Bolehkah Membaca Basmalah
di Tengah-tengah Surat At-Taubah?
Berangkat dari pertanyaan pada tulisan
pertama, kenapa tidak diperkenankan membaca basmalah dalam surat At-Taubah,
baik di awal surat maupun di tengah-tengah surat, apakah larangan ini
mengandung arti hukum haram atau sekadar peringatan yang tidak berdampak dosa?
Pada tulisan ini, penulis akan memetakan cara
baca antara Surat al-Anfal dengan At-Taubah dan hukum membaca ayat di
tengah-tengah surat At-Taubah.
Dalam ilmu qira'at, ada banyak pendapat
tentang cara menyambung antara dua surat; ada yang membaca dengan waqf
(berhenti sejenak untuk mengambil napas kira-kira dua detik), ada yang membaca
washl (menyambung dua surat tanpa mengambil tarikan napas), ada pula yang
membaca sakt (berhenti sejenak menahan tarikan napas kira-kira dua
detik), bahkan ada pula yang menyambungnya dengan basmalah atau
meninggalkannya. Semua tata cara (thariqah/metode) ini sahih dan
mutawatir, baik bagi qurra' sab'ah atau asyrah. Misalnya, Imam
Nafi', Imam al-Qurra' Madinah, memiliki kompleksitas bacaan seperti di atas
melalui kedua muridnya yang masyhur: Imam Qalun dan Warsy. Berbeda dari Imam
'Ashim, beliau hanya memiliki satu cara baca (satu cara baca memiliki tiga
operasional), yaitu menyambung kedua surat dengan basmalah. Meskipun demikian,
untuk cara menyambung antara surat al-Anfal dan At-Taubah, para ulama, baik qurra
sab'ah (qira'at tujuh) maupun qurra' asyrah (qira'at sepuluh)
sepakat, baik secara metode maupun oprasionalnya, yaitu dengan tiga cara; waqaf,
washal dan sakt. Ketiga oprasional bacaan ini tanpa membaca
basmalah. Berikut contohnya.
Pertama, waqaf, cara
mengoprasionalkan bacaan waqaf ini adalah berhenti pada ayat terakhir ( ان الله بكل شيء عليم) mengambil napas kira-kira dua detik kemudian melanjutkan
awal surat At-Taubah. Ketika dalam keadaan berhenti (antara dua surat: al-Anfal
dan At-Taubah) seorang qari' boleh menambahkan bacaan isti'adzah. Dalam hal
ini, membaca istiadzah dianjurkan.
Kedua, washal, cara
mengoprasionalkan bacaan ini adalah menyambung antara kedua surat al-Anfal dan
At-Taubah tanpa mengambil tarikan napas, sebagaimana menyambung antar dua ayat
yang berdampingan. Dalam hal ini, seorang qari' tidak perlu membaca kalimat
istia'adzah.
Ketiga, sakt, cara
mengoprasionalkan bacaan ini adalah berhenti sejenak pada ayat terakhir surat
al-Anfal dengan menahan napas kira-kira dua detik, kemudian melanjutkan awal
surat At-Taubah. Dalam hal ini pula, seorang qari tidak perlu membaca kalimat
isti'adzah.
Demikian merupakan tata cara (motode) dan
operasionalnya menyambung antara surat al-Anfal dan At-Taubah.
Sebelum masuk pada pemetaan hukum membaca
basmalah di tengah-tengah surat At-Taubah, terlebih dahulu sebaiknya dipaparkan
membaca basmalah di tengah-tengah surat selain surat At-Taubah, agar kita dapat
mengetahui secara komprehensif dan dapat menemukan perbandingan hukum.
Secara umum, ulama qurra' (ahli qira'at)
sepakat membaca basmalah pada awal setiap surat kecuali surat At-Taubah.
Sementara mengawali di tengah-tengah surat selain At-Taubah, ulama qurra'
memberikan kelonggaran, yaitu boleh di awali dengan membaca basmalah atau
meninggalkannya. Artinya, seorang qari' ketika hendak membaca ayat di
tengah-tengah surat selain At-Taubah boleh memilih antara membaca basmalah atau
meninggalkannya dengan membaca isti'adzah saja. Namun, alangkah baiknya bagi
seorang qari untuk mengawali baca al-Quran dengan basmalah, baik di awal surat
maupun di tengah-tengah surat, sebab menambah pembendaharaan pahala.
(Perlu diketahui bahwa yang dimaksud dengan
“tengah-tengah surat” adalah selain ayat pertama dalam surat).
Hukum Membaca Basmalah pada Surat At-Taubah
Adapun hukum membaca basmalah di
tengah-tengah surat At-Taubah adalah sebagaimana berikut:
Pertama, haram membaca
basmalah di awal surat al-Bara'ah atau at-Taubah, dan makruh membaca basmalah
di tengah-tengah surat. Pendapat ini diutarakan oleh Imam Ibnu Hajar dan Imam
al-Khatib.
Dasar pengambilan hukum haram ini karena
tidak mengikuti petunjuk bacaan yang mutawatir. Artinya, keluar dari pakem dan
kesepakatan ulama qurra'. Sementara hukum makruh di tengah-tengah surat
At-Taubah karena tidak ada petunjuk resmi larangannya, sehingga untuk
mengantisipasi dilakukan larangan yang tidak mengikat, yaitu hukum makruh.
Kedua, makruh membaca
basmalah di awal surat At-Taubah dan sunnah membaca basmalah di tengah-tengah
surat, sebagaimana membaca basmalah di tengah-tengah surat selain surat At-Taubah.
Pendapat ini diutarakan oleh Imam Ramli.
Dasar pengambilan hukum ini (makruh di awal
surat) adalah karena tidak ada petunjuk (larangan) resmi dari Nabi maupun
sahabat. Sedangkan pengambilan hukum sunnah di tengah-tengah surat adalah
karena dianalogikan (qiyas) dengan membaca basmalah di tengah-tengah surat
selain At-Taubah.
Oleh karena itu, dari beberapa pemaparan di
atas, dapat disimpulkan sebagaimana berikut:
Pertama, membaca basmalah
pada awal surat merupakan sunnah yang sangat dianjurkan kecuali surat
At-Taubah.
Kedua, membaca basmalah di
tengah-tengah surat boleh dilaksanakan atau ditinggalkan. Namun sebaiknya
membaca basmalah, sebagaimana tradisi yang berkembang, untuk pembendaharaan
pahala.
Ketiga, membaca basmalah di
awal surat At-Taubah tidak dianjurkan bahkan dilarang. Sebaiknya jika membaca
awal surat At-Taubah cukup membaca isti'adzah saja.
Keempat, membaca basmalah di
tengah-tengah surat At-Taubah sebaiknya ditinggalkan meskipun ada yang
berpendapat membolehkannya. Hal ini didasarkan pada qiyas (analogi)
tidak dianjurkannya membaca di awal surat. Di samping tidak ada petunjuk resmi
dari nash.
Berkaitan dengan kesimpulan di atas, maka
sebaiknya bagi khalayak umat Muslim yang biasa baca diba'an untuk tidak membaca
basmalah ketika mengawali bacaan surat At-Taubah terakhir ayat 127, (لقد جاءكم رسول من انفسكم عزيز) cukup diawali dengan isti'adzah saja. Mengingat membaca
basmalah di tengah-tengah surat At-Taubah tidak dianjurkan. Demikian, semoga
bermanfaat. Wallahu a’lam. ***
Daftar Refrensi
Al Fadhliy, Abdul Hadi, Al-Qira'at
al-Qur'aniyah; Tarikh wa Ta'rif. Beirut: Markas al-Ghadir, 2009.
Al-Dhobba', Al-Idhaah fi Bayan Ushul
Al-Qira'at. Mesir: Al-Maktabah Al-Azhariyah li Al-Turats, 1999.
Al- Qadiy, Abd Al-Fattah, Al-Budur Al-Zahirah
fi Al-Qira'at Al-Asyrah Al-Mutawatirah. Beirut: Dar Al-Kitab Al-Arabiy, tth.
Al- Qadiy, Abd Al-Fattah, Al-Budur Al-Zahirah
fi Al-Qira'at Al-Sab'i. Jeddah: Maktabah Al-Suwadiy, 1992.
Al-Qurtubiy, Abu Abdillah Muhammad, Tafsir
Al-Qurtubiy. Beirut, Dar Al-Arabiy, tth.
Al-Qatthan, Mabahits fi Ulum Al-Qur'an.
Kairo: Maktabah Wahbah, 1995.
[]
Moh Fathurrozi, Kaprodi Ilmu
Al-Qur'an dan Tafsir IAI Al Khoziny Buduran Sidoarjo dan Dai PCINU Korea
Selatan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar