Pentingnya Menyambung Tali
Kekeluargaan di Hari Lebaran
Mengenali nasab (garis keturunan) itu sangat
penting sebab memungkinkan terjalinnya terus-menerus tali persaudaraan. Hal ini
dianjurkan oleh Rasulullah shallallahu álaihi wasallam sebagaimana beliau
sabdakan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Bukhari sebagai berikut:
اعرفوا
أنسابكم تصلوا أرحامكم ، فإنه لا قرب لرحم إذا قطعت ، وإن كانت قريبة ، ولا بعد
لها إذا وصلت وإن كانت بعيدة
Artinya, “Kenalilah nasab-nasabmu, maka tali
persaudaraanmu akan terus bersambung. Sesungguhnya jika tali persaudaraan
terputus, maka hubungan itu menjadi jauh meskipun sebetulnya dekat. Sebaliknya
tali persaudaraan itu menjadi dekat bilamana kamu terus menyambungnya sekalipun
telah jauh hubungannya.”
Tradisi ahlen, yakni pertemuan antar bani
atau antar keluarga dalam trah tertentu di hari-hari Lebaran merupakan salah
satu cara mengenalkan dan mengenali garis keturunan. Demikian pula tradisi
saling berkunjung ke rumah sanak saudara yang memiliki hubungan nasab juga
merupakan cara mengenalkan dan mengenali garis keturunan sekaligus menyambung
tali persaudaraan agar tidak putus.
Sebagaimana disebutkan dalam hadits di atas,
Rasulullah shallallahu álaihi wasallam telah dengan jelas mengisyaratkan bahwa
sungguhpun suatu hubungan genealogis telah cukup jauh, tapi bisa dekat ketika
jalinan silaturahim terus berlangsung. Dalam struktur silsilah Jawa generasi
pertama disebut anak, generasi kedua putu, generasi ketiga buyut, generasi
keempat canggah, generasi kelima wareng, generasi keenam udeg-udeg, generasi
ketujuh gantung, generasi kedelapan siwur, generasi kesembilan debok
bosok, dan generasi kesepuluh galih asem.
Hubungan antarsesama generasi keenam
(udeg-udeg) atau generasi ketujuh (gantung) misalnya, tentu sudah cukup jauh.
Namun, hubungan itu bisa menjadi dekat apabila mereka saling mengenal garis
keturunannya dan terus menerus menjalin silaturahim dengan baik. Sebaliknya
sungguhpun dekat suatu hubungan genealogis, misal sesama generasi kedua (putu),
hubungan mereka bisa jauh apabila sama-sama tidak saling menyadari garis
keturunannya.
Ketika di antara mereka yang sesama generasi
kedua (putu) tersebut tidak terjalin silaturahim, maka potensi putusnya tali
persaudaraan mereka cukup besar. Inilah yang sangat diwanti-wanti oleh
Rasulullah agar jangan sampai terjadi pada umat beliau.
Peringatan Rasulullah shallallahu álaihi
wasallam tersebut penting untuk diperhatikan sebab dalam hadits yang lain
beliau bersabda:
تعلموا
من أنسابكم ما تصلون به أرحامكم ، فإن صلة الرحم محبة في الأهل مثراة في المال،
منسأة في الأثر
Artinya, “Belajarlah dari nasab-nasabmu
hal-hal yang mempererat persaudaraan, sesungguhnya mempererat persaudaraan
menumbuhkan kecintaan terhadap sanak saudara, memperbanyak rejeki (harta), dan
memperpanjang umur.” (HR. Tirmidzi)
Jadi menjalin silaturahim dengan sanak saudara
yang memiliki hubungan nasab itu penting, terlebih di saat-saat Lebaran dimana
terdapat banyak kesempatan karena merupakan hari-hari libur secara nasional.
Tradisi pertemuan antar bani atau ahlen dan saling berkunjung ke rumah sanak
saudara adalah salah satu contoh cara bagaimana kedua hadits di atas
diamalkan.
Di balik itu semua, ternyata terdapat banyak
hikmah sebagaimana disebutkan dalam hadits di atas, yakni: Pertama, menumbuhkan
cinta di dalam internal sanak saudara yang memungkinkan terjadinya gotong
royong atau saling menolong. Juga tidak menutup kemungkinan terjalinnya
hubungan yang lebih dekat lagi, seperti perkawinan (dengan tetap memperhatikan
ketentuan syariat).
Kedua, memperbanyak rezeki (harta). Semua
rejeki berasal dari Allah subhanu wata’ala karena Dia-lah Sang Pemberi Rejeki.
Tetapi tanpa bersosialisasi dengan sesama manusia, rejeki sulit didapat sebab
seringkali rejeki dihasilkan dengan berinteraksi dan komunikasi. Silaturahim
dengan sanak saudara memperluas wilayah jangkauan rejeki.
Ketiga, memperpanjang umur. Kalimat ini bisa
bermakna harfiah, dan bisa pula bermakna majaz. Silaturahim dengan sanak
saudara memperpanjang umur bisa berarti Allah akan memberi umur panjang seperti
usia bisa mencapai lebih dari 70 tahun. Dalam makna majaz, hal ini bisa berarti
seseorang mendapat banyak kesempatan berbuat kebaikan meski usianya sendiri
relatif pendek sehingga amal kebaikannya setara dengan mereka yang berumur
panjang.
Itulah pentingnya ahlen dan saling berkunjung
antar saudara di Hari Lebaran. Kedua tradisi ini hanyalah sebagian dari teknis
atau cara bagaiamana kedua hadits di atas diamalkan. Persoalan adanya tuduhan
bidáh dari pihak tertentu, tidak perlu kita cemaskan. Bukankah kita telah
memahami bahwa kategori bidáh ada lima, yakni: haram, sunah, wajib, makruh, dan
mubah sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Izzuddin Abdul Aziz bin Abdussalam
As-Salami, dalam kitab Al-Qawaídu Al-Kubra, Al-Mausum bi Qawaidil Ahkam fi Ishlahil
Anam, hal. 337. []
Muhammad Ishom, dosen Fakultas Agama Islam
Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Surakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar