذه الحقوق في الحقوق الثلاثة التالية: ...۲- قضاء
الديون التي عليه: وهي إما ديون الله تعالى، أو ديون للناس، وتقدم ديون الناس
لتعلق حقوقهم بها، ولاشتغال ذمته بها
Artinya, ”Hak-hak yang wajib ditunaikan dalam
harta peninggalan sebelum pembagian harta waris. Dalam harta peninggalan
terdapat hak-hak yang wajib ditunaikan langsung (segera), adakalanya karena
hak-hak itu berkaitan dengan hak-hak mayit itu sendiri atau hak-hak orang lain
yang menjadi tanggungjawab si mayit, atau berkaitan dengan perintah yang ia
wasiatkan, yang itu wajib dilaksanakan sebelum pembagian harta waris....
Hak-hak ini terangkum dalam tiga hak-hak berikut: ...2. Membayar utang yang
menjadi tanggung jawabnya: utang tersebut bisa merupakan utang-utang terhadap
Allah Taala, atau utang-utang kepada manusia. Utang piutang kepada manusia
didahulukan pembayarannya–dari pembagian warisan–karena hak-hak mereka
bergantung pada utang tersebut, dan kesibukan (beban) atas mayit untuk melunasi
hak-hak tersebut,” (Lihat An-Nawawî, Kitâb Al-Majmû‘ Syarhul Muhadzdzab,
[Jedah, Maktabah Al-Irsyâd: tanpa tahun], juz XVII, halaman 76-77).
Wallahu a’lam bishawab.
Demikian penjelasan ini semoga dapat dipahami
dengan baik. Kami terbuka dalam menerima masukan dari pembaca yang budiman.
Wallahul muwaffiq ila aqwamith
thariq,
Wassalamu ’alaikum wr.wb.
Ahmad Ali MD
Tim Bahtsul Masail NU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar