Senin, 17 Juni 2019

Kantor Cabang NU Tasikmalaya Sejak Zaman Hindia Belanda


Kantor Cabang NU Tasikmalaya Sejak Zaman Hindia Belanda

NU Cabang Tasikmalaya berdiri tidak lama setelah NU berdiri di Surabaya. Di dalam catatan para pengurusnya yang tertulis, ada yang mengatakan tahun 1928. Namun, sebelum tahun, salah seorang pendirinya, KH Fadil bin Ilyas telah melakukan surat-menyurat dengan NU di tingkat pusat melalui majalah Swara Nahdlatoel Oelama. NU di Tasikmalaya lebih dul berdiri dibanding Persis (tahun 1935) dan Muhammadiyah (1936). 

Sebagai pusat kegiatan, para pengurus awal NU Tasikmalaya mengupayakan sekretariat. Mula-mula NU Cabang Tasikmalaya menyewa sebuah rumah di sebelah timur rel kereta api sebelah utara Jajaway, sebelah utara perempatan. Kemudian pindah ke Cipedes di lingkungan masyarakat yang merupakan basis Al-Ittihadul Islamiyah (AII), sebuah organisasi yang didirikan KH Ahmad Sanusi di Sukabumi yang kemudian kini berubah menjadi Persatuan Umat Islam (PUI).  

Ketika Pak Emi atau KH O. Hulaemi menjadi Ketua NU Cabang Tasikmalaya, NU mendapatkan gedung. Hal itu bermula dari seorang yang bernama Haji Fakih yang memillik gedung serbaguna. Gedung itu kerap dipakai untuk tempat hiburan, kadang dipakai tempat judi, dan lokalisasi. Gedung tersebut terletak di Jalan dr. Sukarjo.

Haji Fakih tidak berkenan menyewakan gedung tersebut karena kegiatan-kegiatan tersebut. Karena itulah,  gedung tersebut ditawarkan kepada Haji Azhari supaya dibeli. 

“Nu butuheun teh NU (yang membutuhkan gedung itu adalah NU)," jawab Haji Azhari. 

"Siapa saja pembelinya terserah Haji, akang menjual kepada Haji, siapa yang memilikinya terserah haji,” kata Haji Fakih dengan nada mempercayakan kepada Haji Azhari. 

Kemudian Haji Azhari bermusyawarah dengan pengurus NU. Keputusannya gedung itu dibeli terlebih dahulu oleh Haji Azhari dengan harga f4.500. Kemudian NU mencicilnya kepada Haji Azhari.

Uang cicilan itu ternyata seadanya, tidak terikat waktu dan nomminalnya. Untuk mendapatkan uang cicilan itu, NU setiap minggu mengadakan uang perelek saat pengajian mingguan yang berlansung di kantor tersebut.

Sekali minggu mendapatkan uang sekitar 15 ketip sampai f 3,-. Pemungutannya dengan mmenderkan kopiah kepada jamaah. Orang yang memberi 5 sen sudah terbilang besar. Sampai terbayar f.2000, Haji Azhari. 

“Keun we sesana mah, tong dilunasan sadaya itung-itung wakaf ka ulama. Bade milik NU mangga, (Tidak apa sisanya, jangan sampai lunas semua, sebagai wakaf kepada ulama. Diperuntukkan kepada NU juga tidak apa-apa,” kata Haji Azhari.. 

Gedung tersebut dimanfaatkan oleh NU sampai sekarang. []

(Abdullah Alawi, disarikan dari buku Nahdlatul Ulama di Tengah-tengah Perjuangan Bangsa Indonesia, Awal Berdiri NU di Tasikmalaya karya A.E. Bunyamin)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar